Pertempuran Metaurus
Pertempuran Metaurus adalah pertempuran penting dalam Perang Punik II antara Romawi dan Kartago yang berlangsung pada 207 SM, dekat Sungai Metauro, Italia. Pasukan Kartago dipimpin oleh Hasdrubal Barca dan kakaknya Hannibal, sementara tentara Romawi dipimpin oleh konsul Marcus Livius dan Gaius Claudius Nero. Claudius Nero baru saja melawan Hannibal dalam pertempuran sebelumnya di Grumentum, beberapa ratus kilometer di sebelah selatan sungai Metaurus dan bertemu dengan Marcus Livius beserta para pasukan paksa yang kedatangannya tidak diketahui oleh Hannibal dan Hasdrubal, sehingga pasukan Kartago menjadi kalah jumlah. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Romawi yang unggul dalam jumlah pasukan, mengepung pasukan Kartago dan berhasil mengalahkannya. Kartago kehilangan 15.400 orang yang terbunuh atau ditangkap, termasuk Hasdrubal. Pertempuran tersebut mengukuhkan supremasi Romawi atas Italia. Dalam menghadapi tekanan Romawi tanpa dukungan dari Hasdrubal, Hannibal terpaksa mengevakuasi kota-kota pro-Kartago di sebagian besar Italia selatan dan mundur ke Bruttium, yang kelak ia tinggali selama empat tahun. Latar belakangOperasi militer Hasdrubal di Italia untuk membantu kakaknya telah berjalan dengan sangat baik pada saat itu. Setelah melarikan diri dari Publius Scipio dalam pertempuran di Baecula, merekrut tentara bayaran di Celtiberia dan melakukan perjalanan ke Galia pada musim dingin 208 SM, Hasdrubal menunggu hingga musim semi 207 SM untuk dapat melewati Pegunungan Alpen menuju bagian utara Italia. Ia membuat kemajuan jauh lebih cepat dibandingkan kakaknya dalam perjalanan, sebagian karena konstruksi-konstruksi yang ditinggalkan oleh pasukan Hannibal satu dekade sebelumnya, juga disebabkan karena tidak adanya ancaman Galia yang mengganggu Hannibal selama perjalanan tersebut. Bangsa Galia menjadi takut dan menghormati bangsa Kartago. Hasdrubal tidak hanya diizinkan melewati Pegunungan Alpen tanpa gangguan, tetapi barisan pasukannya juga bertambah dengan banyaknya orang-orang Galia yang antusias. Hasdrubal berhasil membawa gajah perangnya yang dibesarkan dan dilatih di Hispania, melintasi Pegunungan Alpen. Roma masih belum dapat pulih dari serangkaian kekalahan telak yang dilancarkan oleh Hannibal pada dekade sebelumnya dan Romawi takut dalam menghadapi kemungkinan melawan dua putra Hamilcar Barca sekaligus. Konsul yang dipilih secara tergesa-gesa, Claudius Nero dan Marcus Livius, masing-masing dikirim untuk menghadapi Hannibal dan Hasdrubal. Pada awalnya, tidak ada konsul yang menyerang target yang dituju. Pasukan Claudius Nero yang berjumlah lebih dari 40.000 orang terlalu tangguh bagi Hannibal untuk dilawan secara terbuka dan keduanya terlibat dalam pertempuran yang tidak produktif di Bruttium. Sementara itu, Marcus Livius, meskipun mendapat dua perlindungan tambahan dari banyak tentara Romawi yang tersebar di seluruh Italia, dengan hati-hati ia mengizinkan Hasdrubal untuk bergerak melewati Metaurus hingga ke selatan menuju kota Sena (kini Senigallia). PendahuluanSebuah keputusan akhirnya diambil setelah Hasdrubal mengirim para utusannya ke Hannibal. Hasdrubal berencana ingin bertemu dengan kakaknya di bagian selatan Umbria. Rencana ini dapat diketahui oleh konsul Claudius Nero setelah para utusan Hasdrubal ditangkap. Menyadari urgensi situasi dan ancaman besar yang akan ditimbulkan oleh penggabungan pasukan Kartago ke Roma, yakni gabungan pasukan Hasdrubal dan Hannibal, Nero memutuskan untuk menghindari kewenangan Senat, juga menyarankan mereka untuk mengatur pungutan demi perlindungan mereka sendiri. Nero meninggalkan kampnya di bawah komando Legatus Quintus