Yu Huang Da Di

Lukisan tinta Kaisar Giok di atas sutra semasa Dinasti Ming, Abad ke-16

Kaisar Giok
Hanzi tradisional: 玉皇大帝
Makna harfiah: Kaisar Giok

Kaisar Giok atau Yu Huang Da Di (Hokkien= Giok Hong) dalam budaya China dan Taoisme adalah penguasa Surga dan semua alam lain di bawahnya, termasuk alam manusia dan neraka. Dia adalah salah satu dari para dewata terpenting dalam agama tradisional China. Menurut pandangan Taoisme, Kaisar Giok memimpin semua alam makhluk hidup dan yang dibawahnya, tetapi kedudukannya berada di bawah Sanqing. Dalam Taoistsecret dijelaskan bahwa dia menjadi pelindung keluarga kekaisaran semenjak abad ke sembilan.[1]

Di dalam hati rakyat Tiongkok zaman dulu, Kaisar adalah orang yang paling dihormati dan paling dijunjung tinggi dalam sebuah negara (Kerajaan). Sedangkan dalam pola berpikir dari umat agama tradisional China yang saleh, Yu Huang adalah Dewa Pertama Alam Langit, Dewata Tertinggi yang melaksanakan pemerintahan alam semesta dan dibantu oleh para dewata lain, seperti Dewa Matahari dan Dewi Rembulan, Dewa Bintang, Dewa Halilintar, Dewa Angin, Dewa Awan, dan lain-lain. Sehingga tidak dapat disalahkan jika orang Tionghoa menganggap bahwa Kaisar Giok adalah Tuhan mereka. Pandangan ini masih berlangsung sampai sekarang. Dia bertahta di surga tingkat 2 dikenal sebagai tavatimsa atau alam 33 dewa di sebuah istana yang disebut 淩霄寶殿 (Ling Xiao Bao Dian) yang berarti Istana Halimun Mukjizat.[2]

Berbagai kisah dan kebiasaan Tao mengasosiasikan Kaisar Giok dengan kebaikan, penyayang, pemerhati dan penolong. Dia mengunakan kekuasaannya untuk meningkatkan kehidupan manusia.[3]

Nama dan Gelar

Yu Huang disebut dalam banyak nama, di antara adalah:

  • Raja Giok (Hanzi: 玉皇; hanyu pinyin: Yù Huáng).
  • Kaisar Giok (Hanzi: 玉帝; hanyu pinyin: Yù Dì).
  • Kakek Langit (Hanzi:天公; hanyu pinyin: Tiān Gōng; Hokkian: Thi Kong). Panggilan yang biasa digunakan orang awam.
  • Kaisar Giok Agung Murni (Hanzi: 玉皇上帝; hanyu pinyin: Yu Huang Shangdi; Hokkian: Giok Hong Siong Te)
  • Kaisar Giok Agung Mulia (Hanzi: 玉皇大帝; hanyu pinyin: Yu Huang Dadi; Hokkian: Giok Hong Tay Te)
  • Hao Tian Shang Di (Hanzi: 昊天上帝)
  • Yu Tian Da Di (Hanzi: 玉天大帝)
  • Penguasa Tinggi Xuanling.
  • Gelar resmi yang jarang digunakan, Pembebas Damai, Pusat Roh Agung nan Gemilang, Buddha Kuno, Tersaleh dan Terhormat, Yang Mulia sang Kaisar Giok, Penguasa Tinggi Xuanling (太平普度皇靈中天至聖仁義古佛玉皇大天尊).
  • Shang Di (Hanzi:上帝 ; Hokkian: Siong Te).
  • Tuhan Yang Maha Esa. Sebutan dalam bahasa Indonesia oleh umat Agama Khonghucu/ Tridharma.

Legenda-legenda

Yu Huang Da Di banyak dikisahkan atau muncul dalam berbagai cerita legenda di China.

