Raden Bagus bergelar Soeria Angsa 02/ Suriansyah II (Suria Diwangsa) atau Sultan Amarullah (Amru'llah) Bagus Kasuma atau Sultan Tahlilullah/Tahirullah (bin Sultan Saidullah) adalah Sultan Banjar yang memerintah tahun 1660-1700/12.[2][3][4][5][6]
Terlahir dengan nama Raden Bagus (bin Ratu Anom Sultan Saidullah). Setelah kematian ayahnya, ia sebagai Putera Mahkota dinyatakan oleh Dewan Mahkota belum cukup dewasa untuk menjalankan pemerintahan, sehingga antara tahun 1660-1663 ia diwakili oleh mangkubumi kerajaan Pangeran Dipati Mangkubumi (Pangeran Dipati Martapura/Pangeran Tapesana/Raden Halit bin Sultan Mustain Billah) yang menjadi badal atau Wali Sultan untuk menjalankan pemerintahan. Karena jabatan barunya ini Pangeran Mangkubumi kini bergelar Pangeran Ratu 01 dengan nama di dalam khutbah di Masjid yaitu Sultan Ri'ayatullah.
Mulai tahun 1663 sampai tahun 1679, Jabatan Wali Sultan diambil alih oleh Pangeran Dipati Anom 02 alias Sultan Dipati Anom bin Sultan Inayatullah yang kemudian bergelar Sultan Agung alias Suria Nata 02.[7]
Namun sebelumnya dalam keadaan krisis politik tersebut, Pangeran Ratu/Sultan Rakyatullah dan Dewan Mahkota Kesultanan Banjar masih sempat melantik Raden Bagus dengan gelar Sultan Amarullah Bagus Kasuma (Sultan Tahlilullah).[7]
Selanjutnya pada tahun 1679 Pangeran Suria Angsa (Raden Bagus ?) dan Pangeran Suria Negara (Raden Basus ?), keduanya putera Sultan Ratu Anom alias Sultan Saidullah berhasil membinasakan Sultan Dipati Anom/Sultan Agung/Suria Nata 02 dan Pangeran Dipati (anak Sultan Dipati Anom). Sejak itu Pangeran Suria Angsa menjadi Kepala Negara Kesultanan Banjar hingga mangkatnya tahun 1700.
Suria Angsa (02) dan Suria Negara
Menurut George Bryan Souza (2004:126) dalam "The Survival of Empire: Portuguese Trade and Society in China and the South China Sea 1630-1754".[8]
The Portugues from Macao were already trading when the VOC arrived at Banjarmasin in 1679 intent upon securing that trade and ousting Macao's country trader from that market.
The ambitions of the Portuguese country traders involved in this market were greather than VOC firstimagined. The Company learnt that on account of an internal power struggle, Sultan Dipati Anom was challenged by his nephews, Sultan Ratu's two sons, Suria Angsa and Suria Negara, and Portuguese aid had been enlisted by the insurgents against Sultan Dipati Anom. The Portuguese from Macao were embarked upon their first attempt to establish their monopoly over Banjarmasin's pepper production.
The Portuguese policy of intervention and supporting Sultan Dipati Anom's overthrow was eventually successful with Suria Angsa becoming Sultan and the Portuguese obtaining commercial privileges. These commercial privileges did not amount to a monopoly but sufficiently upset the VOC, which was already displeased with Banjarmasin's interminable political unrest, that the Company ceased to trade at Banjarmasin in 1681; the VOC was convinced that it could secure additional pepper stocks from increased production at Palembang and Bantam.
(Orang-orang Portugis dari Makau sudah berdagang ketika VOC tiba di Banjarmasin pada tahun 1679 dengan maksud mengamankan perdagangan itu dan mengusir pedagang negara Makao dari pasar itu.
Ambisi para pedagang negara Portugis yang terlibat dalam pasar ini lebih besar daripada yang dibayangkan oleh VOC. Kompeni mengetahui bahwa karena perebutan kekuasaan internal, Sultan Dipati Anom ditantang oleh kedua keponakannya, dua putra Sultan Ratu, Suria Angsa dan Suria Negara, dan bantuan Portugis telah didaftar oleh pemberontak melawan Sultan Dipati Anom. Portugis dari Macau memulai upaya pertama mereka untuk memonopoli produksi lada Banjarmasin.
Kebijakan intervensi Portugis dan mendukung penggulingan Sultan Dipati Anom akhirnya berhasil dengan Suria Angsa menjadi Sultan dan Portugis memperoleh hak-hak komersial. Hak-hak komersial ini tidak sama dengan monopoli tetapi cukup mengecewakan VOC, yang sudah tidak senang dengan kerusuhan politik tak berkesudahan Banjarmasin, bahwa Perusahaan berhenti berdagang di Banjarmasin pada tahun 1681; VOC yakin bahwa itu dapat mengamankan stok lada tambahan dari peningkatan produksi di Palembang dan Banten.
