Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Musa al-Kazhim (Arab: الإمام موسى الكاظم) (Tujuh Safar, 128 H – 25 Rajab 183 H) (Bertepatan dengan: 28 Oktober 746 – 1 September 799) merupakan Imam ke-7 dalam tradisi IslamSyi'ahDua Belas Imam. Dia adalah putra dari Imam ke-6, Ja'far ash-Shadiq, dan ibunya bernama Hamidah Khatun. Dia lahir ketika terjadi pergolakan antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah dan ia biasa pula dipanggil dengan nama Abu al-Hasan.
Kehidupan pribadi
Kelahiran
Imam Musa al-Kazhim lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan 7 Shafar tahun 128 Hijriah di sebuah lembah bernama Abwa’ yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Ibunya bernama Hamidah. Ia mencapai kedudukan Imamah pada usia 21 tahun.
Ibu
Ibu Musa Al-Kazhim adalah seorang budak yang dibeli oleh Imam Ja’far. Meskipun demikian, ibu telah mendapatkan pengajaran ilmu dari Imam Ja’far, yang menjadikannya sebagai wanita yang memiliki keluasan ilmu dan kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sehingga, kadang-kadang Imam Ja’far meminta para wanita untuk bertanya masalah-masalah agama kepadanya.
Periode kehidupan Imam Musa Al-Kazhim dapat dibagi menjadi dua bagian:
Pertama, kehidupan dia bersama ayahandanya di Madinah selama 20 tahun. Periode ini berlangsung sebelum dia mencapai Imamah.
Kedua, masa-masa awal perlawanan, pemenjaraan, dan pengasingan yang menimpa kehidupan Imam.
Penunjukan sebagai Imam
Setelah kematian Jafar ash-Shadiq, pengikutnya retak. Mayoritas, yang kemudian dikenal sebagai Dua Belas, diikuti oleh putra bungsunya, Musa al-Kazim.[2][3][4] Tampaknya juga beberapa orang mengharapkan Imam berikutnya adalah putra sulung al-Shadiq, Ismail, yang telah meninggal lebih dulu dari ayahnya.[5] Kelompok ini, yang kemudian membentuk cabang Ismailiyah dari Syiah, percaya bahwa Ismail masih hidup tetapi dalam penyembunyian atau malah menerima imamah putra Ismail, Muhammad.[3][6] Sementara Dua Belas dan Ismailiyah adalah satu-satunya sekte Syiah yang masih ada saat ini,[7][8] ada lebih banyak faksi pada saat itu. Secara khusus, beberapa pengikut ash-Shadiq menerima imamat dari putra sulungnya yang masih hidup, Abdullah al-Aftah.[9][10][11][12] Kelompok ini, yang kemudian dikenal sebagai Fathiyyah, mengaitkan hadits ash-Shadiq yang menyatakan bahwa imamah harus diteruskan melalui putra sulung Imam. Sementara Dua Belas dan Isma'ilis adalah satu-satunya sekte Syiah yang masih ada saat ini, ada lebih banyak faksi pada saat itu. Secara khusus, beberapa pengikut ash-Shadiq menerima imamat dari putra sulungnya yang masih hidup, Abdullah al-Aftah.[10] Kelompok ini, yang kemudian dikenal sebagai Fathiyyah,[13] mengaitkan hadits ash-Shadiq yang menyatakan bahwa imamah harus diteruskan melalui putra sulung Imam.[14] Sebaliknya, kepercayaan Dua Belas adalah bahwa, sebagai anak laki-laki, Musa telah ditunjuk sebagai Imam masa depan oleh al-Shadiq,[13] yang juga menjelaskan bahwa imamah diberikan kepada putra Imam yang paling berjasa, "seperti Daniel memilih Sulaiman. dari antara keturunannya." Ash-Shadiq kemudian menominasikan Musa, putra ketiganya, setelah kematian putra sulungnya, Ismail, melewati putra keduanya, Abdullah.[15] Karena Abdullah meninggal tanpa anak tak lama setelah al-Sadiq, mayoritas pengikutnya kembali ke Musa.[10][11][16] Musa juga menerima kesetiaan dari murid-murid Syiah yang paling terkenal dari ayahnya, al-Sadiq, segera setelah kematiannya. Ini termasuk Hisyam ibn al-Hakam dan Mu'min al-Taq (al-Ahwal).[17][18][13]
Suksesi
Al-Kazim menunjuk putranya, Ali al-Rida, sebagai penggantinya sebelum kematiannya di penjara Harun ar-Rashid pada tahun 799 (183 H)[19][20], setelah beberapa tahun dipenjara.[21] Madelung menambahkan bahwa a-Kazim telah menjadikan al-Rida sebagai pewarisnya, dan bahwa al-Rida juga mewarisi harta ayahnya di dekat Madinah dengan mengesampingkan saudara-saudaranya.[22] Setelah al-Kazim, al-Rida dengan demikian diakui sebagai Imam berikutnya oleh sekelompok signifikan pengikut al-Kazim,[23] yang membentuk garis utama Syiah dan kemudian menjadi Dua Belas.[24] Saudara-saudara al-Rida tidak mengklaim imamah tetapi beberapa dari mereka memberontak melawan Abbasiyah.[19][22] Beberapa pengikut al-Kazim, bagaimanapun, mengklaim bahwa dia tidak mati dan akan kembali sebagai Mahdi, penyelamat yang dijanjikan dalam Islam.[25][26] Ini dikenal sebagai Waqifiyya (terj. har.'mereka yang berhenti') meskipun tampaknya mereka kemudian kembali ke arus utama Syiah,[13] mendeklarasikan al-Rida dan penerusnya sebagai letnan al-Kazim.[20][23] Istilah Waqifiyya diterapkan secara umum untuk setiap kelompok yang menyangkal atau ragu-ragu atas kematian seorang Imam Syiah tertentu dan menolak untuk mengakui penggantinya.[27]
