Aneksasi Krimea 2014
Aneksasi Krimea oleh Federasi Rusia adalah proses pengambilan dengan paksa wilayah keseluruhan semenanjung Krimea oleh Rusia yang terlaksana pada tahun 2014. Banyak negara di dunia menentangnya dan menyebutnya sebagai aneksasi atau pencaplokan wilayah Krimea yang diklaim Ukraina oleh Rusia. Mulai tanggal 21 Maret 2014 Rusia memerintah Krimea sebagai dua subjek federal: Republik Krimea dan kota federal Sevastopol. Penggabungan ini terjadi pada puncak kritis dalam Krisis Krimea 2014 yang disebabkan oleh intervensi militer Rusia di Republik Otonom Krimea dan Kota Sevastopol pada bulan Maret 2014. Kedua daerah ini sebelumnya merupakan bagian administrasi Ukraina. Pasukan bertopeng hijau tanpa penanda, yang diidentifikasi sebagai militer Rusia oleh banyak sumber internasional, menduduki gedung Majelis Tinggi Krimea,[3][4] yang mengakibatkan diangkatnya sebuah pemerintahan pro Rusia pimpinan Aksyonov di Krimea, Proklamasi Kemerdekaan Republik Krimea dan pengadaan sebuah referendum yang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar Krimea, dan disebut oleh seorang wartawan BBC News yang bernama John Simpson sebagai sebuah kudeta yang "luar biasa, cepat, dan sebagian besar tanpa pertumpahan darah".[5] Peristiwa ini banyak mengundang kontroversi di banyak kalangan dunia internasional dan dikecam oleh banyak pemimpin dunia pula, begitu pula oleh NATO, yang menganggapnya sebagai sebuah pencaplokan ilegal wilayah Ukraina. Hal ini dianggap bertentangan dengan Memorandum Budapes 1994 mengenai kedaulatan dan keutuhan wilayah Ukraina yang telah ditandatangani Rusia.[6] Selain itu, Pemerintahan Yatsenyuk yang saat itu bertanggung-jawab atas urusan dalam negeri Ukraina menegaskan bahwa dalam proses ini ada tujuh pasal dari Konstitusi Ukraina yang dilanggar, termasuk kewajiban Krimea untuk meminta pemulihan dari Ukraina sebelumnya, sebelum diberikan hak resmi untuk melaksanakan proses yang melampaui hak politik dalam hal ini. Di sisi lain, Rusia mengecam keras bahwa proses integrasi ini dicap sebagai "pencaplokan", karena hal ini "menghina penduduk Semenanjung Krimea",[7] dan menganggap proses ini sebagai integrasi Republik Krimea yang merdeka setelah Krimea dan Sevastopol bergabung dan lalu meminta izin untuk masuk ke Rusia sesuai dengan pemilihan rakyat, yang menurut pendapat Rusia mencerminkan keinginan rakyat bergabung dengan negara yang lebih besar. Ukraina membantah hal ini, karena tidak mengakui kemerdekaan Republik Krimea atau integrasi tersebut dengan Rusia sebagai hal yang sah secara hukum.[8] Sesi Umum PBB juga menolak pemilihan dan aneksasi ini, lalu menyetujui sebuah resolusi yang tidak mengikat yang menekankan "keutuhan wilayah Ukraina sesuai dengan perbatasan-perbatasannya yang diakui secara internasional".[9][10] Latar belakangDari tahun 1783, Krimea merupakan wilayah Kekaisaran Rusia, yang dimasukkan ke dalamnya sebagai Taurida Oblast(ru). Pada tahun 1796, Krimea dilebur masuk ke Kegubernuran Novorossiysk, dan pada tahun 1802, daerah ini dipisahkan lagi dan dijadikan Kegubernuran Taurida. Setelah Revolusi Oktober 1917, pada tahap-tahap awal Perang Saudara Rusia, beberapa bentuk pemerintahan yang tidak tahan lama didirikan (Republik Rakyat Krimea, Pemerintahan Daerah Krimea, Republik Sosialis Sovyet Krimea). Namun kemudian bentuk-bentuk pemerintahan ini disusul dengan pemerintahan Rusia Putih (Komando Umum Angkatan Bersenjata Rusia Selatan), lalu Pemerintahan Rusia Selatan, dan akhirnya integrasi Republik Otonom Sovyet Sosialis Krimea ke Uni Sovyet. Setelah Perang Dunia 2 dan deportasi suku bangsa Tatar Krimea, status Republik Otonom Sovyet Sosialis Krimea diturunkan derajatnya, otonominya dihapus pada tahun 1946, dan dijadikan sebagai Oblast saja. Pada tahun 1954, Oblast Krimea dipindahkan hak miliknya dari Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia ke Republik Sosialis Soviet Ukraina sesuai dekret Presidium Soviet Tertinggi negara Uni Soviet. Namun kurang jelas waktu itu, apakah pemindahan hak ini juga menyangkut kota terbesar di semenanjung ini, yaitu Sevastopol, yang memiliki status istimewa di Uni Soviet pasca perang[11] dan pada tahun 1993 oleh Majelis Sovyet Tertinggi Rusia diklaim sebagai bagian dari Rusia[12] sehingga menghasilkan sebuah persengketaan wilayah dengan Ukraina.[13] Pada tahun 1989, di bawah perestroika, Majelis Sovyet Tertinggi menyatakan deportasi suku bangsa Krimea Tatar yang dilakukan di bawah pemerintahan Josef Stalin adalah ilegal,[14] dan suku bangsa ini, yang pada umumnya beragama Islam, diperbolehkan kembali ke Krimea.[15] Pada tahun 1990, Majelis Sovyet Krimea mengusulkan supaya Republik Sovyet Sosialis Otonom Krimea dipulihkan lagi.