Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur
Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur merupakan lembaga pendidikan berbasis Islam (Pesantren) di kabupaten Cianjur dibawah naungan organisasi masyarakat islam Persatuan Islam (Persis) melalui Bidang Garapan (Bidgar) Tarbiyah PP Persis yang terletak di Jl. Dr. Muwardi no.171C, kelurahan Bojongherang, kecamatan/kabupaten Cianjur. Persatuan Islam saat ini memiliki sekitar 250 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk didalamnya di kabupaten Cianjur.
Profil SingkatDitengah-tengah berkecamuknya dikobarkan api revolusi untuk mendapatkan kemerdekaan dari belenggu kolonial Belanda dan Jepang serta antek-anteknya, lahirlah Persatuan Islam (PERSIS) di Bandung pada tanggal 12 September 1923, dan disusul pula dengan berdirinya beberapa cabang dan Pesantren sebagai lembaga pendidikan di berbagai daerah, termasuk di Cianjur pada 12 September 1930. Keberadaan Pesantren Persatuan Islam merupakan realisasi nyata dari rencana jihad Persatuan Islam (PERSIS) sebagaimana termaktub dalam Qanun Asasi dan Qanun Dakhili. FungsiPesantren Persatuan islam 04 Cianjur berfungsi sebagai pusat pendidikan ilmu pengetahuan melalui proses pembelajaran dengan kurikulum berbasis integral (menyatukan antara ilmu umum dan agama, sains dan teknologi dibangun dan dijiwai dengan Al-Qur'an dan Sunnah) Jenjang Pendidikan
Fasilitas yang disediakan[1]
Ekstrakulikuler/Pengembangan diri
Tenaga KependidikanTenaga kependidikan di Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur berkualifikasi S2 dan S1 yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta baik dalam maupun luar negeri, seperti Universitas Islam negeri, UHAMKA, Universitas Pakuan, Universitas Suryakencana, STAIS, IAI PERSIS, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Al-Azhar, dll. LulusanLulusan Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur, dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, dalam dan luar negeri: Universitas Islam negeri, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Padjadjaran, Institut Pertanian Bogor, Universitas Islam Bandung, Ummul Quro (Madinah), Universitas Al-Azhar (Mesir) dll. Sejarah SingkatSebagai bahan evaluasi dan pengembangan suatu lembaga, diperlukan adanya riwayat dari suatu lembaga itu sendiri, terutama yang menggambarkan tentang kronologis dan berbagai aktivitas yang diselenggarakannya. Keberadaan Pesantren Persatuan Islam merupakan realisasi nyata dari rencana jihad (program kerja) yang telah dicanangkan oleh Persatuan Islam (PERSIS) sebagaimana termaktub dalam Qanun Asasi dan Qanun Dakhili PERSIS. Dan merupakan rencana kerja yang paling pokok disamping kegiatan Tabligh dan kegiatan kemasyarakatan lainnya dalam upaya agar umat Islam kembali kepada syari’ah Islam yang berlandaskan Quran dan Sunnah, tidak terjerumus ke dalam lembah kejumudan yang mengarah pada pembentukan manusia-manusia yang kehidupannya diliputi oleh Khurafat, Takhayul, Bidah, yang disengaja telah dihembuskan dan dikembangsuburkan oleh para Kolonial Belanda dan para antek-antek sejak berabad-abad lamanya. Dari sejak didirikannya Persatuan Islam dengan pesantrennya, berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama dan harus melewati berbagai hambatan dan rintangan yang sangat berat, terutama yang datangnya dari para tradisional yang jumlahnya cukup banyak, dan merasa sudah mapan dalam beragama serta khawatir akan adanya pembaharuan dan pemurnian syari’at Islam agar sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Kronologis Pendirian[2]Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur secara kronologis terbagi kedalam beberapa fase: Masa revolusi (tahun 1930-1974)Ditengah-tengah berkecamuknya dikobarkan api revolusi untuk mendapatkan kemerdekaan dari belenggu Kolonial Belanda dan Kolonial Jepang serta antek-anteknya, lahirlah Persatuan Islam (PERSIS) di Bandung pada tanggal 12 September 1923 dan disusul pula dengan berdirinya beberapa cabang dan Pesantren sebagai lembaga pendidikan di berbagai daerah, termasuk di