Asal usul

Dikisahkan bahwa Yu Huang sebenarnya merupakan putera mahkota Negeri yang Bercahaya Terang Benderang dan Elok penuh Suka-cita (Hanzi: 光嚴妙樂;hanyu pinyin: Guang Yan Miao Le). Ayah dia adalah Raja Jing De Guo Wang (淨德國王; Hokkien= Ceng Tee; lit. "Dermawan Suci-Murni") dan ibu dia Ratu Bao Yue Guang Wang Hou (寶月光王后; "Cahaya Rembulan yang Indah").[2][3] Negeri tersebut berada di daratan Tiongkok pada masa yang sangat lampau. Rakyatnya semua hidup bahagia, apa yang dikehendaki pasti akan terkabul.[4]

Raja dan permaisuri telah berusia lanjut, tetapi belum memiliki putera sebagai penyambung keturunan dan melanjutkan tahta kerajaan. Selama bertahun-tahun mereka berdoa kepada Thian, hingga suatu malam permaisuri bermimpi bertemu dengan Tai Shang Lao Jun yang sedang mengendarai kereta naga emas. Ia sedang menggendong anak kecil yang bercahaya, sang permaisuri memohon agar bayi itu diserahkan kepadanya. Tai Shang Lao Jun bersedia dan tak lama kemudian permaisuri hamil, setelah sembilan bulan melahirkan seorang putera.[4]

Saat kelahirannya, Yu Huang memancarkan cahaya luar biasa yang memenuhi seluruh kerajaan. Saat masih muda, dia sangat baik, pandai, dan bijak. Ia mengisi seluruh masa kanak-kanaknya dengan menolong yang membutuhkan (yang miskin dan menderita, yang ditinggalkan dan sendirian, yang lapar dan lumpuh). Terlebih lagi, ia menghormati dan murah hati kepada manusia dan semua makhluk.

Setelah ayahnya meninggal, dia naik tahta. Ia memastikan setiap orang di kerajaannya menemukan kedamaian dan tercukupi. Setelah itu, Yu Huang mengatakan kepada para menterinya bahwa dia ingin mempelajari Tao di atas Tebing Terang dan Harum.

Setelah 1.550 kalpa, tiap kalpa adalah sepanjang 129.600 tahun, dia menerima Keabadian Emas (versi lain menetapkan bahwa dia memperoleh keabadian setelah melewati 1.750 ujian yang masing-masing adalah sepanjang 120.976 tahun[1]). Setelah seratus juta tahun pelatihan selanjutnya, akhirnya dia menjadi Yù Dì (berdasarkan penjabaran tersebut, panjang periode sebelum dia menjadi Kaisar Giok adalah sekitar 300.880.000 tahun).

Menolong manusia

Pada saat menjadi raja manusia, Yu Huang sangat bijaksana dan penuh welas-asih. Ia pergi bertapa dan menyelidiki sebab-musabab penyakit dan kematian pada diri manusia ke Siu Yen di negeri P'u Ming (Negeri yang Selalu Bercahaya) yang berada di Selatan. Setelah menemukan pengetahuan tentang kesukaran yang dialami umat manusia pada masa itu, ia kembali dan mengajarkan pengetahuan tersebut kepada rakyatnya.[4]

Setelah mangkat, raja yang bijaksana itu hidup abadi di langit. Ia selalu mengamati bumi dan terharu melihat keadaan manusia di bumi yang penuh kesukaran. Karena tidak tahan lagi melihat penderitaan umat manusia, 800 tahun kemudian ia memutuskan untuk turun sekali lagi ke bumi. Bumi ia tata kembali, hujan membasahi tanaman, bunga memenuhi bumi yang gersang dan sunyi, satwa dan unggas terbang dengan gembira, burung-burung bercicit menyemarakkan hutan yang sunyi, rakyat bersorak gembira menyambut tahun baru yang disemarakkan musim semi. Karena bukan penduduk bumi lagi, raja bijaksana harus kembali ke langit, tetapi ia berjanji untuk datang setiap tahun untuk membahagiakan umat manusia.[4]