[16] Oblast ini lalu mengadakan sebuah referendum pada tahun 1991, di mana ditanyakan setuju atau tidak setuju Krimea derajatnya dinaikkan menjadi penandatangan Perjanjian Uni Baru (maksudnya menjadi sebuah Republik di Uni Sovyet). Namun pada saat itu pembubaran Uni Sovyet telah berlangsung. Republik Otonom Sosialis Sovyet Krimea baru dipulihkan kurang dari setahun sebelum Ukraina memerdekakan diri pada tahun 1991. Ukraina yang baru saja merdeka melanjutkan status otonom Krimea,[17] sementara Majelis Tertinggi Krimea menekankan "kedaulatan negara" di semenanjung ini.[18][19] Pada tanggal 21 Mei 1992, Majelis Sovyet Tertinggi Rusia menyetujui sebuah resolusi yang menyatakan bahwa pemindahan hak Krimea pada tahun 1954 tidak berlaku dan menyerukan negosiasi tiga partai mengenai status semenanjung ini. Konfrontasi antara presiden dan parlemen Rusia, yang berkembang menjadi krisis konstitusi Rusia pada tahun 1993, mencegah pernyataan berpengaruh di Krimea ataupun Ukraina.[20] Dari tahun 1992 sampai 1994, beberapa gerakan politik Rusia mencoba memisahkan Krimea dari Ukraina. Pemilu kedaerahan tahun 1994 mewakili titik tinggi bagi faksi politik pro Rusia di Krimea.[21] Namun pemilu ini hadir pada sebuah waktu yang sulit bagi orang-orang Krimea yang ingin bergabung lagi dengan Rusia, sebab pemerintahan Rusia sedang terlibat politik pendekatan dengan dunia Barat, dan pemerintahan Ukraina bertekad bulat membela kedaulatannya. Faktor-faktor ini memungkinkan pihak berwenang Ukraina untuk menghapuskan kepresidenan dan konstitusi Krimea pada tahun 1995,[22][23] tanpa campur tangan atau protes berarti dari negara jiran Rusia di sebelah timur. Sesudah itu, gerakan pro Rusia sebagian besar menyusut, dan pada tahun 1998, kaum separatis kalah dalam pemilu Majelis Tertinggi Krimea.[21] Pada dasawarsa 2000-an, ketika ketegangan antara Rusia dan beberapa tetangganya meningkat, kemungkinan terjadinya konflik Rusia-Ukraina mengenai Krimea pun ikut meningkat. Sebuah laporan Council on Foreign Relations yang diterbitkan pada tahun 2009 mengutarakan sebuah skenario di mana Rusia bisa saja mengintervensi di Krimea untuk "melindungi sesama warga Rusia", kemungkinan dengan dukungan suku bangsa Tatar Krimea.[24] Euromaidan dan Revolusi Ukraina 2014Gerakan Euromaidan bermula pada akhir bulan November 2013 dengan unjuk rasa di Kyiv melawan Presiden Viktor Yanukovych, yang memenangi pemilihan presiden 2010 di Ukraina dengan dukungan kuat dari Republik Otonom Krimea dan Ukraina bagian selatan serta timur. Pemerintahan Krimea sangat mendukung Yanukovych dan mengecam keras aksi unjuk rasa: "Mereka mengancam kestabilan politik negara". Dewan Tertinggi Krimea mendukung keputusan Pemerintahan Azarov dalam menunda negosiasi Kesepakatan Asosiasi Ukraine-Uni Eropa dan mendesak warga Krimea untuk "menguatkan tali persahabatan dengan daerah-daerah Rusia".[25][26][27] Pada tanggal 4 Februari 2014, Presidium Majelis Tertinggi Krimea mempertimbangkan untuk mengadakan sebuah referendum mengenai status semenanjung ini, dan meminta pemerintahan Rusia untuk menjamin pemilihan yang akan berjalan.[28] Dinas intelijen Ukraina menanggapinya dengan memulai sebuah kasus kriminal untuk menyelidiki kemungkinan "subversi" keutuhan wilayah Ukraina.[29] Protes Euromaidan memuncak pada bulan Februari 2014, dan Yanukovych bersama banyak menterinya melarikan diri dari ibu kota. Setelah faksi-faksi oposisi dan pembelot dari partai-partai di daerah-daerah pimpinan Yanukovych menggalang sebuah kuorum parlemen di Verkhovna Rada, pada tanggal 22 Februari badan legislatif nasional ini memilih untuk mencopot Viktor Yanukovich dari jabatannya dengan alasan bahwa ia tidak bisa melaksanakan tugas-tugasnya,[30] meskipun kuorum badan legislatif ini saat itu kurang dari tiga perempat jumlah total kursi anggota parlemennya yang diperlukan sesuai konstitusi yang berlaku saat itu. Mengenai hal ini, Rada juga memilih untuk menghapus pembatasan ini.[31][32][33] Keputusan ini dianggap sebagai kudeta oleh banyak orang di Ukraina dan Rusia,[34] meskipun hal ini di dunia internasional diakui secara luas.[35] Perubahan pemerintahan daerah dan intervensi RusiaRevolusi Ukraina pada tahun 2014 ini melawan Yanukovich memicu sebuah krisis politik di Krimea yang awalnya bermula dengan unjuk rasa menentang pemerintahan pusat yang baru, tetapi segera bereskalasi berkat dukungan Rusia yang terang-terangan terhadap kaum separatis, sebuah keadaan yang tidak ada dalam 20 tahun sebelumnya. Pada tanggal 27 Februari, pasukan yang tidak dikenal dan diduga keras sebagai para komando Rusia merebut gedung Dewan Tertinggi Krimea (DPRD) dan gedung-gedung kementerian lainnya di Simferopol.[36][37] bendera-bendera Rusia lalu dinaikkan ke atas gedung-gedung ini,[38] lalu barikade-barikade didirikan di luarnya.