Risiko pasar (Bahasa Inggris: market risk) adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Risiko pasar
mampu mengakibatkan kerugian bagi individu atau kelompok. Hal ini diakibatkan karena risiko pasar dipengaruhi oleh keadaan pasar uang, seperti saham dan obligasi. Risiko pasar bisa dilihat dari naik turunnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) dalam pasar uang. Hal yang mengakibatkan risiko pasar di antaranya, gejolak politik, kasus terorisme, resesi, dan bencana alam.[3] Risiko pasar tidak bisa dikendalikan dengan mencoba peluang keuntungan dari portofolio. Risiko pasar bisa dikurangi menggunakan strategi lindung nilai, dengan cara memanfaatkan kontrak berjangka atau opsi. Namun, meskipun bisa dikurangi risiko pasar tetap tidak bisa dihilangkan.[4] Risiko pasar dibagi menjadi dua kategori yaitu, risiko spesifik dan risiko pasar umum. Risiko spesifik yaitu risiko yang dialami oleh penerbit sekuritas, karena pergerakan harga sekuritas, sedangkan risiko pasar umum berpengaruh terhadap keseluruhan kondisi pasar dan instrumen, yang disebabkan oleh pergerakan harga pasar.[5]
Sebagai contoh, risiko pasar bisa terjadi jika, pertama bank menggunakan kupon tetap untuk membeli obligasi, apabila harganya menurun suku bunga bisa meningkat. Kedua, bank membeli valuta asing, apabila nilai tukarnya melemah maka rupiah akan turun dan terjadi risiko pasar. Ketiga, kewajiban derivatif yang harus dipenuhi karena bank melakukan transaksi derivatif interest rate swap. Keempat, bank menjual surat berharga atau melakukan aktivitas trading.[6]
Contoh lainnya, bank mendapatkan pendapatan utama dari kredit yang memberikan bunga bersih atau disebut Net Interest Income (atau disingkat NII). NII didapatkan dari perhitungan pendapatan bunga yang dikurangi biaya transaksi dan dibagi dengan rata-rata aktiva produktif maka diperoleh NIM (Net Interest Margin). NIM adalah perbandingan bunga bersih yang didapatkan, dikurangi biaya bunga yang berasal dari dana yang berhasil dikumpulkan. Semakin besar nilai NIM, maka semakin rendah pula risiko pasar. Maka, apabila nilai NIM semakin tinggi, pendapatan bunga terhadap aktiva produktif juga semakin besar.[7] Sistem operasi bank, pasti menimbulkan laba atau rugi yang sebabkan oleh perubahan faktor pasar, tetap berpotensi mengalami risiko pasar. Portofolio bank, dalam risiko pasar dibagi menjadi dua yaitu trading book dan banking book.[8]
Trading Book dan Banking Book
Trading Book
Trading Book adalah kondisi perdagangan bank dengan instrumen keuangan berada di posisi yang sama. Posisi tersebut berada dalam neraca, rekening administratif, atau transaksi derivatif. Keuntungan diperoleh dari transaksi jangka pendek, kegiatan tersebut dilakukan dengan cara membeli aset dan menjual kembali diwaktu yang dekat dengan perubahan harga yang menguntungkan. Trading book memiliki peran dari kegiatan pembentukan pasar (market marking), perantaraan (brokering), dan transaksi lindungi nilai (hedging). Risiko pasar yang bersumber dari trading book merupakan kerugian nilai investasi yang disebabkan oleh seringnya dilaksanakan kegiatan penjualan instrumen, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan. Namun, pada keadaan tertentu harga jual pasti mengalami penurunan, karena sifat pasar fluktuatif.[9]
Sebagian besar lembaga keuangan menggunakan metrik risiko yang kompleks untuk menangani dan meminimalkan risiko yang berkaitan dengan buku perdagangan mereka. Secara fisik, trading book merupakan buku besar akuntansi, yang berperan untuk melacak sekuritas yang dipegang oleh organisasi keuangan yang diperdagangkan secara aktif. Selanjutnya, riwayat perdagangan selalu ditinjau di dalam trading book dengan menemukan cara yang lebih mudah untuk meninjau aktivitas masa lalu organisasi dari sekuritas yang terkait. Sumber kerugian dari trading book adalah pihak ketiga yang tidak proporsional dan sangat terkonsentrasi pada sekuritas atau sektor tertentu oleh pedagang yang ceroboh.[10]
Dampak positif dari trading book yaitu:
Trading book membantu melihat kewajiban klien dan investor yang bisa diperbaiki. Klien dapat memverifikasi transaksi yang telah dilakukannya, dan bank untuk memelihara catatan dan memverifikasi apakah pembayaran dikreditkan atau didebit sesuai keadaan ke rekeningbursa.[11]