Ribuan tahun kemudian, umat manusia mulai kehilangan makna kebahagiaan yang diberikan oleh raja bijaksana dan di mana-mana kejahatan mulai timbul. Saat ia turun untuk yang terakhir kalinya, manusia justru menangkap dan menganiayanya. Dengan kekuatannya, ia dapat bebas, tetapi tidak bersedia untuk datang lagi ke bumi. Rakyat baru menyadari siapa sosok yang baru saja mereka aniaya, tetapi semua sudah terlambat. Semenjak saat itu,manusia menyebutnya sebagai Yu Huang Da Di.[4]

Memusnahkan kejahatan

Salah satu legenda mengisahkan bagaimana Kaisar Giok menjadi pemimpin semua dewata di surga. Ini adalah salah satu dari sedikit legenda yang menampilkan Kaisar Giok benar-benar menunjukkan kekuatannya.

Pada permulaan waktu, bumi masih sukar untuk ditinggali; jauh lebih keras daripada zaman sekarang. Orang-orang sangat sulit bertahan hidup; tidak hanya mereka harus menghadapi kondisi yang sukar, tetapi juga karena ada banyak monster yang berkeliaran. Pada masa itu para dewata yang melindungi juga masih sedikit. Juga ada banyak iblis jahat serta kuat yang merusuhi para dewata di langit. Saat itu Kaisar Giok masih dewa biasa yang berkelana di muka bumi untuk menolong sebanyak mungkin manusia sesuai kesanggupannya. Ia merasa sedih karena kemampuannya terbatas dan hanya dapat meringankan penderitaan manusia. Dia memutuskan untuk undur diri pada sebuah gua di suatu gunung dan berlatih Tao kembali. Ia melampaui 3.200 ujian, setiap ujian adalah selama 3 juta tahun.

Sayangnya sesosok makhluk jahat yang sangat kuat—iblis, yang berdiam di bumi—berambisi untuk mengalahkan semua dewata dan roh-roh suci di surga serta memproklamirkan penguasaan atas seluruh alam semesta. Makhluk jahat tersebut juga undur diri bertapa untuk meningkatkan kekuatannya, saat itu Kaisar Giok sudah memulai pertapaannya. Ia melewati 3000 ujian, masing-masing sepanjang 3 juta tahun pula. Setelah melewati ujian terakhirnya, ia merasa yakin bahwa tidak ada yang bisa mengalahkannya. Ia kembali ke dunia dan merekrut pasukan iblis dengan tujuan menyerang surga.

Para dewata yang sadar akan bahaya tersebut segera mempersiapkan diri untuk perang. Namun mereka tidak mampu mengalahkan iblis maha kuasa itu dan semuanya terkalahkan.

Untungnya Kaisar Giok sudah menyelesaikan pelatihannya pada saat perang tengah berkecamuk. Ia mengubah dunia agar lebih mudah ditinggali oleh manusia dan mengusir semua jenis monster. Tiba-tiba dia melihat aura kejahatan bersinar dari surga dan menyadari ada sesuatu yang salah. Ia terbang naik dan melihat tengah terjadi perang di surga, para dewa yang ada tidak ada yang sanggup menahan iblis yang teramat kuat yang menyerang mereka. Kaisar Giok menengahi dan menantang si iblis sehingga keduanya bertarung. Gunung-gunung berguncang dan sungai serta lautan bergejolak; akhirnya Kaisar Giok menjadi pemenang karena pelatihannya yang lebih mendalam dan bijak, bukan untuk kekuatan tetapi untuk kewelasasihan. Setelah mengalahkan si iblis, semua iblis yang lain dicerai-beraikan oleh para dewata dan roh-roh suci.

Karena tindakan dia yang mulia dan bajik, para dewata, roh-roh suci, dan manusia mengangkat Kaisar Giok sebagai penguasa tertinggi dari semuanya.

Penciptaan

Legenda penciptaan China menyebutkan bahwa dunia dimulai dengan wuji (無極, kekosongan), Yu Huang merupakan kepala dari para dewata tetapi bukan merupakan sang pencipta. Taoisme menyebutkan bahwa para pencipta semesta adalah Sanqing.