[39] Sementara pasukan tidak dikenal ini masih menduduki gedung-gedung pemerintahan di Simferopol, Dewan Tertinggi Krimea membubarkan pemerintahan, lalu melalui rapat memilih Sergey Aksyonov, ketua Partai Persatuan Rusia yang merupakan partai minoritas, sebagai Perdana Menteri Krimea. Pengangkatan ini dianggap cacat hukum oleh pemerintah Ukraina.[40] Baik Aksyonov maupun ketua parlemen, Vladimir Konstantinov, menyatakan bahwa mereka menganggap Viktor Yanukovych sebagai presiden Ukraina secara de jure, dan mereka bisa meminta bantuan Rusia melaluinya.[41] Pada hari yang sama, semakin banyak pasukan dengan seragam yang tak ditandai mendirikan pos penjagaan keamanan di Tanah Genting Perekop dan Semenanjung Chongar yang memisahkan Krimea dari daratan Ukraina. Kali ini mereka dibantu oleh Berkut, polisi anti huru-hara Krimea.[39][42][43][44][45] Dalam waktu beberapa jam saja, Ukraina hubungannya diputus secara efektif dari Krimea. Pada tanggal 1 Maret 2014, Aksyonov mendeklarasikan bahwa pihak berwenang de facto Krimea baru akan memerintah wewenangnya di semua markas militer Ukraina di semenanjung Krimea. Ia juga meminta Presiden Rusia, Vladimir Putin, pendukung utama Yanukovych secara internasional dan penjaminnya, untuk "membantu menjamin kedamaian dan ketertiban umum" di Krimea.[46] Putin segera mendapatkan otorisasi dari Dewan Federasi Rusia untuk memerintahkan sebuah intervensi Rusia di Ukraina pada tahun 2014 tersebut "sampai normalisasi suasana sosio-politik negara itu".[47][48] Gerakan militer Putin yang cepat mengakibatkan protes dari para intelektual, dan demonstrasi-demonstrasi terjadi di Moskow menentang kampanye militer Rusia di Krimea. Pada tanggal 2 Maret 2014, pasukan Rusia bergerak dari markas Angkatan Laut di Sevastopol, dan dengan dibantu pasukan, kendaraan lapis baja, dan helikopter dari daratan Rusia, berhasil menguasai Semenanjung Krimea. [49][50][51] Pasukan Rusia bergerak di Krimea tanpa menggunakan tanda pengenal. Walau banyak media yang melaporkannya dan ada pernyataan-pernyataan dari pemerintah Ukraina dan asing yang menyebut pasukan-pasukan ini sebagai tentara Rusia, pihak berwenang Rusia membantahnya dan mengeklaim bahwa mereka adalah "satuan-satuan bela diri", maka pemerintah Rusia tidak punya wewenang atas mereka.[52] Bahkan sampai tanggal 17 April, Menteri Luar Negeri Rusia, Lavrov, masih menyatakan bahwa tidak ada pasukan cadangan Angkatan Bersenjata Rusia yang berada di wilayah Krimea.[53] Namun pada akhirnya pihak berwenang Rusia mengakui keberadaan pasukan mereka. Pada tanggal 17 April 2014, Putin mengaku bahwa militer Rusia mendukung milisi separatis Krimea, dengan berkata bahwa intervensi Rusia diperlukan "untuk memastikan suasana yang layak bagi rakyat Krimea agar dapat mengutarakan keinginan mereka".[54] Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoygu, menyatakan bahwa aksi-aksi militer Rusia di Krimea dilaksanakan oleh pasukan-pasukan dari Armada Laut Hitam, dan bisa dibenarkan karena adanya "ancaman terhadap kehidupan warga Krimea" dan "bahaya disitanya prasarana militer Rusia oleh kaum ekstrimis".[55] Ukraina mengeluh bahwa dengan menaikkan jumlah pasukannya di Krimea, Rusia melanggar perjanjian mengenai penempatan markas besar Armada Laut Hitam-nya di Sevastopol[56] dan dengan demikian melanggar kedaulatan Ukraina.[57] Amerika Serikat dan Britania Raya juga menuduh Rusia melanggar pasal-pasal Memorandum Budapes mengenai Jaminan Keamanan, di mana Rusia, AS, dan Britania Raya telah menekankan kewajiban mereka untuk berpantang menggunakan kekerasan atau melanggar kedaulatan wilayah atau mengancam kemerdekaan Ukraina.[58] Pemerintah Rusia menyatakan bahwa Memorandum Budapes ini tidak menyangkut "proses internal yang rumit" di Krimea.[59][60] Kendala hukum penggabungan dengan RusiaMenurut Undang-undang Dasar Rusia, bergabungnya subyek-subyek federal baru diatur oleh undang-undang konstitusi federal (pasal 65.2).[61] Undang-undang ini diterima pada tahun 2001, dan menjabarkan bahwa bergabungnya sebuah negara baru atau bagian dari negara tersebut ke Rusia, akan berdasarkan kesepakatan bersama antara Federasi Rusia dan negara yang bersangkutan serta akan berlangsung sesuai dengan kesepakatan internasional antara dua negara. Selain itu, hal ini harus diawali oleh negara yang bersangkutan, bukan oleh suatu bagiannya atau oleh Rusia..[62] Undang-undang ini tampaknya mewajibkan Ukraina untuk memulai negosiasi bersangkutan dengan penggabungan Krimea ke Rusia. Pada tanggal 28 Februari 2014, anggota parlemen Rusia, Sergey Mironov, bersama beberapa anggota Duma lainnya, memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang untuk mengubah prosedur penambahan subyek federal ke Rusia. Sesuai rancangan undang-undang ini, penggabungan bisa dilakukan oleh sebuah bagian dari sebuah negara, dengan syarat bahwa "tidak ada pemerintah berdaulat yang memerintah secara efisien di negara asing"; permintaan ini bisa diminta oleh lembaga-lembaga daerah tingkat bawah dari negara yang bersangkutan atau berdasarkan referendum yang telah diadakan di daerah tingkat bawah, sesuai dengan hukum nasional yang bersangkutan.