Rumah ini tidak dibangun dengan sisi panjang di sejajar jalan, tetapi tegak lurus terhadap jalan. Bumbungan atap rumah Palimbangan pada rumah induk memakai atap pelana dengan tebar layar yang disebut Tawing Layar. Kebanyakan rumah Palimbangan tidak menggunakan anjung. Namun jika memakai anjung maka atapnya juga menggunakan atap pelana dengan Tawing Layar menghadap ke depan. Pada teras/emper depan ditutup dengan atap sengkuap (atap lessenaardak) yang disebut atap Sindang Langit. Pada perkembangannya atap teras yang disebut Atap Sindang Langit ini melebar ke emper samping sampai di depan Anjung membentuk atap jurai luar (disebut Jurai Laki) pada ujung sudut-sudut atap empernya.
Rumah Palimbangan diperuntukkan bagi golongan saudagar besar atau ulama pedagang. Rumah Palimbangan mirip dengan rumah Balai Laki karena sama-sama menggunakan atap pelana, tetapi pada Rumah Balai Laki menggunakan model anjung Pisang Sasikat (atap sengkuap). Biasanya Rumah Palimbangan berukuran lebih besar daripada rumah Balai Laki.
Rumah Palimbangan ini mempunyai perbedaan dengan tipe lainnya antara lain pada bentuk atap dan ornamen ukiran yang dipakai. Ruang paluarannya beratap pelana dengan hiasan layang-layang di puncak gunungannya. Atap sindang langit untuk surambi juga diteruskan ke samping sehingga membentuk jurai (jurai luar). Atap ini bertemu atap sindang langit pada anjungnya. (1)
Ciri-cirinya:
Pada mulanya tubuh bangunan induk rumah adat Palimbangan ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan yang ditutupi dengan menggunakan atap pelana, sehingga terlihat tebar layar yang dalam bahasa Banjar disebut Tawing Layar. Atap pelana ini menutupi mulai ruang Surambi Pamedangan hingga ruang-ruang yang ada di belakangnya (dengan bentuk dasar Rumah gudang). Penampilan Rumah Palimbangan mirip dengan Rumah Balai Laki karena sama-sama beratap pelana, tetapi ukuran Rumah Palimbangan biasanya lebih besar daripada ukuran Rumah Balai Laki.
Dalam perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan ruangan pada salah satu sisi bangunan pada samping kiri atau kanan bangunan atau kedua-duanya baik sisi kiri maupun kanan secara simetris dan posisinya agak ke belakang. Kedua buah ruangan tambahan ini berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Ruang tambahan ini disebut anjung. Kedua buah anjung ini juga ditutup dengan atap pelana.
Perkembangan Rumah Palimbangan lebih lanjut terdapat pada atap sengkuap Sindang Langit (atap emper depan) yang ditambahi Jurai Luar yang melebar ke atap emper samping kanan maupun kiri bangunan yang menyatu dengan atap anjung kanan dan atap anjung kiwa disertai penambahan tiang-tiang emper pada teras samping rumah.
Contoh rumah Palimbangan memakai anjung beratap pelana adalah rumah Palimbangan milik Hj. Siti Hawa yang dibangun oleh kakeknya H. Seta terdapat di Kelurahan Pasayangan, Martapura, Banjar.[2]
Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Balai Laki.
Pada Surambi Sambutan terdapat 6 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap sindang langit yang diteruskan ke emper samping kanan dan kiri dengan beberapa buah pilar tambahan pada teras samping rumah.
Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Balai Laki.
Pada teras (Palatar Sambutan) terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit.
Pada dinding depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1(satu), 2(dua) atau 3 (tiga) buah pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan.