Sanofi S.A. adalah sebuah perusahaan farmasimultinasional yang berkantor pusat di Paris, Prancis. Hingga 2013[update], Sanofi merupakan perusahaan farmasi dengan total penjualan obat resep terbesar kelima di dunia.[2] Awalnya, perusahaan ini dibentuk pada tahun 1973 dan perusahaan yang masih eksis hingga saat ini dibentuk dengan nama Sanofi-Aventis pada tahun 2004, melalui penggabungan Aventis dan Sanofi-Synthélabo, yang juga merupakan hasil dari sejumlah penggabungan sebelumnya. Perusahaan ini kemudian mengubah namanya menjadi hanya Sanofi pada bulan Mei 2011. Perusahaan ini merupakan salah satu komponen dari indeks pasar sahamEuro Stoxx 50.[3]
Sanofi terlibat dalam riset dan pengembangan serta produksi dan pemasaran obat farmasi, terutama obat resep, namun perusahaan ini juga mengembangkan obat bebas. Perusahaan ini memproduksi obat untuk tujuh bidang terapeutik besar, yakni kardiovaskular, sistem saraf pusat, diabetes, penyakit dalam, onkologi, trombosis, dan vaksin. Anak usahanya, Sanofi Pasteur merupakan produsen vaksin terbesar di dunia.[4] Pada tahun 2017, vaksin dengue Sanofi, Dengvaxia menyebabkan kontroversi, karena vaksin tersebut justru menyebabkan sejumlah anak menderita dengue parah. New York Times pun memberitakan kritik terhadap kampanye iklan Sanofi yang agresif, walaupun vaksin barunya tersebut belum benar-benar aman.[5]
Sejarah
Sanofi-Synthélabo
Sanofi didirikan pada tahun 1973[6] sebagai anak usaha dari Elf Aquitaine (sebuah produsen minyak asal Prancis yang kemudian diakuisisi oleh Total), setelah Elf Aquitaine mengambil alih Labaz Group, sebuah perusahaan farmasi yang dibentuk pada 1947 oleh Sociéte Belge de l'Azote et des Produits Chimiques du Marly.[7] Labaz mengembangkan benziodaron pada tahun 1957.[8]:146 Pada tahun 1993, Sanofi berekspansi ke Eropa Timur dengan mengakuisisi mayoritas saham Chinoin, sebuah produsen obat asal Hungaria yang mencatatkan penjualan sekitar US$104 juta pada tahun 1992.[9][10] Pada tahun yang sama, Sanofi juga berekspansi ke Amerika Serikat dan memperkuat eksistensinya di Eropa Timur melalui kemitraan dengan Sterling Winthrop, dan kemudian mengakuisisi perusahaan tersebut pada tahun 1994.[9][11] Sanofi resmi didaftarkan sebagai sebuah société anonyme pada tahun 1994.[12]:18
Synthélabo didirikan pada tahun 1970, melalui penggabungan dua laboratorium farmasi asal Prancis, yakni Laboratoires Dausse (didirikan pada tahun 1834) dan Laboratoires Robert & Carrière (didirikan pada tahun 1899). Pada tahun 1973, L'Oréal mengakuisisi mayoritas saham Synthélabo.[12]:19 Pada tahun 1991, Synthelabo mengakuisisi Laboratories Delalande[13] dan Laboratoires Delagrange, sehingga dapat memproduksi metoklopramid.[14][15]
Sanofi-Synthélabo dibentuk pada tahun 1999, melalui penggabungan Sanofi dan Synthélabo. Pada saat itu, Sanofi merupakan perusahaan farmasi dengan penjualan terbesar kedua di Prancis dan Synthélabo merupakan yang terbesar ketiga. Sanofi-Synthélabo berkantor pusat di Paris, Prancis.[12]:18–19[16]
Sanofi-Synthélabo memutuskan untuk fokus di bidang farmasi, sehingga akhirnya menjual sejumlah bisnisnya yang lain, seperti kecantikan, diagnostik, kesehatan dan nutrisi hewan, bahan kimia khusus, serta alat kesehatan.[12]:19