[63] Komisi Venesia menyatakan bahwa rancangan undang-undang ini melanggar "terutama asas-asas dasar keutuhan wilayah, kedaulatan nasional, asas non-intervensi atau tidak turut mencampuri urusan negara lain, dan pacta sunt servanda", dan dengan demikian tidak sesuai dengan hukum internasional.[64] Pada tanggal 11 Maret 2014, baik Dewan Tertinggi Krimea dan Dewan Kota Sevastopol menyetujui proklamasi kemerdekaan, yang menyatakan keinginan mereka untuk merdeka dan meminta bergabung dengan Rusia apabila permintaan penggabungan yang akan ditanyakan di dalam referendum yang direncanakan mendapatkan hasil mayoritas. Proklamasi ini secara langsung menyinggung preseden Kemerdekaan Kosovo, di mana warga Albania di Provinsi Otonom Kosovo dan Metohiya menyatakan kemerdekaan mereka dari Serbia (sekutu Rusia) sebagai Republik Kosovo. Aksi unilateral ini ditentang oleh Rusia secara sengit. Banyak analis memandang proklamasi kemerdekaan Krimea ini sebagai suatu usaha terselubung untuk merintis jalan pencaplokan Krimea oleh Rusia.[65] Rencana pihak berwenang Krimea untuk memproklamasikan kemerdekaan dari Ukraina membuat rancangan undang-undang Mironov tidak diperlukan lagi. Maka pada tanggal 20 Maret 2014, dua hari setelah perjanjian penggabungan ditandatangani, rancangan undang-undang ini lalu ditarik oleh para pengusulnya.[66] Referendum status KrimeaPada tanggal 27 Februari, setelah pengambilalihan gedung, Dewan Tertinggi Krimea memilih untuk mengadakan referendum pada tanggal 25 Mei, dengan pertanyaan pertama apakah Krimea harus menaikkan derajat otonominya di dalam Ukraina.[67] Tanggal referendum ini lalu dimajukan dari 25 Mei ke 30 Maret.[68] Sebuah pengadilan Ukraina menyatakan referendum ini melanggar hukum.[69] Pada tanggal 4 Maret, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan bahwa Rusia tidak punya rencana mencaplok Krimea. Ia mengatakan mengenai semenanjung ini bahwa "hanya warga Krimea dengan persyaratan memiliki hak mengungkapkan keinginan dan keamanan yang bisa menetapkan masa depan mereka".[70] Putin lalu mengaku bahwa pada bulan Maret awal ada "jajak pendapat rahasia" yang diadakan di Krimea, di mana menurutnya, membuahkan hasil bahwa mayoritas besar penduduk mendukung penggabungan Krimea dengan Rusia.[71] Pada tanggal 6 Maret, jadwal referendum dimajukan menjadi 16 Maret oleh Dewan Tertinggi Krimea dan tujuannya diubah dengan ditambahi pertanyaan apakah Krimea harus berintegrasi dengan Rusia atau kembali kepada Konstitusi tahun 1992 yang baru saja ditangguhkan oleh pemerintah Ukraina. Berbeda dengan referendum sebelumnya, referendum ini tidak memuat opsi untuk mempertahankan status quo kepemerintahan seperti termaktub dalam Konstitusi tahun 1998.[72] Pada tanggal 14 Maret, Referendum Status Krimea dianggap melanggar UUD oleh Mahkamah Konstitusi Ukraina,[73] dan sehari kemudian, Verkhovna Rada secara resmi membubarkan parlemen Krimea.[74] Meski ditentang oleh Kyiv, referendum tetap diadakan. Hasil resmi menunjukkan 95% pemilih di Krimea dan Sevastopol ingin bergabung dengan Rusia.[75] Oleh beberapa pihak, hasil referendum ini dipertanyakan.[76] Sebuah laporan yang ditulis oleh Evgeny Bobrov, anggota Dewan HAM lembaga kepresidenan Rusia, memberikan kesan bahwa hasil resmi ini dibesar-besarkan; sejatinya hanya 15-30% penduduk Krimea yang memilih bergabung dengan Rusia.[77][78][79] Dasar untuk melaksanakan referendum juga dikritik secara luas oleh pemerintah asing dan pers Ukraina serta internasional. Siapapun yang memiliki kewarganegaraan Rusia, apakah bertempat tinggal di Krimea atau tidak, dibolehkan ikut pemilu. Walau demikian, Rusia membela integritas proses pemilu, dan sejumlah pengamat Eropa, terutama dari kalangan sayap kanan dan partai politik kanan jauh yang beraliansi dengan Putin, menyatakan bahwa referendum ini dilaksanakan secara bebas dan adil.[80][81][82] Republik yang telah memisahkan diri