Trading book membantu memverifikasi tujuan perdagangan oleh klien. Jika tujuannya melanggar hukum, manajerportofolio dapat memperingatkan klien dan melaporkannya kepada pihak berwenang.[11]
Trading book membantu pemeliharaan catatan yang bisa dialihkan dari investor ke manajerportofolio.[11]
Trading book bisa dijadikan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, yang disebut dan diakui sebagai surat-surat yang sah. Trading book juga diakui sebagai buku akuntansi yang berisi semua catatan keuangan manajer portofolio.[11]
Beban investor berkurang karena mereka tidak harus menyimpan setiap catatan transaksi. Sebagai catatan dikelola oleh manajer portofolio, yang juga membantu dalam menghitung kewajiban pajak.[11]
Transaksi masa lalu dapat diakses dalam waktu singkat, yang membantu manajer portofolio dan investor dalam kelancaran transaksi.[11]
Banking book
Banking book adalah portofoliobank yang bukan bagian dari trading book. Hal-hal yang tidak termasuk dalam kategori trading book yaitu hal kredit dan dana dari pihak ketiga.[12] Risiko pasar yang berasal dari banking book merupakan dampak alamiah dan hal biasa yang terjadi oleh pihak bank dan nasabah. Hal ini bisa terjadi karena mismatch sumber dana dengan jangka pendek, dengan kredit yang diberikan berjangka panjang.[8]
Manajemen Risiko Pasar
Membatasi Posisi
Manajemen risiko pasar harus mengetahui batasan posisi, serta membuat batas-batas tersebut. Setelah dibuat, secara berskala menentukan pengawasan terhadap posisi-posisi yang sudah ditentukan, baik dalam jangka panjang atau pendek.[8]
Strategi Stop-Loss
Pencegahan terhadap terjadinya risiko pasar bisa dilakukan dengan cara membuat dan menetapkan batas ambang kerugian. Strategi tersebut dinamakan dengan istilah stop-loss. Batas ambang kerugian bisa ditentukan dengan cara melihat perputaran modal dengan tren produktif, dan membandingkan profil risiko secara keseluruhan. Apabila, hasil analisis tidak menghasilkan keseimbangan maka secara otomatis perusahaanperbankan harus melakukan dialog dengan pihak komite aset untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian.[8]
Memberikan Batas terhadap Pasar Baru
Suatu perusahaan yang memberikan inovasi terbaiknya terhadap suatu produk, memungkinkan mendapatkan keuntungan lebih dahulu dibandingkan dengan para pesaingnya. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mempertahankan nasabah agar tidak kehilangan pasar. Risiko pasar yang dihadapi akibat inovasi, tentunya harus berani memberikan produk baru tanpa diuji, apakah nasabah menyukai produk tersebut atau tidak. Apabila, instrumen yang diperdagangkan tidak mendapatkan pasar, maka risiko pasar mungkin akan terjadi.[8]
Teknologi Informasi
Peran teknologi informasi memberikan dampak positif untuk membantu membuat model atau alat analisis terhadap risiko-risiko yang akan dihadapi oleh perbankan. Selain itu, teknologi informasi bisa membantu mencegah terjadinya risiko pasar, karena datainformasi diberikan secara aktual dan valid, sehingga mengurangi hasil yang eror dalam kegiatan transaksi dan menetapkan keputusan.[8]
Alat Ukur
Teknik Value at Risk
Analis ekonomi dan investor menggunakan teknik value-at-risk (VaR) untuk mengukur risiko pasar. Metode ini digunakan dengan cara melihat potensi saham mengalami kerugian atau portofolio.[3] Beberapa hal yang dapat diukur oleh metode value-at-risk (VaR) untuk mengukur risiko pasar, yaitu portofolio, sektor, kelas aset, dan tingkat keamanan. Manfaat penting dari value-at-risk yaitu untuk menghindari kesalahan dan pencegahan tentang prediksi yang dilakukan oleh manajer portofolio dalam mengambil keputusan agar tidak melebihi toleransi risiko yang sudah dikembangkan dalam kebijakan portofolio. Pengaplikasian teknik value-at-risk untuk mengukur risiko pasar memiliki beberapa metode, yaitu metode simulasi Monte Carlo, metode non parametric atau disebut juga simulasi historical, dan metode parametric atau disebut dengan metode variansi kovariansi.[14]
Teknik Value at Risk memiliki beberapa metode, yaitu:
Metode Delta-Normal, menekankan bahwa semua pengembalian aset terdistribusi secara normal. Karena pengembalian portofolio adalah kombinasi linier dari variabel normal, itu juga terdistribusi secara normal.[15]