Cianjur pada tahun 1930 dibentuklah pimpinan cabang PERSIS, yang para tokoh perintis dan pendirinya adalah mantan aktifis Sarekat Islam (SI) dan Masyumi yang memiliki komitmen untuk memelihara, mengembangkan dan menegakkan Syariat Islam yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Abah Sanim, Abuya Ismu, Gan Wira, H. Shadiqien, Mu’alim Sarbini, Aki Manaf, Haji Kembar, H. Zein Hautsyar, dan ust Abdurachiem sebagai motor penggerak PERSIS di Cianjur yang pada saat itu dalam kegiatan da’wahnya ditempuh melalui kegiatan pengajian keliling, pengajian rutin di majlis (atas wakaf Abah Sanim), menyelenggarakan dan mengikuti diskusi/debat dengan para tokoh Islam dan non-Islam Cianjur. Kegiatan kepesantrenan secara khusus belum dapat diselenggarakan saat itu, masih bersifat pembinaan untuk anak-anak berupa pengajian, baik di majlis maupun dirumah-rumah. Disamping harus melaksanakan berbagai kegiatan da’wah, juga dituntut untuk ikut bergerilya dalam upaya merebut kemerdekaan Indonesia. Masa perintisan (tahun 1947-1952)Dua tahun pasca diproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia (1947), para aktivis Persatuan Islam yang telah ikut serta melaksanakan evakuasi dan bergerilya, kembali ke rumah masing-masing walaupun situasi pada saat itu belum begitu aman, karena kolonial Belanda yang masih tetap bercokol dan berusaha ingin tetap menjajah Indonesia. Dalam situasi yang masih rawan, para aktivis Persatuan Islam yang sudah kembali dari evakuasi dan bergerilya, kembali melakukan aktivitas rutin yang sempat tertunda, yang kali ini ditambah berbagai kegiatan lainnya karena ditunjang oleh kaum muda sebagai generasi kedua yang terdiri dari: ust. Mukhtar, ust. A. Mansyur, ust. Adom, ust. A. Damanhuri, bpk. Arba’I, bpk. Emon, bpk. Oyib, bpk. Edi, bpk. Utay, dan ust. Sayuti yang dipercaya oleh generasi sebelumnya untuk memegang dan melanjutkan estafeta perjuangan dalam memimpin dan mengelola roda jam’iyyah Persatuan Islam di Cianjur. Sebagai pusat kegiatan pembinaan dan da’wah yang dilaksanakan di majlis (wakaf Abah Sanim-Pabuaran) yang berlokasi di Cikidang (sebagai cikal bakal pesantren Persatuan Islam kelak; saat itu). Sebagai realisasi dari rencana jihad dalam upaya mempersiapkan generasi yang Tafaqqohu fiddien, maka pada tanggal 1 Agustus 1947 dibuka Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur untuk tingkat Diniyyah (setara SD) dengan kondisi:
Masa penataan tahap pertama (tahun 1952-1954)Dipenghujung tahun 1952, datanglah ust. Syarif Sukandi (Bandung) yang mewakafkan dirinya untuk ikut serta mengelola pendidikan di pesantren. Beliau diberikan kepercayaan oleh asatidzah sebelumnya untuk mengelola pesantren. Ust. Syarif Sukandi yang diberikan kepercyaaan untuk mengelola pesantren, melakukan penataan-penataan, baik kelembagaan maupun mahajinya (kurikulum). Dan pada saat itu menyelenggarakan kepanduan dengan nama شبّان اليوم (Syubbanul Yaum) yang saat itu masih langka. Dalam kondisi masyarakat yang masih belum memberikan dukungan, pesantren yang dipimpin dan dikelolanya, berupa terus melakukan penataan-penataan dan perbaikan. Yang pada akhirnya pesantren pun mulai menampakkan prospeknya yang cukup menggembirakan, dan mulailah dirintis pengajuan permohonan untuk mendapatkan nomor pesantren ke Pusat Pimpinan Persatuan Islam yang berkedudukan di Bandung untuk pengakuan sebagai cabang. Masa penataan tahap lanjutan (tahun 1956-1959)Ketika pesantren dalam masa mengambang, bahkan terancam bubar, maka pada awal tahu 1956 datanglah ust. Djunaedi Mulkan dari Palembang, dan juga diberikan kepercayaan untuk melanjutkan memimpin dan mengelola pesatnren. Dan Alhamdulillah pesantren mulai lagi menampakkan prospeknya. Apalagi dengan diselenggarakan berbagai kegiatan tambahan seperti adanya kursus bahasa Arab dan Inggris yang saat itu masih langka. Pada masa ini telah mendapat pengesahan dari PP PERSIS dengan nomor empat (4) dan mendapat pengakuan dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Cianjur sebagai Madrasah Wajib Belajar. Di akhir tahun 1959 ust. Djunaedi Mulkan ke