Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan adalah gelar kerajaan dari penguasa negara bagian Malaysia, Negeri Sembilan. Penguasa Negeri Sembilan dipilih oleh sebuah dewan kepala suku yang berkuasa di negara bagian, atau undang datuk-datuk. Praktik kerajaan telah berjalan sejak tahun 1773. Yang Di-Pertuan Besar dipilih dari antara empat pangeran terkemuka Negeri Sembilan (Putera Yang Empat).
Bentuk pemerintahan Negeri Sembilan mengambil model adat Perpatih dari tanah leluhurnya di Minangkabau. Bentuk yang unik ini kemudian mengilhami Perdana Menteri pertama Malaysia, Tunku Abdul Rahman, untuk menerapkan bentuk monarki konstitusional rotasi bagi negara Malaysia yang baru merdeka. Meniru sistem ini, maka dibuatlah jabatan Yang di-Pertuan Agong Malaysia.
Sejarah
Negeri Sembilan telah menerima perantau dari Minangkabau, Sumatra sejak ratusan tahun lalu. Sebelum pelaksanaan bentuk unik monarki, daerah itu diperintah oleh Kesultanan Malaka. Setelah Malaka dikalahkan oleh Portugis, Negeri Sembilan dikuasai oleh Kesultanan Johor.
Besarnya peran dan kekuasaan orang-orang Minang disana, maka diputuskan untuk mengambil seorang raja atau sultan dari Minangkabau. Pada periode 1760-1770, sebuah dewan pemimpin yang dikenal sebagai datuk-datuk penghulu luhak berangkat ke Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau untuk mencari seorang pemimpin.
Setibanya disana Raja Pagaruyung memberi mereka pemimpin, yaitu putranya, Raja Mahmud. Raja Mahmud kemudian dikenal sebagai Raja Melewar ketika ia datang ke Negeri Sembilan. Ketika Raja Melewar meninggal pada 1795, bukan memilih anaknya sebagai pemimpin baru mereka, dewan pemimpin yang sama sekali lagi berangkat menuju tanah leluhur mereka. Kali ini, raja Pagaruyung memberikan salah satu dari anaknya yaitu Raja Hitam sebagai Yamtuan Besar mereka di Negeri Sembilan. Raja Hitam menikah dengan putri Raja Melewar, Tengku Aisyah, namun mereka tidak memiliki keturunan. Dia meninggal pada tahun 1808.
Sekali lagi, para pemimpin Negeri Sembilan pergi ke Minangkabau untuk mencari pengganti pemimpin mereka. Untuk ketiga kalinya Raja Pagaruyung mengirimkan putranya yaitu Raja Lenggang. Ia menikahi putri kedua Raja Hitam, Tuanku Angah, dari pernikahan yang lain. Dari pasangan ini mereka mempunyai dua putra, yaitu Tuanku Radin dan Tuanku Imam.
Sebelum dia meninggal pada tahun 1824, Raja Lenggang mengatakan keinginannya bahwa Tuanku Radin dijadikan Yang Di-Pertuan Besar. Dengan keputusan ini, maka datuk-datuk undang tidak lagi melakukan perjalanan ke Pagaruyung. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, Negeri Sembilan memiliki seorang pemimpin turun-temurun.
Yang Di-Pertuan Radin berkuasa selama 30 tahun sebelum ia meninggal. Kemudian kakaknya, Yang Di-Pertuan Imam, memerintah selama delapan tahun. Ketika ia meninggal, Negeri Sembilan berada dalam kondisi ketidakpastian, yaitu ketika anak Tuanku Radin, Tuanku Antah, dan putra Yang Di-Pertuan Imam, Tuanku Ahmad Tunggal, berebut tahta.
Dewan tidak ingin menerima Tuanku Ahmad Tunggal, sehingga Tuanku Antah menjadi penguasa sampai 1888. Putranya, Tuanku Muhammad Shah, kemudian mengambil alih sampai kematiannya pada tahun 1933. Putra Tuanku Muhammad Shah, Tuanku Abdul Rahman, mengambil alih pada tahun 1933. Tuanku Abdul Rahman kemudian menjadi Yang Di-Pertuan Agong pertama Malaysia pada tahun 1957.
