Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia(SOBSI) adalah konfederasi serikat pekerja terbesar di Indonesia pada dekade 1960-an, dengan keanggotaan organisasi serikat di sektor swasta, BUMN, dan birokrasi pemerintahan. Hingga 1957, terdapat sekitar 39 serikat buruh nasional dan lebih dari 800 serikat buruh lokal tergabung dalam SOBSI. Salah satu warisan SOBSI yang masih berlangsung sampai sekarang adalah kebijakan Tunjangan Hari Raya atau yang kemudian dikenal sebagai THR.[1] Pada awalnya SOBSI dibentuk dengan hubungan yang longgar dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dengan anggota-anggota dari partai-partai lain, namun seiring berjalannya waktu, PKI menjadi dominan di dalam organisasi ini. Dengan diperkenalkannya Demokrasi Terpimpin oleh PresidenSoekarno pada akhir tahun 1950-an, SOBSI secara resmi diakui dan diberi tempat dalam struktur pengambilan keputusan nasional. Pada tahun 1960-an, SOBSI berkonflik dengan Angkatan Darat, yang para perwiranya mengendalikan perusahaan-perusahaan negara. Setelah kudeta tahun 1965 yang kemudian melahirkan rezim Orde BaruSoeharto, SOBSI dinyatakan ilegal, para anggotanya dibunuh dan dipenjara, serta sebagian besar pimpinannya dieksekusi.[2]
Sejarah
Pendirian
SOBSI didirikan di Jakarta pada tanggal 29 November 1946[3][4]. federasi serikat buruh pertama yang muncul setelah Perang Dunia II.[5] SOBSI mengadakan kongres nasional pertamanya di Malang 16-18 Mei, 1947.[6] sebuah konstitusi organisasi diadopsi, yang menyerukan pekerja untuk bersatu dan berjuang untuk menciptakan sebuah masyarakat yang sosialis.[7]
Sekitar 600-800 delegasi berpartisipasi dalam kongres Malang. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jawa.[8] Salah satu delegasi mewakili Uni Demokrasi Indonesia dari Timor Barat.[9] Tamu asing di kongres Malang termasuk dua warga Australia, Ted Roach dan Mike Healy, dan dua anggota serikat buruh Belanda, Blokzijl (dari Eenheids Vakcentrale) dan RKN Vijlbrief.[8][10] J.G. Suurhof (dari Nederlands Verbond van Vakverenigingen) dan Kupers Evert, dalam kapasitasnya sebagai wakil ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Dunia, menghadiri kongres juga. Rajkni Tomovic (Yugoslavia), Jean Lautissier (Prancis) dan Olga Tchetchekina (Rusia) dari Federasi Serikat Buruh Seluruh Dunia juga hadir.[11]
Kongres Malang mendapat perhatian yang signifikan dari pers Belanda, baik di Belanda dan di Batavia. Pers Belanda berpendapat bahwa kongres SOBSI menunjukkan pengaruh komunis yang kuat dalam gerakan buruh di Indonesia.[6]
Setelah pembentukan SOBSI, GSBI serikat buruh pusat membubarkan diri dan para anggotanya bergabung dengan SOBSI.[4] SOBSI menjadi anggota dari koalisi Sajap Kiri, sebuah kelompok sayap kiri.[5] Setelah Sajap Kiri digantikan oleh Front Demokrasi Rakyat, SOBSI bergabung dengan front itu.[14][15]
Peristiwa Madiun
Hingga Peristiwa Madiun, pemberontakan komunis pada September 1948, SOBSI adalah kekuatan serikat buruh yang relevan di negara ini.[16] Ketika pemberontakan pecah di Madiun, beberapa pemimpin komunis SOBSI bergerak di bawah tanah.[17] Banyak pemimpin SOBSI dibunuh atau pergi ke pengasingan ketika pemberontakan kemudian hancur.[18] Ketua SOBSI Harjono dan ketua Sarbupri Maruto Darusman dipenjarakan setelah pemberontakan dan dibunuh oleh tentara Indonesia pada Desember 1948.[17] Kegiatan operasional SOBSI ditutup oleh tentara.[19] Sembilan belas dari 34 serikat pekerja afiliasi menarik diri dari SOBSI sebagai protes terhadap peran yang dimainkan oleh para pemimpin komunis dalam pemberontakan. Namun SOBSI tidak secara resmi dilarang, sebagai organisasi tidak begitu saja mendukung pemberontakan.[17]
^"Recent Communist Activity in Indonesia", Archief van het Ministerie van Koloniën: Indisch Archief, Serie V, 1945-1950. The Hague: The Netherlands' National Archive