Palembang. Dan untuk mengantisipasi terjadinya, maka tokoh Persatuan Islam yang dulu aktif mengajar (ust. Mukhtar, ust. A. Mansyur, dan ust. A. Damanhuri) kembali terjun ke pesantren, dibantu juga oleh bpk. Usman al-Johari, dan bpk. Tatang Wirasasmita (Ketua PC Persatuan Islam Cianjur saat itu). Tidak lama kemudian datanglah bantuan sebagai asatidzah dari bpk. Mamad Darmawisastra, ust. Ahmad Djunaedi dan ibu I. Wangsih NR., yang pada akhirnya ketiga orang ini dipercaya untuk langsung secara penuh memimpin dan mengelola pesantren. Bpk. Mamad Darmawisastra selaku kepada madrasahnya, dan ust. Ahmad Djunaedi beserta ibu I. Wangsih NR. merangkap sebagai TU. Walaupun dalam kondisi bangunan dan perlengkapan belajar yang belum banyak berubah, ditambah perhatian masyarakat pun belum memberikan respon yang diharapkan, tetapi pesantren setahap demi setahap terus menampakkan prospeknya yang cukup menggembirakan dengan santri sekitar 60 orang. Masa pembenahan (tahun 1959-sekarang)Pada tahun 1959 para tokoh dan pimpinan cabang Persatuan Islam Cianjur, mendapat kabar bahwa Pesantren Persatuan Islam no. 1 yang berkedudukan di Bandung (Jl. Pajagalan no.14) yang pada waktu itu dipimpin oleh K.H.E. Abdurrahman akan menugaskan lulusan mu’allimien untuk membantu pesantren di berbagai daerah terutama di daerah-daerah yang dipandang sebagai daerah rawan, termasuk didalamnya ust. Ali Ghazaly (kelahiran Cianjur, putranya bpk. Didi Bojongherang) akan ditugaskan ke Pamanukan (sebagaimana permohonan dari PC Persatuan Islam Pamanukan). Mengingat daerah Cianjur pun sangat memerlukan ust. Ali Ghazaly, maka tokoh PERSIS Cianjur yang diwakili oleh ust. U. Mukhtar, ust. A. Mansyur, bpk. Edi, bpk.Mamad Darmawisastra, bpk. Tatang Wirasasmita, dan bpk. Didi (bapaknya ust. Ali Ghazaly) datang menghadap kepada K.H.E. Abdurrahman agar menugaskan ust. Ali Ghazaly ke Cianjur. Setelah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, antara K.H.E. Abdurrahman selaku ketua umum PP Persatuan Islam (dan Pesantrennya) dengan pihak tokoh/para pimpinan PC Persatuan Islam Cianjur yang telah menghadap beberapa kali. Maka mulai tahun pelajaran 1959-1960 resmilah ust. Ali Ghazaly ditugaskan ke Pesantren Persatuan Islam no. 4 Cianjur yang lokasinya masih di Cikidang (Jl. Prof. Moch. Yamin no. 47 Cianjur), dengan demikian penugasannya ke pesantren Persatuan Islam no. 51 Pamanukan di batalkan. Pada tahun 1960, bpk. Endang Natamiharja (ketua PC Persatuan Islam Cianjur saat itu) dan bpk. Mamad Darmawisastra (selaku kepala madrasah/pimpinan pesantren), mengajukan permohonan kepada forum musyawarah PERSIS cabang Cianjur agar ust. Ali Ghazaly diajukan PP Persatuan Islam untuk menjadi pimpinan pesantren. Setelah disahkan oleh musyawarah dan mendapat pengesahan dari PP Persatuan Islam, maka pada tahun 1960 resmilah ust. Ali Ghazaly sebagai pimpinan Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur (pada waktu itu masih berumur 25 tahun) Dalam melakukan aktivitasnya, baik di pesantren selaku asatidz dan pimpinan pesantren, maupun di masyarakat selaku mubaligh, beliau selalu ditemani oleh aktifis PERSIS juga, diantaranya ust. A. Mansyur, ust. A. Damanhuri, ust. Sayuti, bpk. Tatang Wirasasmita, ust. Ahmad Djunaedi, dan lainnya termasuk para pemuda dan santri, sehubungan dengan kondisi saat itu terbilang masih sangat rawan karena sering mendapat gangguan dan hambatan terutama dari kaum tradisional dan aktifis PKI (Partai Komunis Indonesia) sehingga sering kali terjadi adu fisik yang berisiko tinggi yang notabene berani dan rela mengorbankan jiwa dan raga. Terlebih saat itu menjelang peristiwa Gerakan 30 September Semenjak didamping para aktifis, pemuda dan santri PERSIS kala itu, beliau (ust. Ali Ghazaly) dalam kegiatan tabligh banyak dibantu ust. Akhyar Syuhada yang telah lebih dahulu ditugaskan selaku pimpinan pesantren dan pimpinan cabang PERSIS Cibeber. Adapun dalam upaya pembenahan untuk meningkatkan keberadaan dan perkembangan pesantren, maka ust. Ali Ghazaly melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Galeri fotoReferensi
|