Toko kelontong atau toko swalayan (bahasa Inggris: convenience store) adalah suatu toko kecil yang umumnya mudah dijangkau oleh khalayak atau masyarakat setempat. Toko semacam ini umumnya berlokasi di jalan yang ramai, stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), atau stasiun kereta api. Toko kelontong sering ditemukan di tengah-tengah pemukiman padat perkotaan. Kebanyakan toko kelontong masih bersifat tradisional dan konvensional yang pembelinya tidak bisa mengambil barangnya sendiri, karena rak tokonya belum modern dan kerap menjadi penghalang antara penjual dan pembeli. Contoh toko kelontong modern yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain adalah Circle K, Indomaret, Alfamart, FamilyMart, dan Lawson.
Sejarah
Kata kelontong memiliki sejarah yang cukup tua. Kata ini merujuk pada alat bunyi-bunyian yang selalu dibawa oleh pedagang keliling Tionghoa saat menjajakan barang dagangannya di masa lampau. Kelontong berbentuk seperti tambur mini bertangkai dan di kedua sisinya diberi tali pendek dengan biji bulat di ujungnya. Tambur mini tersebut bisa terbuat dari kaleng, kulit samak, atau kertas semen. Dengan diputar-putar ke kiri dan ke kanan pada tangkainya, maka biji bulat ini akan menabuh tambur tersebut dengan suara "klontong, klontong". Orang-orang yg berdiam di dalam rumah akan segera tahu bahwa penjaja barang keliling sedang lewat di depan rumahnya karena mendengar suara kelontong yang khas. Pada zaman itu, sang penjaja disebut dengan Tjina kelontong.
Sejumlah toko kelontong di Amerika Serikat juga menjual bensin karena berlokasi di dalam pompa bensin. Pada tahun 1969 hanya ada 2.500 toko yang memiliki pompa bensin swalayan.[3] Pada tahun 2011, di Amerika Serikat terdapat kira-kira 47.195 pompa bensin yang memiliki convenience store dengan penghasilan total AS$326 miliar.[4]
Jepang
Di Jepang terdapat lebih dari 40.000 toko kelontong[5] yang populer dengan sebutan konbini (コンビニcode: ja is deprecated ) (singkatan untuk convenience stores). Toko-toko seperti ini di Jepang umumnya berukuran sedang, bersih, dan terang benderang.[6] Sebagian besar konbini berada di permukiman atau kawasan ramai, buka 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Jaringan toko kelontong terbesar di Jepang adalah 7-Eleven, FamilyMart, dan Lawson. Toko-toko seperti ini tidak hanya memberikan kemudahan dan kenyamanan berbelanja, melainkan juga menyediakan layanan pembayaran rekening serta pemesanan tiket.
Menurut Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, convenience store adalah toko swalayan penjual makanan dan minuman yang beroperasi lebih dari 13 jam per hari, dan memiliki luas lantai untuk berdagang lebih dari 30 m2 tetapi tidak lebih dari 250 m2.[7] Pada mulanya, konbini populer di kalangan dewasa muda dan para pelaju. Namun sekarang ini konbini telah menjadi "pusat gaya hidup" untuk konsumen muda Jepang yang mobilitasnya tinggi dan senang belanja.[6] Bagi konsumen usia muda dan lajang (dan sebagian konsumen lainnya), konbini adalah satu-satunya toko makanan untuk mereka.[6]
Selain menyediakan mesin ATM, konbini juga menyediakan terminal reservasi tiket, mesin fotokopi/fax, mesin cetak foto digital. Konsumen dapat memesan tiket (konser, pertandingan bisbol, taman bermain, pesawat terbang, bus antarkota, tiket kereta api) di terminal reservasi. Mesin fotokopi juga berfungsi sebagai mesin reservasi tiket sekaligus pencetak foto digital atau dokumen yang telah diunggah ke Internet. Multi Copy Machines di 7-Eleven memberi layanan penjualan tiket konser, pertandingan olahraga, karcis bioskop, dan membeli tiket dari Ticket Pia yang merupakan agen tiket utama di Jepang. Tiket yang dibeli langsung dibayar di kasir.[9]
Di toko-toko seperti ini, konsumen juga dapat membayar berbagai tagihan, termasuk tagihan air, gas, listrik, telepon, dan premi pensiun nasional. Sebagian besar dari konbini juga menerima pengiriman dan pengambilan paket (takuhaibin). Sebagian di antaranya juga melayani pengambilan barang yang dipesan melalui Internet. Konsumen dapat membayar dengan uang tunai di kasir bila tidak ingin menggunakan kartu kredit untuk bertransaksi di Internet. Sebagian besar toko juga menerima pembayaran dengan uang elektronik (Suica, Pasmo, atau Edy).