Menurut versi lain kisah penciptaan, Yu Huang membentuk manusia-manusia pertama dari tanah liat kemudian menjemurnya di bawah terik matahari agar mengeras. Tiba-tiba turun hujan sehingga beberapa di antaranya menjadi rusak. Demikianlah dikatakan awal mula penyakit dan cacat tubuh.

Kisah penciptaan manusia dari lumpur juga didedikasikan kepada Nuwa yang membentuk manusia dari lumpur sungai kuning satu demi satu dengan kedua tangannya sendiri, menjadi orang-orang bangsawan. Setelah kewalahan, ia mencelupkan selendangnya ke dalam lumpur kemudian mengayun-ayunkannya. Tiap tetesan lumpur tersebut menjadi manusia-manusia biasa. Alternatif kisah penciptaan lain diberikan kepada Pangu di mana manusia awalnya adalah kutu di badannya.

Perjalanan ke Barat

Pada novel populer karya Wu Chengen, Yu Huang muncul beberapa kali dalam kisahnya.

Gadis Penenun dan Gembala Sapi

Dikisahkan bahwa Yu Huang memiliki putri bernama Zhinü (Hanzi: 織女;hanyu pinyin: zhī nǚ atau Chih'nü; Gadis Penenun). Gadis tersebut bertugas menenun awan berneka warna di surga. Versi lain menyebutkan putri itu adalah Dewi Penenun, putri Yu Huang dengan Ibu Ratu Surga, yang menenun Sungai Perak ( Bima Sakti), yang menerangi surga dan bumi. Versi lain lagi, ia adalah penjahit yang bekerja untuk Yu Huang.

Setiap hari Zhinü turun ke bumi dengan bantuan jubah ajaib untuk mandi. Suatu hari, seorang penggembala sapi yang sederhana bernama Niu Lang (Hanzi: 牛郎;hanyu pinyin: niú láng) melihat Zhinü saat ia sedang mandi di sungai kecil. Niu Lang jatuh cinta pada pandangan pertama kemudian mencuri jubah ajaib miliknya yang ditinggalkan di tepi sungai, akibatnya Zhinu tidak dapat kembali ke surga. Niu Lang kemudian membawanya kembali ke rumahnya.

Setelah Yu Huang mengetahui kejadian tersebut, ia menjadi murka tetapi tidak dapat berbuat apa-apa, karena saat itu putrinya telah jatuh cinta dan menikah dengan si penggembala (kemarahan Kaisar Giok memiliki alasan karena kepergian Zhinu menyebabkan tugasnya di surga menjadi terbengkalai). Setelah sekian waktu berlalu, Zhinü rindu akan rumahnya serta ayahnya. Suatu hari ia menemukan kotak yang berisi jubah ajaibnya yang selama ini disembunyikan oleh suaminya. Ia memutuskan untuk mengunjungi ayahnya di surga. Saat di surga, Yu Huang menciptakan sebuah sungai melintasi angkasa (Bima Sakti) sehingga Zhinü tidak dapat melintasi kembali kepada suaminya. Namun Yu Huang berwelas asih kepada pasangan kekasih tersebut. Setiap Imlek tanggal tujuh bulan tujuh, dia memperbolehkan keduanya untuk bertemu di jembatan di atas sungai.

Kisah ini menggambarkan konstelasi di langit malam. Zhinü adalah bintang Vega pada konstelasi Lyra di sisi timur Bima Sakti, sementara Niu Lang adalah bintang Altair pada konstelasi Aquila di sisi barat. Pada saat seperempat bulan pertama (hari ke tujuh) dari penanggalan Imlek (sekitar Agustus), kondisi cahaya di langit menyebabkan Bima Sakti tampak lebih redup, sehingga memunculkan kisah tentang sepasang kekasih yang tidak lagi dipisahkan pada satu hari itu setiap tahun.

Tanggal tujuh bulan tujuh penanggalan Imlek merupakan hari raya di China yang disebut Festival Qixi, yang merupakan hari khusus untuk pasangan kekasih muda, semacam hari Valentin bagi bangsa barat. Di Jepang, hari tersebut dinamakan Tanabata (Hari Bintang), dan di Korea disebut Chilseok. Jika turun hujan pada hari tersebut, dikatakan bahwa Zhinü menangis karena bahagia karena dapat bertemu kembali dengan suaminya.