Anak yang terakhir, Tuanku Munawir, naik tahta pada tahun 1960 dan memerintah hingga tahun 1967. Ketika Tuanku Munawir meninggal, adiknya, Tuanku Ja'afar ibn Tuanku Abdul Rahman, menjadi penguasa Negeri Sembilan. Tuanku Jaafar juga menjabat sebagai Yang Di-Pertuan Agong Malaysia yang ke-sepuluh. Selama periode ini, Negeri Sembilan juga diperintah oleh seorang pelaksana tugas raja (bahasa Melayu: Pemangku Yang di-Pertuan Besar), Laksamana Tunku Naquiyuddin.
Pemilihan Yang Di Pertuan Besar
Negeri Sembilan mengikuti tradisi minangkabau dalam memilih seorang pemimpin melalui sebuah konsensus diantara para Dato' Undang Yang Empat. Konstitusi Negara Bagian Negeri Sembilan menetapkan pilihan penerus YamTuan diserahkan kepada Dato' Undang Yang Empat (kepala suku).
Disadur dari "Undang-undang Dasar Negeri Sembilan, 1959"[1]:
Chapter 3 : THE YANG DI-PERTUAN BESAR
VII. (1) There shall be a Yang di-Pertuan Besar of the State to exercise the functions and powers of a Ruler in accordance with this Constitution and who shall take precedence over all other persons in the State.
(2) The Yang di-Pertuan Besar shall be such person as shall be elected by the Undangs of the territories of Sungai Ujong, Jelebu, Johol and Rembau in the manner hereinafter provided and in accordance with the custom of the State.
(3) No person shall be elected as Yang di-Pertuan Besar of the State unless He shall be a male of the Malay race, of sound mind and professing the religion of the State, who is a lawfully-begotten descendant in the male line of Raja Radin ibni Raja Lenggang.
(4) Upon the death of a Yang di-Pertuan Besar, leaving male issue him surviving, the Undangs of the territories of Sungai Ujong, Jelebu, Johol and Rembau shall forthwith choose a successor from the said male issue:
Provided that if, in the opinion of the said Undangs, there is no suitable and competent person among the said male issue, then a person shall be chosen from the first of the following classes or failing, in their opinion any suitable and competent person in that class, then from the second and subsequent classes in the order stated, that is to say–
Firstly, the brothers of the deceased Yang di-Pertuan Besar;
Secondly, the paternal uncles of the deceased Yang di-Pertuan Besar;
Thirdly, the grandsons of the deceased Yang di-Pertuan Besar;
Fourthly, the sons of the brothers of the deceased Yang di-Pertuan Besar;
Fifthly, the sons of the paternal uncles of the deceased Yang di-Pertuan Besar.
Yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
Bab 3: YANG DI-PERTUAN BESAR
VII.
(1) Harus ada Yang di-Pertuan Besar Negara untuk melaksanakan fungsi dan kekuasaan Penguasa sesuai dengan Konstitusi ini dan yang harus didahulukan dari semua orang lain di Negara.
(2) Yang di-Pertuan Besar adalah orang yang akan dipilih oleh Undang-undang wilayah Sungai Ujong, Jelebu, Johol dan Rembau dengan cara selanjutnya ditentukan dan sesuai dengan kebiasaan Negara.
(3) Tidak seorang pun dapat dipilih sebagai Yang di-Pertuan Besar Negara kecuali Ia laki-laki dari ras Melayu, berakal sehat dan memeluk agama Negara, yang merupakan keturunan yang diperanakkan secara sah dalam garis laki-laki dari Raja Radin ibni Raja Lenggang.
(4) Setelah kematian Yang di-Pertuan Besar, meninggalkan keturunan laki-laki yang masih hidup, Undang wilayah Sungai Ujong, Jelebu, Johol dan Rembau harus segera memilih penerus dari keturunan laki-laki tersebut:
Asalkan, jika menurut Undang-undang tersebut, tidak ada orang yang cocok dan kompeten di antara masalah laki-laki tersebut, maka seseorang akan dipilih dari yang pertama dari kelas berikut atau gagal, menurut pendapat mereka, orang yang cocok dan kompeten dalam kelas itu, lalu dari kelas kedua dan selanjutnya dalam urutan yang disebutkan, yaitu :
Pertama, saudara kandung dari almarhum Yang di-Pertuan Besar;
Kedua, paman dari pihak ayah almarhum Yang di-Pertuan Besar;
Ketiga, cucu almarhum Yang di-Pertuan Besar;
Keempat, anak laki-laki dari saudara almarhum Yang di-Pertuan Besar;
Kelima, anak laki-laki dari paman dari pihak almarhum Yang di-Pertuan Besar.