Pada tanggal 17 Maret, setelah ada pengumuman resmi hasil referendum, Dewan Tertinggi Krimea resmi memproklamasikan kemerdekaan Republik Krimea, yang terdiri atas wilayah Republik Otonom Krimea dan Kota Sevastopol, yang memiliki status istimewa di di dalam republik ini.[88] Parlemen Krimea mengumumkan "penangguhan sebagian Undang-undang Ukraina" dan mulai menasionalisasikan beberapa BUMN dan BUHN Ukraina yang terletak di Semenanjung Krimea seperti, pelabuhan-pelabuhan Ukraina[89] dan properti Chornomornaftogaz.[90] Parlemen juga secara resmi meminta kepada pemerintah Rusia untuk menerima negara yang baru saja memerdekakan diri ini di Federasi Rusia.[91] Pada hari yang sama, Dewan Tertinggi Krimea secara de facto mengubah namanya menjadi Dewan Negara Krimea,[92] dan memutuskan Rubel Rusia sebagai mata uang resmi bersama dengan Hryvnia Ukraina,[93] serta mengumumkan Krimea akan mengubah waktunya mengikuti Waktu Moswa (UTC+4) pada 30 Maret.[94] Secara resmi Putin mengakui Republik Krimea melalui Dekret Presiden[95] dan menyetujui masuknya Krimea dan Sevastopol sebagai subyek federal Rusia.[96] Perjanjian penggabungan dan dampaknyaWikimedia Commons memiliki media mengenai Upacara resmi penerimaan Krimea dan legislasi Rusia, 17 sampai 21 Maret 2014. Wikisource Rusia memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Perjanjian Integrasi Republik Krimea ke Rusia ditandatangai antara wakil Republik Krimea (termasuk Sevastopol, yang bergabung secara singkat dengan Krimea) dan Federasi Rusia pada 18 Maret 2014 yang menjabarkan persyaratan-persyaratan untuk penggabungan langsung Republik Krimea dan Sevastopol sebagai subyek federal Rusia dan bagian dari Federasi Rusia. Perjanjian ini diratifikasi oleh Majelis Federal pada tanggal 21 Maret 2014.[97][98] Pada tanggal 19 Maret, Putin mengirimkan rancangan Perjanjian Reunifikasi Krimea dengan Rusia ke majelis rendah parlemen dan sebuah amendemen konstitusi untuk mendirikan dua daerah tambahan Federasi Rusia.[99] Mahkamah Konstitusi Rusia berpendapat bahwa perjanjian ini sesuai dengan Undang-undang Dasar Rusia. Mahkamah mengadakan rapat dalam sebuah sesi darurat setelah diminta secara resmi oleh Presiden Vladimir Putin untuk membahas konstitusionalitas perjanjian ini.[100][101] Setelah Mahkamah Konstitusi Rusia menetapkan konstitusionalitas perjanjian ini, Duma Negara juga meratifikasinya pada tanggal 20 Maret 2014.[102][103] Duma juga menyetujui rancangan undang-undang konstitusi federal yang menerima Krimea dan Sevastopol serta menetapkannya sebagai subyek federal.[104][105] Hanya Ilya Ponomarev, anggota Duma dari Partai Rusia Yang Benar (Cправедливая Poccия Spravedlivaya Rossiya), yang menentang. Sehari kemudian, perjanjian ini dan amendemen yang diperlukan untuk mengubah Pasal 65 UUD Rusia (yang menyenaraikan subyek-subyek Federal Rusia) diratifikasi oleh Dewan Federasi,[106] dan hampir secara langsung ditandatangani menjadi undang-undang yang berlaku oleh Putin.[107] Bergabungnya Krimea ke Federasi Rusia dianggap berlaku surut sejak 18 Maret 2014, ketika Putin dan para pemimpin Krimea menandatangani draf perjanjian.[108] Pada tanggal 24 Maret, Ukraina memerintahkan penarikan semua anggota Angkatan Bersenjatanya dari Krimea.[109] Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa kurang-lebih setengah dari pasukan Ukraina di Krimea membelot ke Rusia.[110][111]
Krimea dan Sevastopol berpindah waktu ke Waktu Moskow pada akhir Maret.[114][115] Pada tanggal 2 April 2014, Rusia secara resmi menangguhkan Pakta Kharkov 2010 dan Perjanjian Pembagian terhadap status dan kondisi Armada Laut Hitam.[116] Putin mengutip "integrasi Republik Krimea dan Sevastopol ke Rusia" yang menghasilkan "berakhirnya hubungan penyewaan" sebagai alasan penangguhan.[117] Pada hari yang sama, ia menandatangai sebuah dekret yang secara resmi merehabilitasi orang-orang Tatar Krimea yang dideportasi dari tanah mereka pada tahun 1944, beserta suku-suku minoritas yaitu suku bangsa Armenia, Jerman, Yunani, dan Bulgaria di daerah yang sama, yang juga dideportasi oleh Stalin pada dasawarsa 1940-an. Pada tanggal 11 April 2014, Konstitusi Republik Krimea dan Undang-undang Kota Sevastopol disetujui,[118] dan pada hari yang sama, subyek-subyek federal yang baru ini ikut disenaraikan di UUD Rusia baru yang telah direvisi dan diterbitkan.[119]
Transisi dan dampaknyaJumlah wisatawan yang mengunjungi Krimea pada tahun 2014 diperkirakan akan lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya karena adanya kekhawatiran terhadap situasi politik.[120] Pemerintah Krimea berharap wisatawan Rusia akan mengalir masuk.[121] Pemerintah Rusia juga berencana untuk mempromosikan Krimea sebagai resor dan menyediakan tamasya bersubsidi bagi anak-anak dan pegawai negeri.[122] Kantor berita Novinite dari Sofia menyatakan bahwa menurut surat kabar Jerman Die Welt, pencaplokan Krimea secara ekonomi merugikan Federasi Rusia, yang harus mengeluarkan milyaran Euro per tahun untuk membayar gaji dan pensiun. Selain itu, Rusia harus melaksanakan proyek-proyek besar untuk menghubungkan Krimea ke saluran air dan jaringan energi Rusia, sebab Krimea tidak memiliki hubungan tanah langsung dengan Rusia dan pada saat ini mendapatkan air, gas, dan listrik dari daratan Ukraina. Ini mengharuskan Rusia untuk membangun jembatan dan pipa air di Selat Kerch. Selain itu, Novinite juga melaporkan bahwa seorang pakar Ukraina bercerita kepada Die Welt bahwa Krimea "tidak akan bisa menarik wisatawan".