Shio

Terdapat beberapa versi kisah tentang bagaimana kedua belas binatang Shio terpilih. Salah satunya, Yu Huang, meskipun memimpin Surga dan Bumi secara adil dan bijak selama bertahun-tahun, tetapi tidak memiliki waktu untuk benar-benar mengunjungi bumi secara langsung. Dia menjadi penasaran bagaimana wujud makhluk hidup yang tinggal di atasnya. Akhirnya dia meminta semua binatang untuk datang mengunjunginya. Kucing adalah binatang paling tampan dari segala hewan, ia meminta tikus temannya untuk membangunkannya pada hari mereka berangkat ke Surga sehingga ia tidak kesiangan. Si tikus sebenarnya merasa khawatir dirinya terlihat jelek saat bersanding dengan kucing sehingga ia tidak membangunkan temannya itu. Akibatnya kucing ketinggalan pertemuan dengan Kaisar Giok dan digantikan oleh babi. Yu Huang merasa terpuaskan oleh kehadiran hewan-hewan tersebut dan memutuskan untuk membagi dua belas tahun di antara mereka. Setelah kucing terbangun dan mengetahui apa yang terjadi, ia menjadi murka dengan tikus dan bermusuhan hingga sekarang.

Dalam daftar shio Vietnam dan Jepang, kucing menempati posisi kelinci.

Awal mula Liang Liong

Setiap perayaan Tahun Baru Imlek, masyarakat China biasa memainkan pertunjukan Liang Liong dan Barongsai. Pertunjukan Liang Liong sendiri memiliki kisah yang berkaitan dengan Yu Huang Da Di.

Pada suatu ketika, suatu wilayah di China mengalami kekeringan yang berkepanjangan. Para petani menderita gagal panen dan persediaan makanan rakyat semakin menipis. Pemimpin wilayah tersebut merupakan seseorang yang berbudi dan dicintai rakyatnya. Suatu hari seorang petani menemukan seekor ular raksasa di sawahnya kemudian menunjukkan kepada sang pemimpin. Ia kemudian membawa pulang ular tersebut dalam kurungan dengan maksud memeliharanya. Anehnya ular tersebut tidak mau makan tikus yang diberikan kepadanya sebagai makanan, melainkan malah mengonsumsi sayur-sayuran.

Suatu malam sang pemimpin bermimpi bertemu seekor naga. Naga tersebut mengatakan bahwa dirinya adalah ular raksasa yang dipelihara di rumahnya. Ia melakukan suatu kesalahan sehingga dihukum Kaisar Langit menjadi seekor ular. Naga tersebut mengatakan kepadanya bahwa Surga menghukum wilayah tersebut karena rakyatnya mempersembahkan daging kepada para dewa. Sang pemimpin harus mengajak seluruh rakyatnya untuk mengadakan suatu ritual mohon pengampunan kepada Kaisar Langit dan jangan pernah mempersembahkan produk daging lagi kepada mereka, atau sang naga akan kembali memperoleh hukuman.

Ia segera mengumpulkan rakyatnya dan mengadakan persembahan kepada Kaisar giok. Pada hari perayaan tersebut berlangsung, hujan mulai turun dari langit dengan deras. Rakyat bersuka cita. Namun ada seorang penduduk yang mempersembahkan produk daging di rumahnya, karena selama ini mereka selalu mempersembahkan tiga produk daging (hewan udara diwakilkan ayam, hewan darat diwakilkan babi, dan hewan laut diwakilkan ikan) kepada para dewata. Hujan yang semula berupa air biasa tiba-tiba berubah berwarna merah dan potongan tubuh naga berjatuhan dari langit. Sang pemimpin segera menyadari bahwa ada di antara rakyatnya yang mempersembahkan produk daging dalam ritual tersebut.