)
Menurut silsilah yang ditempelkan di dinding pada Museum Candi Agung di Amuntai, raja Banjar Sultan Saidullah (Sultan Ratu Anum) memiliki dua orang putra bernama Sultan Saidillah dan Sultan Tahlilillah. Sultan Saidullah digantikan oleh Sultan Saidillah. Sepeninggal Sultan Saidillah yang meneruskan tahta kesultanan Banjar dalam silsilah tersebut adalah Sultan Tahlililah. Setelah mangkat Sultan Saidillah digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Tahlilillah, yang menurut adat istana Banjar, adik Sultan menjabat sebagai mangkubumi atau wakil Sultan.
Adat istana yang ideal untuk mendapatkan pewaris mahkota diperoleh dari perkawinan anak laki-laki dari sultan dan anak perempuan dari mangkubumi, sebaliknya kalau Sultan hanya memiliki anak perempuan maka akan dinikahkan dengan anak laki-laki mangkubumi.
Sultan Tahlilullah (Amarullah Bagus Kusuma) akan digantikan putranya, Tahmidullah. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan anak almarhum Sultan sebelumnya (Saidillah) yang dilahirkan dari permaisuri putri Makassar keturunan Karaeng Karunrung, yang bernama Pangeran Purabaya. Kemudian diputuskan Pangeran Purabaya memperoleh Pulau Laut sebagai apanase-nya. Pangeran Purabaya masih tidak puas, lalu ia meminta bantuan suku Biaju dan Ahmad Daeng Mamuntuli Aru Kaju (menantu Mas Bantan sultan Sumbawa trah Banjar). Pemberontakan pangeran Purabaya berhasil ditumpas oleh pasukan Pangeran Purba Negara dan Pangeran Nata Dilaga. Peristiwa itu diakhiri dengan tewasnya Pangeran Purabaya dan anaknya (Gusti Busu
Raden Bagus dan Raden Basus
Dalam naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kutaringin (Hikayat Banjar) resensi I menyebutkan bahwa raja Banjar Sultan Saidullah (Sultan Ratu Anum) setelah kematiannya meninggalkan dua orang putra yang masih dibawah umur, disebutkan dalam periode usia baru saja lepas gigi susu, masing-masing bernama Raden Bagus dan Raden Basus dan seorang putri bernama Gusti Gade, masing-masing lahir dari gundik-gundik. Anak-anak itu masing-masing berlainan ibunya. Sedangkan isteri dari keturunan bangsawan yaitu Putri Intan binti Raden Timbakal Pangeran Singasari sudah diceraikan jauh sebelumnya karena ketidakcocokan dan dalam perkawinan antara kedua pihak itu tidak memiliki keturunan. Kemudian Putri Intan menikah kedua kalinya dengan Raden Pamadi bin Pangeran Anta Kasuma Ratu Kotawaringin dan kemudian dari pernikahan tersebut melahirkan Raden Pati.
Sultan Amarullah Bagus Kasuma
Menurut salah satu naskah Hikayat Banjar versi resensi 1 koleksi Belanda dari University Library, Leiden: Codex Or. 1701, Raden Bagus diberi gelar Sultan Amarullah Bagus Kasuma oleh Pangeran Ratu 01 alias Sultan Ri'ayatullah (1660-1663) yang merupakan Wali Kerajaan (Penjabat Sultan) untuk Raden Bagus yang usianya masih belum dewasa tersebut. Yang memberi gelar kepada Raden Bagus adalah Sultan Ri'ayatullah yang saudara sepihak (tiri) Sultan 'Inayatullah. Namun tidak diketahui nama kedua dari Raden Basus, saudara tiri Raden Bagus.
Kedatangan pedagang Portugis dan misionaris Katolik
Sumber Portugis menyebut nama Sultan yang memerintah pada saat kedatangannya ke Banjar adalah Sultan Saidillah. Pada masa kekuasaan Sultan Saidillah sekitar tahun 1685, Portugis mengirim seorang pastur bernama Ventigmilia.[9] Jenderal Macau seperti Andrea Coelo Viera, Aloysius Francesco Cottigno, maupun Kapten Kapal Emmanuelle Araugio Graces, sama-sama ingin menjadi sponsor perjalanan pastor Antonio Ventimiglia ke tanah Borneo. Penjelajahannya dimulai per tanggal 16 Januari 1688 dari Macau. Pada tanggal 2 Februari 1688, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dengan kapal Potugis (sebagai sekutu Sultan Suria Angsa untuk menggulingkan pamannya Sultan Dipati Anom), untuk menyebarkan agama Katolik di udik negeri Banjar di sepanjang sungai Barito dan akhirnya ia meninggal di udik pada tahun 1691.[10][11][12][13][14]
Kematian
Sultan Tahlilullah mangkat dan dimakamkan di salah satu daerah di Martapura, yaitu Kelurahan Keraton.