[123] Surat kabar bisnis Rusia, Kommersant, menyatakan pendapat bahwa Rusia tidak akan mendapatkan apa-apa secara ekonomi dengan bergabungnya Krimea, yang secara industri belum begitu berkembang. Di sana hanya ada beberapa pabrik besar, dan produksi brutonya per tahun hanya $ 4 miliar. Surat kabar ini juga menyatakan bahwa semuanya harus dibawa ke sana melalui laut dari Rusia, dan ini akan menghasilkan naiknya semua harga. Selain itu, untuk menanggulangi turunnya standar hidup warga Krimea, Rusia harus menyubsidi warga Krimea selama beberapa bulan. Secara total, Kommersant memperkirakan biaya integrasi Krimea ke Rusia berjumlah kurang lebih $ 30 miliar untuk dasawarsa mendatang, alias $3 miliar per tahunnya.[124] Di sisi lain, pakar minyak barat memperkirakan bahwa dengan berintegrasinya Krimea ke Rusia, yang berarti penguasaan daerah di Laut Hitam yang lebih dari tiga kali wilayah tanah Krimea, Rusia mendapatkan akses ke cadangan minyak dan gas bumi yang kemungkinan besar bernilai trilyunan dolar. Hal ini juga mencabut peluang Ukraina untuk bisa mandiri dalam kebutuhan energinya. Secara langsung, menurut para analis, integrasi Krimea memungkinkan Moskow untuk mengubah rute pipa Aliran Selatan, dan dengan ini Rusia bisa menghemat uang, waktu, dan tantangan pembangunan. Selain itu, hal ini juga memungkinkan Rusia untuk menghindar membangun pipa di wilayah teritorial Turki. Pada rancangan aslinya, hal ini wajib dilakukan untuk menghindari wilayah Ukraina.[125][126] Pengusaha Chechnya-Rusia, Ruslan Baisarov, menyatakan bahwa ia siap menginvestasikan 12 miliar Rubel dalam pembangungan resor bahari modern di Krimea, yang diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja untuk 1.300 orang. Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya, menyatakan bahwa pengusaha Chechnya lainnya juga berencana berinvestasi di Krimea.[127] Dinas Federal Rusia Urusan Komunikasi memperingatkan bahwa pada periode transisi para operator Rusia harus mengubah kapasitas penomoran dari para pelanggan. Kode negara akan diubah dari Ukraina +380 menjadi Rusia +7. Kode wilayah di Ukraina bermula dengan 65, namun pada kode negara +7, kode wilayah yang bermula dengan 6 diberikan kepada Kazakhstan, yang juga memiliki kode negara +7 sebagai sesama negara ahli waris Uni Sovyet. Maka kode-kode wilayah di Krimea harus diubah. Penyelia memberikan kode 869 kepada Sevastopol, dan Semenanjung Krimea secara keseluruhan mendapatkan kode 365.[128] Pada masa integrasi dengan Rusia, para penyelia pelayanan telepon dan internet di Krimea dan Sevastopol dihubungkan ke dunia luar melewati wilayah Ukraina.[129] Menteri Komunikasi Rusia, Nikolai Nikiforov, mengumumkan lewat kicauannya di akunnya di Twitter bahwa kode pos sekarang memiliki enam angka. Pada kode pos sekarang akan ditambahi angka dua pada awalnya. Sebagai contoh, kode pos Simferopol, 95000, akan menjadi 295000.[130] Mengenai perbatasan Krimea, Kepala Badan Federal Rusia untuk Pengembangan Fasilitas Perbatasan Negara (Rosgranitsa), Konstantin Busygin, yang berbicara pada suatu pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin, di Simferopol (ibu kota Krimea) menyatakan bahwa perbatasan negara Rusia di utara Krimea menurutnya sekarang merupakan perbatasan antara Rusia dan Ukraina yang akan dilengkapi dengan fasilitas selengkapnya.[131] Di daerah yang sekarang menjadi perbatasan antara Krimea dan Ukraina, pihak Rusia menggali teluk-teluk yang berupa danau asin yang merupakan perbatasan alami, dan di lajur-lajur tanah yang tersisa mereka membuat tanah tak bertuan yang di kedua sisinya dipasangi pagar berduri. [132] Pada bulan Juni 2014, Perdana Menteri Rusia, Dmitry Medvedev, menandatangani resolusi pemerintah No. 961[133] yang bertarikh Juni 2014 dan menetapkan pos pemeriksaan udara, laut, jalan, dan rel. Keputusan yang diambil menciptakan dasar hukum untuk berfungsinya sistem pos pemeriksaan pada perbatasan Rusia di Republik Krimea dan Sevastopol.[134] Situasi hak asasi manusiaPada tanggal 9 Mei 2014, amendemen anti-ekstrimis mulai berlaku setelah dimasukkan ke KUHP Rusia yang sebelumnya disetujui pada bulan Desember 2013. Pasal 280.1 menyatakan penghasutan atas pelanggaran keutuhan wilayah Federasi Rusia[135] (termasuk seruan untuk berpisahnya Krimea dari Rusia[136]) sebagai pelanggaran kriminal di Rusia, dan dihukum dengan denda sebesar 300.000 Rubel atau dihukum penjara selama 3 tahun. Apabila pernyataan seperti ini dilakukan di media massa atau internet, maka hukumannya bisa berupa kerja paksa sampai 480 jam atau penjara selama lima tahun.[135] Setelah integrasi Krimea, menurut laporan Dewan Masyarakat Sipil dan Hak-Hak Azasi Manusia (yang merupakan badan pemerintahan Rusia) di situs web mereka, orang-orang Tatar yang melawan pemerintahan Rusia yang baru akan dicekal, undang-undang Rusia yang membatasi kebebasan berpendapat diterima, dan pihak berwenang baru yang pro Rusia "melikuidasi" Patriarkhat Kyiv Gereja Ortodoks di semenanjung ini.