Ta latik adalah salah satu aksara wianjana (huruf konsonan) dalam sistem penulisan aksara Bali, yang melambangkan bunyi /ʈ/ dan /ʈʰ/. Jika dialihaksarakan menjadi huruf Latin, maka aksara ini ditulis "Ṭa" atau Ṭha.[1][2]
Bentuk
Dalam aksara-aksara yang menurunkan aksara Jawa dan Bali—Brahmi, Pallawa, Kawi—huruf Ta dalam warga murdania dibuat terpisah, yaitu bentuk alpaprana (Ṭa) dan mahaprana (Ṭha). Namun dalam aksara Jawa dan Bali, huruf Ṭa dan Ṭha berbagi bentuk, karena pengucapan Ṭha sudah jarang. Maka dari itu, Ta latik yang tergolong dalam warga murdania bisa dialihaksarakan sebagai "ṭa" atau "ṭha", karena tiadanya bentuk Ṭha seperti dalam aksara Brahmi atau Pallawa. Dalam aksara Bali, untuk membedakan Ṭa dan Ṭha, biasanya Ṭha diberi tedung sedangkan Ṭa tidak.[1] Bagaimanapun, Ta latik mahaprana tercantum berbeda dalam Unicode, dan diberi nama Ta murda mahaprana, pada blok U+1B1E.
Ṭa (Ta latik biasa)
Ṭā atau Ṭha
Ṭha (Ta murda mahaprana)
Fonem dan alihaksara
Aksara ini termasuk dalam kelompok warga aksara murdhanya (konsonan tarik-belakang/retrofleks),[2]. Seharusnya, Ṭa diucapkan /ʈa/ sedangkan Ṭha diucapkan /ʈʰa/. Namun dalam bahasa Bali modern, perbedaan antara /ʈa/ dan /ʈʰa/ tidak terdengar, sebab pengucapan dengan hembusan besar dan hembusan kecil disamakan saja.[3]
Sebagai Ṭa, maka ia diucapkan /ʈ/ pada kata: ṭaṁkāra (bahasa Sanskerta), ṭutuk (bahasa Jawa). Ṭha diucapkan dengan metode yang sama seperti Ṭa, tetapi perbedaannya terletak pada hembusan /h/ yang diucapkan.
Penggunaan
Ta latik sebagai lambang bunyi /ʈʰa/ biasanya dipakai saat menulis bahasa non-Bali (misalnya bahasa Sanskerta) ke dalam aksara Bali. Sebab dalam bahasa Sanskerta terdapat fonem /ʈʰ/ sedangkan dalam bahasa Bali tidak.
Ta latik ditulis apabila mengikuti bunyi konsonan tarik-belakang (retrofleks) (contohnya bunyi /ɳ/ dan /ʂ/). Contoh (dalam bahasa Sanskerta): kaṇṭha, niṣṭhha, duṣṭa dll.