O kara
O kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /oː/, sama halnya seperti aksara ओ (o) dalam aksara Dewanagari, huruf O dalam alfabet Latin. Kadang kala disamakan dengan bunyi /ɔ/, sama seperti huruf omicron (ο) dalam alfabet Yunani. BentukBentuk O kara persis dengan bentuk angka 3 dalam aksara Bali. Bila O kara dan angka 3 ditulis bersama-sama dalam satu kalimat dengan menggunakan aksara Bali, maka tanda carik dipakai untuk membedakan huruf dan angka.
PenggunaanO kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[1] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Contoh kata yang menggunakan O kara (dalam bahasa Bali): ostya, osadi, oga, dsb. O kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contohnya antara lain: oncèr, osek, olih, olèg, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara Ha yang dapat dibubuhi oleh tanda taling dan tedung. O kara dirgha
O kara yang melambangkan bunyi /aːu/ disebut O kara dirgha (secara harfiah, dirgha berarti panjang) atau O kara matedung. Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan O kara biasa. Bila O kara matedung dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis "au". Namun dalam bahasa Bali, pengucapan diftong /aːu/ sering kali luluh menjadi /oː/. Dengan kata lain, diftong /aːu/ berubah menjadi /oː/. Misalnya kata "kaurawa" diucapkan "korawa", kata "mausala" diucapkan "mosala", dll. O kara matedung yang dibubuhi oleh tanda ulu candra dianggap aksara suci oleh penganut agama Hindu di Bali. O kara matedung yang dibubuhi ulu candra tersebut dibaca "Aum". Simbol tersebut dikeramatkan oleh umat Hindu. Referensi
Lihat pulaCatatan kaki
|