Metode simulasi historis, yang menerapkan perhitungan ke masa lalu, contohnya perhitungan selama 5 tahun terakhir, dan menerapkan bobot saat ini ke rangkaian waktu pengembalian aset historis. Pengembalian ini tidak mewakili portofolio aktual melainkan merekonstruksi sejarah dan membuat hipotesis portofolio menggunakan posisi saat ini. Tentu saja, jika pengembalian aset semuanya terdistribusi normal, VAR yang diperoleh dengan metode simulasi historis harus sama dengan metode delta-normal.[15]
Metode Monte Carlo, merupakan metode yang paling terbarukan dan dianggap efektif. Metode ini memungkinkan distribusi dan sekuritas non-linear apa pun. Namun, metode ini membutuhkan penggunaan teknologi dan pemahaman yang baik tentang proses stokastik yang digunakan.[15]
Keunggulan dari Value at Risk, di antaranya:
Metode value at Risk dapat digunakan untuk mengukur risiko pasar dari kelas aset yang menunjukkan karakteristik risiko yang berbeda. Misalnya dalam kasus obligasi dan ekuitas yang sangat berbeda dalam karakteristik risikonya, namun dengan menggunakan metode Value at Risk perihal obligasi dan ekuitas dapat dibandingkan setelah dihitung secara terpisah.[16]
Metode value at risk sering digunakan dalam proses penganggaran risiko perusahaan pengelola dana di mana manajemen atas mengalokasikan VAR di seluruh divisi dan tujuan manajer adalah untuk memaksimalkan pengembalian yang diberikan VAR. Hal tersebut membantu perusahaan untuk membandingkan kinerja divisi yang berbeda sesuai dengan VAR yang dialokasikan.[16]
Salah satu manfaat terbesar dari metode value at risk adalah akseptabilitasnya di antara otoritas pengatur. Perusahaan pengelola keuangan memiliki banyak batasan dan kewajiban pelaporan yang diberlakukan oleh otoritas pengatur dan VAR dapat digunakan untuk pengajuan ini.[16]
Metode value at risk mudah dinterpretasikan. Karena VAR diukur dalam mata uang atau sebagai persentase, VAR mudah dipahami oleh para analis dan dapat dengan mudah diterapkan pada analisis mereka.[16]
Teknik Stress Testing
Selain teknik value-at-risk (VaR), para analis juga perlu menggunakan teknik lain untuk memperjelas potensi risiko salah satunya dengan program stress testing. Hal ini memliki tujuan agar kondisi ekstrim bisa diidentifikasi ketika kondisi tidak normal. Selain itu, agar tidak terjadi kerugian yang besar diperlukan evaluasi terhadap kemampuan bank. stress testing juga perlu dilakukan sebagai pencegahan risiko dan memastikan modal cukup. Uji stress testing selanjutnya bisa digunakan oleh pihak perbankan untuk identifikasi profil risiko terhadap risiko kerugian yang mungkin akan dialami oleh perbankan tersebut, baik besar atau kecil. Selanjtunya, setelah diidentifikasi hasil dari analisis profil risiko juga bisa dijadikan landasan untuk melakukan evaluasi terhadap toleransi risiko yang sudah ditetapkan oleh perbankan tersebut. Manfaat lain dari uji stress testing yaitu bisa mengukur kecukupan modal dalam menghadapi kemungkinan terjadinya risiko di masa yang akan datang, serta sebagai dasar dalam penyusunan rencana terhadap strategi yang akan dilakukan untuk menghadapi krisis dan melakukan tindak lanjut yang diperlukan dalam menangani krisis tersebut.[17]
Teknik stress testing memiliki beberapa jenis, yaitu:
Pengujian Stress Terdistribusi Jenis ini merlukan perlakuan tes terhadap seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan perbankan. Seluruh server terdistribusi dalam rangkaian tes untuk seluruh klien dan melacak akar permasalahan. Setelah data terdistribusi, hasilnya dikirimkan melalui server untuk diuji.[18]
Aplikasi Stress Testing:Aplikasi ini berfungsi untuk melacak sistem yang eror yang terjadi karena data terblokir atau terkunci akibat masalah jaringan.[18]
Pengujian Stress Transaksional: Jenis ini membantu untuk melihat dan menguji terhadap transaksi yang dilakukan dalam satu atau beberapa aplikasi. Sehingga, mampu menghasilkan sistem yang optimal.[18]
Pengujian Stress Sistemik: Pengujian ini dilaksanakan dari server yang sama, dengan beberapa sistem yang berjalan secara bersamaan. Pengujian ini dilakukan untuk mencari eror terhadap data aplikasi yang terblokir oleh aplikasi lain yang beroperasi pada server yang sama.[18]
Pengujian Stress Eksperimental: Pengujian ini dilakukan, karena terjadi eror yang sangat kompleks di luar skenario yang sudah direncanakan.[18]