Untuk menunjukkan penyesalannya, semenjak saat itu masyarakat mengadakan pertunjukan Liang Liong untuk menyambut hari Tahun Baru Imlek.

Kultus

Di dalam klenteng, biasanya tidak terdapat gambar atau arca Yu Huang Da Di. Untuk sembahyang kepadanya cukup disediakan sebuah pedupaan besar (berbentuk seperti kuali besar berkaki tiga) yang terletak di depan ruang utama. Pedupaan ini dinamakan Tian Gong Lu (Hanzi:天公爐; Fujian/Hokkian: Hiolo Thi Kong atau Hiolo). Pada waktu bersembahyang di Klenteng, pertama kali umat berdoa kepada Tian Gong dengan membakar dupa dan menancapkannya di hiolo sebelum bersembahyang kepada para dewata lainnya. Para dewata di sini adalah sebagai wakil Tuhan (Yu Huang Da Di) di dunia yang mendengarkan segala doa dari umatnya untuk keperluan tertentu, misalnya: kesehatan, pekerjaan atau bisnis supaya lancar, karier semakin meningkat, dapat jodoh, keluarga harmonis, atau sekadar menumpahkan perasaan hatinya.[2]

Namun ada pula kelenteng yang khusus memuja Yu Huang Da Di, yang ditampilkan dengan wujud seorang kaisar yang berpakaian kuno, mengenakan mahkota dengan bagian atas datar serta dihiasi untaian mutiara pada bagian depan, dan memegang sebilah Hu (bilah dari gading atau sejenisnya yang digunakan oleh menteri-menteri zaman kuno untuk menghadiri sidang kerajaan). Yu Huang Da Di adalah Dewata Tertinggi sebagai Pelaksana Pemerintahan alam semesta, dan mewakili Tuhan dalam memerintah alam semesta. Oleh karena itu dia ditampilkan dengan memegang Hu, yang digunakan dalam upacara menghadap atasannya yaitu Sanqing.[1][2]

Birokrasi Surga

Kaisar Giok memerintah seluruh Surga, Bumi, dan Dunia Bawah/ Neraka dengan dibantu sangat banyak pembantu sipil dan birokrat. Dia memutuskan dan membagikan pahala dan pengampunan kepada para orang suci, yang hidup, dan yang telah meninggal berdasarkan suatu sistem welas asih yang disebut Naskah Emas Prinsipal Giok. Pengadilan Surgawi tersebut menyerupai pengadilan kerajaan di dunia manusia; terdapat prajurit, birokrat, keluarga kerajaan, dan bangsawan. Setiap departemen diawasi oleh sesosok Dewa atau Roh Suci.[3]

Kedua asisten Yu Huang adalah Cheng Huang dan Tu Di Gong yang menulis laporan keadaan dunia. Setiap kota memiliki sesosok Cheng Huang (Dewa Kota) yang melindungi. Dia tidak hanya melindungi kota dari serangan, tetapi juga menjaga agar "Dewa Kematian" tidak mengambil nyawa melebihi apa yang diotoritaskan kepadanya. Tu Di Gong adalah Dewa Bumi lokal (kota, desa, jalan, rumah). Meskipun tidak terlalu berkuasa, tetapi dia adalah birokrat Surga yang paling sederhana dan paling dekat dengan manusia sehingga siapapun dapat dengan mudah memohon pertolongannya. Biasanya dia digambarkan sebagai seorang tua yang ramah. Setiap tahun, asisten yang ketiga, Zao Jun, mengirimkan laporan tingkah laku manusia kepada Yu Huang.[3]

Festival Bài Tiān Gōng

Festival Ulang Tahun Yu Huang pada Kuil Yuzun di Sanxing, Yilan, Taiwan

Hari ulang tahun Kaisar Giok (天公生) adalah pada hari kesembilan bulan pertama penanggalan Imlek.[5] Pada hari tersebut, kuil-kuil Tao mengadakan ritual bài Tiān Gōng (拜天公) secara harafiah diterjemahkan sebagai "Menyembah Kakek Surga". Para pendeta dan umat bersujud, membakar hio, dan mempersembahkan makanan.