Catius, kemudian ia bergerak cepat ke arah Utara untuk bergabung dengan Marcus Livius, bersama 7.000 orang terpilih dengan 1.000 di antaranya adalah pasukan kavaleri. Pasukan berkuda dikirim ke baris depan di sepanjang barisan dengan perintah kepada masyarakat desa untuk mempersiapkan perbekalan bagi pasukan, karena para pasukan hanya berbekal senjata yang diambil dari kamp. Pasukan Nero diikuti oleh para relawan muda dan veteran selama perjalanan. Claudius Nero kemudian bertemu dengan Marcus Livius, yang mendirikan kamp di Sena bersama praetor Porcius Licinius. Kamp Hasdrubal berjarak kira-kira setengah mil ke utara. Kehadiran Claudius Nero tidak diketahui oleh pasukan Romawi hingga keesokan harinya karena ia datang pada malam hari. Kedatangannya baru diketahui ketika pasukan Romawi tengah bersiap untuk berperang. Hasdrubal juga tengah mempersiapkan pasukannya, tetapi setelah ia mengamati lebih dekat pasukan yang berada di hadapannya, Hasdrubal menyadari bahwa pasukan Marcus Livius menjadi bertambah banyak sepanjang malam dengan kontingen tentara berkuda yang jauh lebih besar. Hasdrubal mengingat bahwa ia mendengar suara terompet kedua di kamp Romawi pada malam sebelumnya, yang menandakan kedatangan seorang tokoh penting. Ia mengenali suara terompet tersebut karena keterlibatannya dengan Romawi di Hispania. Hasdrubal menyimpulkan bahwa ia kini berhadapan dengan dua tentara Romawi, lalu memutuskan untuk mundur dari arena, karena takut menderita kekalahan. Saat malam hari, Hasdrubal diam-diam memimpin pasukannya keluar dari kamp yang bertujuan untuk mundur ke Galia, agar ia dapat menjalin komunikasi secara aman dengan Hannibal. Hasdrubal dikhianati oleh pemandunya, yang membuat pasukannya tersesat dan penuh kebingungan di sepanjang sungai Metaurus, sambil berupaya untuk menyeberangi sungai, tetapi upaya ini sia-sia. Malam berlalu tanpa ada perubahan pada Hasdrubal dan pasukannya, saat pagi hari ia mendapati pasukannya berantakan, kurang tidur dan terjebak di tepi sungai Metaurus dengan banyak tentara Galianya dalam keadaan mabuk. Hasdrubal dengan enggan, bersiap untuk berperang, ketika kavaleri Romawi yang mendekat dengan cepat dan legiun di bawah dua konsul Romawi berada tidak jauh di belakang. KekuatanPertempuran tersebut terjadi di tepi sungai Metaurus, dekat Montemaggiore al Metauro.[1] Tidak diketahui pasti jumlah pasukan dari kedua belah pihak. Bangsa Romawi memperkirakan terdapat 8.000 orang Liguria di pasukan Hasdrubal, yang merupakan sepertiga dari infanterinya.[2] Data yang berasal dari sumber-sumber kuno seringkali tidak cukup atau sangat kontradiktif. Sejarawan Appianos misalnya, mengatakan bahwa pasukan Kartago berjumlah 48.000 tentara infanteri, 8.000 kavaleri dan 15 pasukan gajah.[3] Sementara, sejarawan Livy mengklaim bahwa terdapat 61.400 tentara Kartago yang terbunuh atau ditangkap pada akhir pertempuran dan masih banyak lagi tentara yang lolos dari pembantaian tersebut.[4] Angka-angka ini sepertinya berlebihan, terutama ketika sejarawan Polibios yang memperkirakan hanya 10.000 orang Kartago dan Galia yang tewas. Perkiraan modern menunjukkan bahwa pasukan Hasdrubal berkekuatan sekitar 30.000 orang[5] dan pasukan Marcus Livius berjumlah kurang lebih sama. Promagistrat L. Porcius Licinius memimpin dua legiun yang kira-kira jumlah tentaranya sama dengan konsul. Artinya, Marcus Livius dan Porcius Licinius mempunyai empat legiun, yakni berkisar antara 32.000–40.000 orang, termasuk jumlah sekutu-sekutunya. Jumlah kontingen sekutu bisa jadi lebih sedikit dari biasanya, karena penolakan beberapa relasi Romawi untuk menyediakan pasukan tambahan. Pasukan Porcius kekurangan kekuatan.