Backtesting
Backtesting adalah proses verifikasi, tentang kecocokan bank terhadap model yang digunakan dalam mengaplikasikan manajemen risiko.[19]Backtesting, memiliki hubungan dengan model value at risk, karena di dalam teknik backtesting terdapat langkah-langkah pengujian akurasi nilai VaR yang sudah dihitung. Nilai VaR yang sudah dihitung, dibandingkan dengan perubahan harga yang terjadi sebenarnya (return). Langkah pertama dalam perhitungan backtesting yaitu membagi sampel T menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut jendela estimasi, sedangkan kelompok kedua yaitu jendela uji. Jendela estimasi adalah kelompok yang menghasilkan dataobservasi. Data tersebut kemudia digunakan untuk menghitung VaR. Jendela uji adalah sampel dari beberapa periode, hingga waktu pengujian (dilambangkan dengan T). Pada waktu pengujian, diisi dan dilaksanakan perhitungan value at risk.[20]
Risiko suku bunga, yaitu risiko kerugian yang diakibatkan oleh kondisi perubahan suku bunga. Bentuk risiko suku bunga paling dominan di perbankanIndonesia yaitu, banking book yang meliputi arus kas, kurva imbal hasil, risiko dasar, dan opsi. Oleh karena itu, bank harus mampu mengelola risiko harga yang diakibatkan oleh eksposur trading book.[22] Bedasarkan sifatnya risiko suku bunga termasuk risiko sistematis. Aktivitas mengukur risiko suku bunga memiliki urgensi bagi negara berkembang dan berpengaruh terhadap sistem keuangan dunia.[23] Risiko suku bunga dapat dikurangi dengan memegang obligasi dengan jangka waktu yang berbeda, dan investor juga dapat mengurangi risiko suku bunga dengan melakukan lindung nilai atas investasi pendapatan tetap dengan swap suku bunga, opsi, atau turunan suku bunga lainnya.[24]
Risiko nilai tukar, yaitu risiko pasar yang disebabkan oleh perubahan nilai tukarvaluta asing, termasuk perubahan harga emas. Pengelolaan risiko nilai tukar mata uang asing, perusahaan mengkonversikan utang mata uang asing ke dalam rupiah. Perusahaan memiliki kewenangan untuk eksposur mata uang asing yang disebabkan oleh biaya operasional perusahaannya. Risiko suku bunga dapat terjadi apabila terjadi masalah dengan pinjaman bank, dan pengaruh eksposur perusahaan.[22]
Risiko komoditas, yaitu jenis risiko pasar yang disebabkan oleh perubahan nilai komoditas.[22] Hal yang paling berpengaruh terhadap risiko komoditas yaitu pergerakan harga minyak dunia. Pembelian harga bahan baku berpengaruh terhadap saldo utang, tidak ada mekanisme khusus untuk memperkecil risiko komoditas ini.[25]
Risiko Ekuitas, yaitu jenis risiko pasar yang disebabkan oleh perubahan nilai ekuitas, yang mencakup seluruh posisi ekuitas pada kategori AFS (available for sale). Risiko ekuitas terjadi karena penjualan berlebih yang dilakukan oleh investor di pasar saham.[22]
Konsep perbankan syariah memiliki perbadaan, yang tidak mengenal risiko suku bunga dalam risiko pasar. Risiko pasar yang dialami oleh perbankan syariah banyaknya dalam pengelolaan perubahan nilai tukar. Risiko pasar bisa terjadi apabila perbankan tersebut tidak mengambil posisi terbuka. Solusinya, harus membatasi nilai tukar valuta asing, sehingga mampu membuat posisi kecil. Hal lain yang menyebabkan risiko pasar di perbankan syariah yaitu perubahan surat berharga syariah, yang disebabkan oleh berubahnya harga instrumen keuangan. Istilah untuk menggambarkan kondisi tersebut yaitu risiko benchmark rate.[26]
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan syariah, di antaranya:
Terjadinya peningkatan harga ketika dilaksanakan akad murabahah.[27] Akad Murabahah merupakan perjanjian perpindahan kepemilikan barang. Perolehan keuntungan (margin) langsung disebutkan ketika proses transaksi dilakukan. Pihak perbankan dan nasabah menyetujui hal tersebut pada saat pertama dengan akad. Hal yang menyebabkan risiko pasar, karena perubahan harga yang tidak bisa diprediksi, dan bisa mengakibatkan kerugian bagi perbankan.[28]
Adanya jarak antara kesepakatan dan penyerahan aset bisa menimbulkan kerugian karena perubahan harga sehingga menyebabkan risiko pasar.[27]
Transaksi dengan menggunakan teknik ijarah mengakibatkan nilai aset berkurang pada periode akhir masa penyewaan.[27]
Referensi
^Thakur, Madhuri (2019-09-23). "Market Risk". WallStreetMojo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-19.