Pada saat itu, bisnis Rhône-Poulenc meliputi bisnis farmasi Rorer, Centeon (produk darah), dan Pasteur Merieux (vaksin), bisnis kesehatan hewan dan tumbuhan Rhône-Poulenc Agro, Rhône-Poulenc Animal Nutrition, dan Merial, serta 67% saham Rhodia, sebuah produsen bahan kimia khusus.[18]:10 Hoechst, salah satu perusahaan yang dibentuk melalui pemisahan IG Farben pasca Perang Dunia II, memiliki tujuh bisnis utama, yakni Hoechst Marion Roussel (farmasi), AgrEvo (sebuah joint venture dengan Schering yang berbisnis di bidang agen perlindungan tanaman dan produk pengendalian hama), HR Vet (produk kesehatan hewan), Dade Behring (diagnostik), Centeon, Celanese (bahan kimia), dan Messer (bahan kimia).[18]:9Merieux telah lama menjual produk darah, dan pada dekade 1980-an, selama epidemi AIDS, Merieux dan sejumlah perusahaan lain terlibat dalam sebuah skandal yang terkait dengan produk darah hemofilia terkontaminasi HIV yang dijual ke sejumlah negara berkembang.[20]
Pada tahun 2000, Aventis dan Millennium Pharmaceuticals, sebuah perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat yang dibentuk untuk menciptakan obat baru berdasarkan ilmu genomika, mengumumkan bahwa Aventis akan berinvestasi sebesar $250 juta di Millennium dan akan membayar $200 juta kepada Millennium sebagai biaya riset selama lima tahun. Pada saat itu, kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan terbesar antara sebuah perusahaan farmasi dengan sebuah perusahaan bioteknologi.[21]
Pada akhir tahun 2000, di tengah penarikan Starlink, produk jagung Bt buatan perusahaan ini, Aventis mengumumkan bahwa mereka akan menjual Aventis Cropscience, unit bisnis pestisida dan benih yang dibentuk dari unit bisnis pertanian milik pendahulunya.[22] Pada bulan Oktober 2001, Bayer dan Aventis mengumumkan bahwa Bayer akan mengakuisisi Aventis Cropscience dengan harga sekitar $6,6 milyar. Unit tersebut kemudian diubah namanya menjadi Bayer CropScience dan menjadikan Bayer sebagai perusahaan agrokimia terbesar kedua di dunia, di bawah Syngenta.[23]
Pada tahun 2003, Aventis berkolaborasi dengan Regeneron Pharmaceuticals, sebuah perusahaan bioteknologi asal New York, untuk mengembangkan obat penghambat VEGF buatan Regeneron, aflibersep, di bidang kanker, yang kemudian menjalani uji klinis fase I. Aventis berinvestasi sebesar $45 juta di Regeneron dan membayar uang muka sebesar $80 juta dalam bentuk tunai.[24] Regeneron juga memitrakan obat tersebut dengan Bayer Healthcare di bidang penyakit mata proliferatif, dan dengan nama Eylea, obat tesebut telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2011.[25] Setelah mengalami sejumlah hambatan di uji klinis,[26] obat tersebut akhirnya juga disetujui di bidang kanker kolorektal metastatik melalui kombinasi dengan agen lain, dengan nama Zaltrap pada tahun 2012.[27]
Penggabungan Sanofi-Aventis
Sanofi-Aventis dibentuk pada tahun 2004, saat Sanofi-Synthélabo mengakuisisi Aventis. Pada awal tahun 2004, Sanofi-Synthélabo mengajukan tawaran pengambilalihan senilai €47,8 milyar ke Aventis. Awalnya, Aventis menolak tawaran tersebut, karena merasa tawaran tersebut lebih rendah daripada harga saham perusahaan. Dewan direksi Aventis bahkan mengadakan pil racun dan mengundang Novartis untuk melawan tawaran tersebut.[28] Sanofi-Synthélabo kemudian kembali mengajukan tawaran pengambilalihan senilai €54,5 milyar. Pemerintah Prancis pun memainkan peran penting, karena menginginkan "solusi lokal", yakni dengan menekan Sanofi-Synthélabo agar mau menaikkan tawarannya dan menekan Aventis agar mau menerima tawaran tersebut,[29] serta menolak proposal pil racun dari Aventis.[30] Salah satu risiko terbesar dari pengambilalihan tersebut bagi Sanofi-Synthélabo dan Aventis adalah nasib dari paten yang melindungi Klopidogrel (Plavix), yang merupakan salah satu obat paling laku di dunia pada saat itu dan merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi Sanofi.[31]