[6] Kekuatan Romawi kemungkinan semakin berkurang karena pertempuran sebelumnya dengan Hasdrubal dengan bukti keberadaan 3.000 orang tahanan di kamp Hasdrubal. 7.000 tentara Claudius Nero bergabung dengan sekitar 2.000 orang relawan dalam perjalanan dan ketika ia bergabung, pasukan Romawi memiliki 37.000 tentara yang melawan Hasdrubal.[6] Seperti kebanyakan tentara Kartago, pasukan Hasdrubal terdiri dari multi etnis yang berbeda, termasuk Hispania, Liguria, Galia dan beberapa lainnya yang berasal dari Afrika. Situasi pasukan Hasdrubal yang berada di sayap kanan, berada Sungai Metaurus dan pasukan sayap kirinya berada di daerah perbukitan yang tidak dapat diakses. Ia menempatkan pasukan kavalerinya di sayap kanannya untuk menjaganya dari kavaleri superior Romawi yang dapat mengepungnya. Sebaliknya, sayap kiri Hasdrubal terlindungi oleh perbukitan di kiri dan jurang yang berada di depan. Pasukan terbaik Hasdrubal yang terdiri dari para veteran Hispanik, ia tempatkan dalam formasi dalam pasukan sayap kanannya.[7] Sementara, pasukan dari Liguria ditempatkan di tengah.[7] Akhirnya, ia menempatkan pasukan Galianya yang sedang kelelahan di puncak bukit, terlindungi oleh jurang dalam yang berada di depannya.[7] Hasdrubal juga memiliki sepuluh ekor gajah yang ia tempatkan di depan.[7] Ia telah memperkenalkan sebuah inovasi dalam peperangan gajah yang dilengkapi oleh mahout yang membawa palu dan pahat untuk membunuh gajah tersebut jika hewan-hewan tersebut berbalik melawan pasukannya sendiri, sebagaimana hal ini kerap terjadi.[8] Marcus Livius Salinator mengerahkan tentara Romawi di depan pasukan Kartago. Sayap kiri Romawi dipimpin oleh Marcus Livius, sayap kanan berada di bawah komando Gaius Claudius Nero, menghadap ke pasukan Galia yang tidak dapat diakses dan sayap tengah berada di bawah komando Porcius Licinius. Kavaleri Romawi ditempatkan di sayap kiri, menghadap kavaleri Kartago. PertempuranPertempuran diawali dengan serangan pasukan sayap kiri Romawi melawan pasukan sayap kanan Kartago dan beberapa saat kemudian, diikuti oleh serangan dari pasukan tengah Romawi. Kavaleri Kartago yang kalah jumlah, tumbang melawan kavaleri Romawi. Sayap kanan dan tengah Kartago bertahan dan gajah perang berhasil mematahkan garis pertahanan Romawi. Claudius Nero, yang berada di sayap kanan Romawi, berjuang untuk mengatasi medan yang menghalangi jalannya menuju pasukan Galia yang berada di sayap kiri Hasdrubal.[7] Melihat kesia-siaan membuang-buang waktu untuk mencoba mencapai pasukan Galia yang tidak berdaya, ia malah mengerahkan separuh pasukannya dan memimpin mereka dari belakang garis pertempuran Romawi ke sisi paling kiri Romawi, membelokkan pasukannya dan menabrak sayap kanan Kartago dengan kekuatan dan intensitas yang tiba-tiba.[7] Sayap kanan Kartago, yang terdiri dari kaum Hispanik, tidak dapat menahan dua serangan Marcus Livius dari depan dan Claudius Nero di sayap mereka.[7] Mereka terpaksa mundur, membawa serta Liguria di tengah Kartago.[7] Gajah-gajah mengamuk, membunuh orang-orang Romawi dan Kartago.[7] Hasdrubal berperang bersama anak buahnya dan mendesak mereka untuk terus bertempur, mengumpulkan tentara yang melarikan diri dan memulai kembali pertempuran di mana pun ia berada. Pasukan Galia di kiri Kartago kini menghadapi tiga serangan, Porcius Licinius dari depan, Marcus Livius dari sayap kanan dan Claudius Nero dari belakang. Dalam situasi seperti ini, kavaleri Romawi telah sepenuhnya mengalahkan kavaleri Kartago dan dengan mundurnya sayap kiri Kartago, secara umum mundurnya pasukan Hasdrubal dimulai.[7] Enam dari gajah tersebut dibunuh oleh pawang mereka sendiri untuk menghentikan amukannya dan empat sisa gajah, ditangkap oleh tentara Romawi.