[137] Setelah aneksasi, pada tanggal 16 Mei 2014 pihak berwenang pro Rusia di Krimea melarang peringatan tahunan Deportasi Bangsa Tatar Krimea oleh Stalin pada tahun 1944, dengan alasan "kemungkinan adanya provokasi oleh kaum ekstrimis".[138] Sebelumnya, ketika Krimea masih dikuasai oleh Ukraina, peringatan-peringatan ini dilaksanakan setiap tahun. Pihak berwenang pro Rusia juga melarang Mustafa Jemilev (seorang aktivis HAM, pengkritik Sovyet, anggota Parlemen Ukraina, dan mantan ketua Majelis Tatar Krimea) untuk masuk ke Krimea.[139] Selain itu, Majelis juga melaporkan bahwa para perwira dinas intelijen Rusia (FSB) menggerebek beberapa rumah warga Tatar Krimea pada pekan yang sama, dengan alasan "kecurigaan terhadap aktivitas teroris". Komunitas Tatar akhirnya tetap juga melakukan peringatan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan akbar,[139][140] menentang pelarangan ini.[140] Sebagai tanggapannya, pihak berwenang Rusia menerbangkan helikopter-helikopter di atas pertemuan-pertemuan umum mereka, untuk mengganggu mereka.[141] Reaksi UkrainaSegera setelah dimulainya pendudukan wilayah pada bulan Maret, Menteri Luar Negeri Ukraina memanggil Wakil Utama Rusia di Ukraina dan memberinya note verbale untuk memprotes pengakuan Republik Krimea oleh Rusia dan pencaplokannya setelah itu.[142] Dua hari kemudian, Verkhovna Rada mengecam perjanjian ini[143] dan berseru bahwa tindakan-tindakan Rusia merupakan "pelanggaran besar hukum internasional". Rada juga berseru kepada Dunia Internasional untuk tidak mengakui "apa yang disebut Republik Krimea" atau pencaplokan Krimea dan Sevastopol oleh Rusia sebagai subyek federal baru. Pada tanggal 15 April 2014, Verkhovna Rada menyatakan bahwa Republik Otonom Krimea dan Sevastopol berada di bawah "pendudukan sementara" oleh militer Rusia.[144] Wilayah-wilayah ini juga dianggap sebagai "bagian tak terpisahkan dari Ukraina" dan tunduk terhadap undang-undang Ukraina. Selain itu, sebuah undang-undang istimewa juga ditetapkan oleh Rada, yang membatasi gerakan warga negara asing dari dan ke Semenanjung Krimea dan melarang beberapa aktivitas usaha.[145] Undang-undang ini juga melarang badan-badan negara yang dibentuk dengan melanggar Undang-undang Ukraina dan menyebut bahwa tindakan mereka tidak berlaku secara hukum. Hak-hak pemilu Krimea untuk berpartisipasi dalam Pemilu Ukraina juga ditangguhkan.[146] Undang-undang ini tidak memiliki efek apa pun di Krimea karena adanya keadaan saling tidak mengakui antara Kyiv dan Simferopol. Reaksi dunia internasionalResolusi PBBResolusi Dewan Keamanan PBBPada tanggal 15 Maret 2014, sebuah resolusi yang diprakarsai oleh Amerika Serikat diajukan di dalam rapat Dewan Keamanan PBB untuk menegaskan kembali komitmen dewan ini menjaga "kedaulatan, kemerdekaan, kesatuan, dan keutuhan wilayah Ukraina". Sejumlah 13 anggota dewan mendukung resolusi ini, sementara RRC abstain dan Rusia memveto resolusi ini karena menyatakan bahwa Referedum Krimea 2014 mengenai masa depan Semenanjung Krimea adalah ilegal.[147] Veto Rusia di Dewan Keamanan PBB ini diikuti dengan sebuah referendum yang diadakan secara berhasil pada tanggal 16 Maret 2014 oleh badan legislatif Krimea dan pemerintahan lokal di Sevastopol. Setelah referendum, Republik Krimea memproklamasikan kemerdekaannya dari Ukraina sehari sesudahnya, mencari keanggotan PBB, dan meminta untuk bergabung dengan Federasi Rusia.[148] Pada hari yang sama, Rusia mengakui Krimea sebagai negara berdaulat.[149][150] Resolusi Sidang Umum PBBPada tanggal 27 Maret 2014, Sidang Umum PBB menyetujui sebuah resolusi (resolusi 68/282)[151] yang menuliskan bahwa referendum yang berakhir dengan pencaplokan Krimea oleh Rusia adalah ilegal. Rancangan resolusi yang semula berjudul "Keutuhan wilayah Ukraina" diprakarsai secara bersama oleh Amerika Serikat, Jerman, Kanada, Kosta Rika, Lituania, Polandia, dan Ukraina. Resolusi ini menegaskan komitmen Sidang Umum untuk menjaga "kedaulatan, kemerdekaan politik, kesatuan, dan keutuhan wilayah Ukraina dalam rangka perbatasan yang diakui secara internasional". Resolusi ini mencoba menggarisbawahi bahwa referendum yang dilakukan di Krimea dan Sevastopol pada tanggal 16 Maret 2014 tidak berlaku dan tidak bisa dijadikan dasar sebagai perubahan status Republik Otonom Krimea dan Kota Sevastopol. Resolusi ini didukung oleh 100 suara, sementara 11 negara menentangnya dan 58 negara abstain. Resolusi ini tidak mengikat dan pemungutan suara sejatinya hanya simbolis saja.[152] PengakuanSebagian besar negara di dunia tidak mengakui Krimea dan Sevastopol sebagai bagian dari Federasi Rusia. Negara-negara yang berada di bawah ini telah mengakui Referendum Krimea 2014.