Upacara ini mulanya bersumber pada "Pemujaan Alam Semesta" atau sembahyang kepada Pencipta Alam. Dalam pandangan orang Tionghoa, Alam Semesta terdiri atas Tiga Alam, yaitu Langit (Thian), Bumi (Di), dan Air (Sui), masing-masing memiliki penguasanya sendiri-sendiri. Pada masa Dinasti Song, pemujaan ketiganya digabungkan menjadi satu, yaitu pemujaan kepada "Maha Dewa yang paling Berkuasa di Seluruh Alam Semesta", yaitu Yu Huang Da Di.[4]

Tradisi di Indonesia

Hari raya ini dirayakan relatif sederhana, tidak dirayakan besar-besaran sebagaimana Tahun Baru Imlek atau Cap Go Meh. Warga Tionghoa di Indonesia umumnya menyebut Sembahyang Thian ini sebagai "Sembahyang Sam Kai" atau "Sembahyang Keng Ti Kong".[4]

Sehari sebelumnya, warga Tionghoa membersihkan rumah dan seluruh peralatan rumah tangga. Malam harinya, mereka menyediakan meja sesaji untuk menghormati Yu Huang Da Di. Biasanya makanan yang dipersembahkan adalah manisan (seperti manisan cermai dan kolang-kaling), buah-buahan, sepasang lilin, bebungaan, dupa, dan sepasang batang tebu diikatkan di kedua sisi meja. Sembahyang dilakukan pada saat tengah malam sambil mengucapkan terima kasih kepada Yu Huang Da Di.[4]

Tradisi di Taiwan

Pada pagi hari, warga Taiwan menyiapkan altar tiga tingkat di rumah mereka: lapisan paling atas (berisi enam jenis sayuran (六齋), mie, buah-buahan, kue, tangyuan,mangkuk sayuran, dan sirih muda, semua dihiasi lampion) dan dua lapisan bawahnya (berisi lima persembahan dan arak) ditujukan untuk menghormati para dewata bawahan Yu Huang. Tangyuan adalah sejenis kue dari tepung ketan yang diisi pasta kacang merah kemudian direbus. Para umat kemudian menghormat tiga kali kemudian menyembah (berbaring) sembilan kali untuk berterima kasih secara mendalam dan mendoakan dia panjang umur.[5]

Perayaan Tahun Baru Imlek

Tepat sebelum Tahun Baru Imlek, yaitu pada tanggal 24 bulan 12 Imlek, Dewa dapur Zao Jun mengirimkan laporan mengenai catatan tingkah laku setiap anggota keluarga yang ia jaga sepanjang tahun kepada Yu Huang Da Di. Yu Huang akan memutuskan untuk memberikan hadiah atau hukuman berdasarkan laporan tersebut. Pada saat festival tahun baru, dia juga dipuja dengan menyalakan dupa dan mempersembahkan makanan. Meskipun Kaisar Giok vegetarian, tetapi masyarakat masih mempersembahkan makanan daging karena mungkin saja Yu Huang memiliki tamu yang tidak bervegetarian.[3]

Pendahulu dan Pengganti

Yu Huang Da Di sebenarnya adalah wakil dari Yuanshi Tianzun. Yuanshi Tianzun merupakan permulaan paling awal, Pencipta Surga dan Bumi yang abadi dan tanpa batas, yang memilih Yu Huang sebagai pengganti dirinya untuk mengatur alam. Kaisar Giok suatu saat nanti akan digantikan oleh Tuan Surgawi atas Fajar Giok dari Pintu Emas (金闕玉晨天尊).[6] Nama keduanya ditatahkan pada bagian depan kedua lengan tahta Yu Huang. Pada dua tulisan pasir (Fuji, metode ramalan menggunakan media tongkat dan pasir) pada tahun 1925 dan 1972, Guan Yu menjadi Kaisar Giok ke-18 pada tahun 1840 M,[7][8][9] tetapi sebagian besar tidak setuju bahwa Guan Yu telah menggantikan Kaisar Giok sehingga keduanya dipuja secara terpisah.[10] Menurut ajaran Tienti (Gereja Penguasa Semesta), Kaisar Giok yang sekarang memiliki 55 pendahulu.[11]