Surat tanggal 2 September 1682
Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia, korespondensi antara Raja Banjar Sultan Tahlilullah kepada VOC-Belanda terjadi sejak tanggal 26 Oktober 1664 sampai 20 November 1698. Sebuah surat bertanggal 2 September 1682 dikirim ke Batavia oleh Sultan Tahlillullah dari Mindanao (Maguindanao), suatu tempat yang sangat jauh dari kerajaannya sendiri, menunjukkan adanya hubungan antara Banjar dan Mindanao pada masa itu.[15]
Bagan Silsilah
Salah satu versi silsilah Sultan Tahlil-lillah.[16][17][18][19]
♂ Sultan Sayidillah
♂ Sultan Tahlil-lillah
♂ Sultan Tahmidillah
♂ SULTAN BANJAR IX.♂ Sultan Chamidullah Panembahan Kuning
Adapun Silsilah Sultan Tahlil-lillah (Tahlil-lullah) versi hikayat Tutur Candi, ada satu generasi yang hilang (Sultan Tahmidillah 1).[21][22]
Maka Sultan Hidayatullah pun matilah, maka ditanam di Kuin dekat dengan kubur Rakhmatillah. Adapun Sultan Musta'inbillah berputra Sultan Indallah, dan Sultan Indallah berputra Sultan Sa'idillah, berputra Sultan Tahlilillah, berputra enam orang, yang tuha Sultan Tamjidillah dan Pangeran Nullah jadi mangkubumi, dan Pangeran Dipati dan Pangeran Mas dan Pangeran Istana Dipati dan Pangeran Wira Kusuma. Adapun Pangeran Dipati beristeri Raja Bugis berputra Aji Pangeran, ialah jadi raja di tanah Kusan. Adapun Pangeran Masa beristeri di Banjar, berputera dua orang laki-laki, yang tuha bernama Pangeran Arga, dan yang muda bernama Pangeran Dipati.[21]
5. Pangeran Ismail Ratu Anum Mangku Dilaga Sukma Dilaga Ratoe Anom Mangkoe Boemi Ismail dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda,ditahan kemudian dibunuh oleh Sultan Sulaiman karena diduga akan melakukan kudeta.Jabatan mangkubumi kemudian dipegang oleh Pangeran Husein dengan gelar Pangeran Mangkubumi Nata putera Sultan Sulaiman sendiri
8. Pangeran Tamjidillah II dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda berdasarkan besluit per tanggal 13 November 1851 No. 2 untuk menggantikan Pangeran Noch Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana
11. Pangeran Muhammad Said adalah mangkubumi Kesultanan Banjar (Pagustian) dan sekaligus seorang pejuang perang Banjar(memerintah: 1862-1875)
12. Pangeran Perbatasari adalah mangkubumi Kesultanan Banjar (Pagustian) dan sekaligus seorang pejuang perang Banjar. (memerintah: 1875-1885)
Hubungan Silsilah dengan Raja Sumbawa
Di bawah ini adalah hubungan silsilah Raja Banjar dengan Raja Sumbawa.
Tertulis dalam buku Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde volume 14 (1864:503):[23]
Omtrent de lans Kaliblah wordt het navolgende verhaald. Zij behoorde vroeger tot de rijkswapens van den Sultan van Sumbawa. Een dezer Sultans nu was in het huwelijk getreden met Ratoe Laija, eene zuster van Sultan Tahmid Ilah II van Bandjermasin. Uit dat huwelijk is de Sulthan Mohamad, die later over Sumbawa geregeerd heeft geboren.[23]
Berikut ini terkait dengan tombak Kaliblah. Tombak ini dulu milik senjata nasional Sultan Sumbawa.
Buah dari pernikahan itu adalah Sulthan Mohamad (Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin II Raja Sumbawa XIII 1795-1816), yang kemudian memerintah atas Sumbawa.
^ abSaleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 150.Parameter |authorlinks= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^A. MEIJER (Jonkheer.) (1872). Militair tijdschrift (dalam bahasa Belanda). Bruining & Wijt. hlm. 554.Parameter |vol= yang tidak diketahui mengabaikan (|volume= yang disarankan) (bantuan)