KomentarGarry Kasparov (pemimpin oposisi Rusia dan mantan juara dunia catur), Zbigniew Brzezinski (mantan penasehat Keamanan Nasional AS), Hillary Clinton (mantan Menteri Luar Negeri AS), Lesya Orobets (anggota parlemen Ukraina), Karel Schwarzenberg (mantan Menteri Luar Negeri Ceska), dan John Baird (Menteri Luar Negeri Kanada) menyamakan tindakan Rusia terhadap Krimea ini dengan tindakan pemerintahan Nazi Jerman terhadap Austria setelah Olimpiade 1936 di Berlin dan sebelum Perang Dunia 2. Wolfgang Schäuble (Menteri Keuangan Jerman), Angela Merkel (Kanselir Jerman), dan Frank-Walter Steinmeier (Menteri Luar Negeri Jerman) menyatakan bahwa penyamaan tersebut tidak bisa diterima.[166] Walau demikian, Kanselir Merkel juga mengatakan, "Apa yang disebut referendum, proklamasi kemerdekaan, dan integrasi Krimea ke Federasi Rusia menurut pendapat kukuh kami adalah tindakan-tindakan yang melanggar hukum internasional,[167] dan sungguh memalukan bahwa Rusia menyamakan Kemerdekaan Kosovo dengan referendum kemerdekaan Krimea."[168] Perdana Menteri Britania Raya, David Cameron, menyatakan "Tidak ada penipuan atau proses demokratis yang busuk ataupun rujukan sejarah yang miring bisa menjustifikasi fakta ini; bahwa tindakan Rusia terhadap Krimea ini adalah sebuah penyusupan ke dalam sebuah negara berdaulat dan mengambil bagian tanah wilayahnya tanpa menghormati undang-undang negara tersebut atauvpun hukum internasional".[169] Presiden AS, Barrack Obama, berkomentar, "Referendum Krimea, yang melanggar UUD Ukraina dan terlaksana dalam keadaan paksa di bawah intervensi militer Rusia, tidak akan diakui oleh Amerika Serikat dan komunitas dunia internasional."[170] Dewan Eropa dan Komisi Eropa membuat pernyataan bersama, "Uni Eropa tidak mengakui referendum di Krimea yang melanggar hukum dan tidak sah, serta hasilnya." Mantan Kanselir Jerman Barat, Helmut Schmidt, menyebut tindakan Rusia "sungguh bisa dimengerti", dan menyatakan bahwa sanksi-sanksi yang ditimpakan oleh AS dan Uni Eropa "bodoh".[171] Senator AS, Lindsey Graham, menyatakan bahwa AS harus berusaha untuk "memacu ekonomi Rusia ke kehancuran".[172] Presiden Ceska, Miloš Zeman, berkata, "Meski saya mengerti kepentingan mayoritas rakyat Krimea yang berbahasa Rusia, juga bahwa Krimea dicaplokkan ke Ukraina oleh Khrushchev, kami juga memiliki pengalaman dengan Invasi Militer Rusia pada tahun 1968."[173] Mantan pemimpin Uni Sovyet, Mikhail Gorbachev, membela referendum yang menuju ke integrasi dengan Rusia. "Sementara Krimea sebelumnya digabungkan ke Ukraina [pada tahun 1954] berdasarkan Undang-undang Uni Sovyet, yang artinya Undang-undang Partai Komunis tanpa bertanya apa pun kepada rakyat, sekarang rakyat sendiri memiliki kesempatan untuk membetulkan kesalahan tersebut." [174] Sanksi-sanksi ditimpakan kepada sejumlah pejabat dan politisi Rusia serta Krimea untuk mencegah mereka bepergian ke Kanada, AS, dan Uni Eropa. Jepang juga mengumumkan beberapa sanksi yang lebih lunak daripada AS dan UE. Sanksi-sanksi ini termasuk penangguhan pembicaraan yang terkait dengan topik militer, luar angkasa, investasi, dan persyaratan visa.[175] Presiden Lituania, Dalia Grybauskaitė, memuji keputusan AS untuk menimpakan sanksi terhadap Rusia, dan mengatakan bahwa Obama memberi contoh yang baik.[176] Menanggapi sanksi-sanksi yang ditimpakan oleh AS dan UE, Duma atau parlemen Rusia secara unanim menerima resolusi meminta semua anggota Duma dimasukkan ke daftar sanksi.[177] Ketua oposisi, Sergei Mironov, dari Partai Rusia Yang Benar, menyatakan bahwa ia bangga dimasukkan ke daftar sanksi ini, "Saya bangga melihat nama saya berada di daftar hitam. Berarti mereka mengetahui pendapat saya tentang Krimea." [177] Tiga hari setelah daftar-daftar ini diumumkan, Kementerian Luar Negeri Rusia juga menerbitkan daftar sanksi balasan bagi warga AS, yang memuat sepuluh nama termasuk John Boehner (Ketua Majelis Rendah AS), Senator John McCain, dan dua penasehat Presiden Obama.[178] Beberapa orang yang mendapatkan sanksi menanggapinya dengan bangga, termasuk John Boehner, John McCain, Bob Menendez, Dan Coats, Mary Landrieu, dan Harry Reid. John Boehner berkata melalui jurubicaranya, Michael Steed, "Ketua Parlemen bangga dimasukkan ke dalam daftar yang bersedia melawan agresi Putin." John McCain berkicau di Twitter, "Saya bangga mendapatkan sanksi dari Putin. Saya tidak akan pernah berhenti melanjutkan usaha dan dedikasi saya bagi kebebasan dan kemerdekaan Ukraina, termasuk Krimea." [176] Menurut surat kabar Financial Times tanggal 21 Maret 2014, "Sampai baru-baru ini, yaitu awal minggu ini, beberapa anggota elit bisnis Moskow tidak perduli terhadap sanksi-sanksi ini. Namun para pengusaha Rusia sekarang tidak tersenyum lagi pada akhir minggu setelah AS memperluas sanksi-sanksi yang menyebar ke pasar-pasar keuangan dan menyentuh kepentingan usaha warga-warga terkaya Rusia." Tanggapan dunia kartografi
Lihat pulaCatatan kaki
Pranala luar |