Shangdi dan Tian

Seiring berjalannya waktu, terjadi asimilasi dan penyerapan (sinkretisme) antara Shangdi, Tian, dan Yu Huang Da Di. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan berikut:

Rakyat Tiongkok terutama orang Hokkian (Fujian) menganggap Giok Hong Siong Tee (Yu Huang Da Di dalam bahasa Fujian) sebagai Thi Kong (Thian Gong), karena Giok Hong Tai Tee adalah Dewata Tertinggi sebagai Pelaksana Pemerintahan Alam Semesta.[2]

Yu Huang Da Di dalam Buddhisme

Dalam Buddhisme, Yu Huang Dadi disamakan dengan Dewa Śakra atau Indra dan merupakan pelindung dharma (Dharmapala). Dalam Shurangama Mantra, nama dia diucapkan sebagai Yin Two La Ye (Namo Yin Two La Ye, 南 無 因 陀 羅 耶). Dia tinggal di Surga Trayastrimsa (Bahasa Sanskerta yang berarti Surga Tiga Puluh Tiga) di puncak Gunung Sumeru, dikelilingi masing-masing 8 surga di keempat penjuru mata angin. Tingginya adalah 80.000 yojana, dan kotanya yang bernama Kota Berpemandangan Indah terbuat dari tujuh jenis materi berharga serta tingginya adalah 60.000 yojana. Istana Sakra berada di tengah kota, terbuat dari permata-permata paling berharga.[1]

Kuil Yu Huang

Hong Kong

Yuk Wong Po Tin di A Kung Ngam, Hong Kong.

Kuil "Yuk Wong Po Tin" (玉皇寶殿 Yu Huang Bao Dian) di Hong Kong berlokasi di A Kung Ngam. Pada pertengahan abad ke-19, orang-orang dari Huizhou dan Chaozhou menambang batu pada sebuah bukit untuk pengembangan pusat wilayah perkotaan. Mereka mendirikan sebuah kapel untuk memuja Yuk Wong. Pada permulaan abad ke- 20, kapel tersebut dipugar menjadi kuil kecil selanjutnya direnovasi beberapa kali. Renovasi paling terakhir adalah pada tahun 1992.

Toponim

Sebuah kawah di Rhea (satelit planet Saturnus), ditemukan oleh pesawat angkasa Voyager 2, dinamakan sesuai nama dia.

Lihat Pula

Referensi

  1. ^ a b c d Taoistsecret.com. 2006. Unduh= 8 Maret 2013. The Jade Emperor (玉 皇 大 帝, Yu Huang Da Di).
  2. ^ a b c d e Jindeyuan.org. 15 Desember 2011. Unduh=8 Maret 2013. Giok Hong Tay Te – Maha Dewa Pelaksana Pemerintahan Alam Semesta Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.
  3. ^ a b c d e Nationsonline.org. Unduh= 8 Maret 2013. Jade Emperor.
  4. ^ a b c d e f g h C.A. Partono, M. Singgih, N.S. Aprilia, S. Timotius. April 2011. "Kisah Para Suci", Cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan BAKTI.
  5. ^ a b Lin Meirong. 2011. Diunduh= 12 September 2012. Jade Emperor, Encyclopedia of Taiwan Diarsipkan 2014-02-22 di Wayback Machine.. Penerbit=Council for Cultural Affairs
  6. ^ "道教的神". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-19. Diakses tanggal 2013-03-11. 
  7. ^ 洞冥寶記[pranala nonaktif permanen]
  8. ^ "關聖帝君受禪玉帝經略". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-17. Diakses tanggal 2013-03-11. 
  9. ^ 瑤池聖誌
  10. ^ "寫給天道道親的一封信". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-24. Diakses tanggal 2013-03-11. 
  11. ^ "教源──道統衍流 天帝立教道統衍流". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-08-21. Diakses tanggal 2013-03-11.