[7] Hasdrubal melihat bahwa tidak ada lagi yang dapat ia lakukan dan mungkin ragu akan kemungkinannya untuk dapat melarikan diri atau hanya tidak ingin ditawan, ia dimasukkan ke dalam barisan Romawi dengan menunggangi kudanya bersama dengan sisa pengawal Hispaniknya dan dibunuh.[7] Ia dipuji oleh Polibios dan Livy karena telah melakukan semua yang dapat ia lakukan sebagai seorang jenderal dan berakhir menemui kematian yang mulia.[9] Sejarawan Dexter Hoyos meyakini kematian Hasdrubal adalah tindakan konyol, karena ia bisa saja memberikan kepemimpinannya kepada sisa-sisa tentara Kartago dan menjadi ancaman bagi Roma di Italia utara.[9] Sejumlah orang Liguria dan Galia yang tidak diketahui jumlahnya, mungkin sekitar 10.000 orang yang lolos dari pertempuran atau tidak turut ambil bagian sama sekali, dibentuk menjadi sebuah badan terorganisir tetapi kemudian dibubarkan karena tidak adanya seorang pemimpin.[9] Setidaknya satu perwira Kartago, Hamilcar, menolak menyerah setelah kekalahan Hasdrubal dan mengorganisir pasukan Galia Cisalpina yang terdiri dari 40.000 orang melawan Romawi pada 200 SM, yang menyebabkan terjadinya pertempuran Cremona. KesudahanClaudius Nero tidak menunjukkan rasa hormat terhadap musuhnya yang telah kalah. Ia memenggal kepala Hasdrubal dan membawanya ke selatan dan dilemparkan ke kamp Hannibal sebagai tanda kekalahan adiknya. Pentingnya pertempuran Metaurus diakui oleh kalangan sejarawan. Hal ini termasuk dalam The Fifteen Decisive Battles of the World karya Edward Shepherd Creasy tahun 1851, dengan pertimbangan bahwa hal ini secara efektif menghilangkan ancaman Kartago dari kekuasaan Roma ke dominasi benua dengan membiarkan Hannibal terdampar di Italia. Paul K. Davis melihat pentingnya hal ini karena "kekalahan Kartago mengakhiri upaya untuk memperkuat Hannibal, menghancurkan usahanya di Italia dan Roma mampu membangun dominasi atas Spanyol."[10] Pertempuran Metaurus dibayangi oleh pertempuran-pertempuran lain dalam Perang Punik II, seperti kemenangan besar Hannibal di Pertempuran Cannae atau kekalahan terakhirnya di Pertempuran Zama. Meskipun demikian, dampak kemenangan Claudius Nero dan Marcus Livius di Metaurus telah membuatnya mendapat kedudukan penting di kalangan sejarawan, tidak hanya dalam sejarah Roma, tetapi juga dalam sejarah dunia. Setelah kekalahan tersebut, salah satu perwira Hasdrubal, Hamilcar, tetap tinggal di Galia Cisalpina dan mengorganisir pasukan gabungan Galia yang terdiri dari 40.000 orang melawan Roma, tahun 200 SM, menjarah kota Placentia sebelum dikalahkan dan dibunuh oleh Roma dalam Pertempuran Cremona. Di sisi lain, sebagian tentara bayaran Hispania yang masih hidup melanjutkan perjalanannya dan akhirnya bertemu dengan Hannibal.[11] KorbanSejarawan Polibios memberikan gambaran tentang jumlah korban yakni 10.000 orang dari pasukan Hasdrubal tewas dan terdapat sejumlah tawanan yang jumlahnya tidak ditentukan. Enam gajah dibunuh dan empat sisanya ditangkap Romawi. Sementara pasukan Romawi kehilangan 2.000 orang prajuritnya yang tewas. Sejarawan Livy memperkirakan 8.000 prajurit Romawi dan sekutunya tewas, mungkin tidak bertentangan dengan pendapat Polibios dengan total pasukan Kartago yang tewas berjumlah 56.000 orang, sedangkan sisanya 5.400 ditangkap.[12] Jumlah tawanan Kartago menurut Livy, dapat diterima oleh para sejarawan modern, tetapi jumlah korban dari pihak Kartago tidak dianggap sebagai gambaran yang serius.[12] Total jumlah korban di pihak Kartago mungkin sekitar 15.400 orang, termasuk 10.000 orang tewas dan 5.400 ditangkap.[7] Sejumlah besar perwira Kartago terbunuh dan banyak sisanya ditangkap.[7] Referensi
Pustaka
|