Jepang memiliki convenience store pertama pada tahun 1962, berupa sebuah kios di Stasiun Tajimi milik Japanese National Railways.[10] Pemiliknya adalah Tetsudou Kousaikai, sebuah organisasi yang mengelola kios-kios di stasiun kereta api yang menjual majalah dan surat kabar secara konsinyasi. Pada Desember 1968, Marusho membuka toko di Kobe.[10] Pada tahun 1969, My Shop (マイショップcode: ja is deprecated ) membuka toko pertamanya sebagai percobaan di Toyonaka, Prefektur Osaka.[10]
Jumlah konbini di Jepang terus meningkat dengan pesat. Pada tahun 1974, di Jepang hanya terdapat 1.000 toko, namun meningkat menjadi 47.000 pada tahun 1996 dengan angka pertumbuhan 1.500 toko per tahun.[11] Menurut perkiraan tahun 1996, ada satu toko untuk 3.100 penduduk Jepang. Di beberapa daerah perkotaan, ada satu toko untuk 1.500 penduduk.[6] Pada tahun 2000, volume penjualan sektor eceran di konbini diperkirakan sebesar 6 triliun yen, atau kira-kira 70% dari total penjualan di department store dan 40% dari total penjualan di pasar swalayan.[6]
Setelah deregulasi tahun 1996, konbini di Jepang diizinkan menjual prangko, kartu pos, meterai, dan beras.[12] Lebih dari 80% di antaranya sekarang menjual beras sehingga menjadikan ibu rumah tangga yang sebelumnya jarang berbelanja di konbini sebagai konsumen baru. Hampir 80% dari jaringan konbini kini menjual prangko, kartu pos, dan meterai. Total penjualan ketiga benda pos ini mencapai 100 miliar yen per tahun.[12]
Konbini telah menjadi infrastruktur sosial yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari di Jepang.[7] Wanita dapat menggunakan konbini sebagai tempat perlindungan dari ancaman tindak kriminal, terutama pada malam hari. Anak sekolah yang sedang tersesat juga dapat meminta bantuan pegawai toko.[7] Ketika terjadi bencana alam, konbini juga difungsikan sebagai tempat persediaan makanan dan minuman darurat.[7]
Di Jepang ada hampir 60 jaringan waralaba convenience store yang mengelola lebih dari 38.000 toko di 47 prefektur. Selain itu, masih ada pula convenience store nonwaralaba yang jumlahnya sekitar 12.000 toko.[13] Jaringan waralaba terbesar di antaranya:
Pada tahun 2020, jumlah minimarket toko kelantang di Indonesia telah mencapai 36146 lokasi di seluruh Indonesia[14]. Berikut adalah daftar minimarket yang beroperais di wilayah Indonesia:
^ abDairy Mart Uncovers Piece of History. Originally published in Convenience Store News, 16 April 2002. Diakses dari AllBusiness.com, 19 Desember 2007.
^Peter Landers (1996-7-27). "Japan has a high-tech take on the convenience store". Warsaw Times-Union.Periksa nilai tanggal di: |accessdate=, |date= (bantuan); Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
^ abIshikawa, A. (1998). The Success of 7-Eleven Japan: Discovering the Secrets of the World's Best-run Convenience Chain Stores. World Scientific. hlm. 101. ISBN9812380302.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan); Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)