Menurut Kohlberg, pembentukan Waqifiyya mungkin memiliki alasan finansial. Perwakilan al-Kazim di beberapa lokasi ternyata menolak untuk menyerahkan kepada al-Rida uang yang dipercayakan kepada mereka, dengan alasan bahwa al-Kazim adalah Imam terakhir. Ini termasuk Mansur bin Yunus Buzurg dan Ali bin Abi amza al-Bataini, Ziyad bin Marwan al-Kandi, Utsman bin Isa al-Amiri al-Ruasi. Beberapa laporan menunjukkan bahwa al-Ruasi bertobat.[13]
Sahabat-sahabat Imam Musa Al-Kazhim
Ketika ayahnya, Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat, murid-murid dia memusatkan perhatian dan kesetiaan mereka kepada putranya, Imam Musa as. Mereka menuntut ilmu kepada Imam selama tiga puluh tiga tahun. Beberapa murid dia antara lain:
Ibnu Abi Umair
Ia belajar pada tiga Imam, yaitu Imam Musa Al-Kazhim, Imam Ali Ar-Ridha, dan Imam Muhammad Al-Jawad . Ibnu Abi Umair merupakan salah seorang ulama terkenal pada zamannya. Ia meninggalkan banyak kitab-kitab hadis sebagai tanda jasanya.
Beberapa orang memberi kabar kepada penguasa Abasiyah, bahwa Ibnu Abi Umair adalah orang Syi’ah (pengikut Ahlulbait). Ia ditangkap dan diinterogasi untuk menyebutkan nama-nama orang Syi’ah yang ia kenali. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya untuk memenuhi paksaan mereka. Ia ditelanjangi dan diikat pada pohon kurma. Mereka mengganjar seratus cambukan kepada murid setia para Imam ini.
Syaikh Mufid menuturkan, “Sahabat utama Imam ini dipenjarakan selama tujuh puluh tahun. Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat, ia tetap mengunci mulutnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk memberikan informasi kepada penguasa Abasiyah yang zalim.”
Ali bin Yaqthin
Ia juga adalah salah seorang sahabat Imam Ja’far . Marwan memata-matainya dan memerintahkan penangkapannya. Akan tetapi, Ali berhasil meloloskan diri dari kejaran Marwan. Ia mengirim istri dan anak-anaknya ke Madinah. Ia kembali ke Kufah menyusul keruntuhan Dinasti Bani Umaiyah di tangan Bani Abbasiyah.
Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.
Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Imam Musa as yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, tetapi ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.
Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.
Mu’min Ath-Thaq
Ia adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq dan Imam Musa Al-Kazhim . Imam Ja’far mendudukkannya sebagai salah seorang sahabat utama dia dan memberikan penghormatan khusus kepadanya.
Mu’min amat tangkas dalam diskusi dengan siapa saja. Mengenai hal ini, Imam Ja’far mengatakan, “Mu’min ibarat seekor elang yang menerkam mangsanya.”
Hisyam bin Hakam
Ia adalah seorang pakar dalam bidang ilmu Logika. Acapkali terdapat sebuah masalah pelik, Imam Ja’far elalu mengutusnya memecahkan masalah itu. Ia sangat menguasai pembahasan Imamah. Ia merupakan murid jenius Imam dan tangkas dalam memberikan jawaban. Ia juga seorang pakar dalam masalah-masalah Ketuhanan.
Hisyam banyak menulis kitab dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan ulama dari berbagai mazhab dan golongan.
Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim
“Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
“Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
“Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
“Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
“Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Yavari, Neguin (2004). "'ATABAT". Dalam Martin, Richard C. Encyclopedia of Islam and the Muslim world. 1. Macmillan Reference. hlm. 88. ISBN0028656040.
Rahim, Habibeh (2004). "Kazim, Musa al-". Dalam Jestice, Phyllis G. Holy People of the World: A Cross-cultural Encyclopedia. 3. ABC-CLIO. hlm. 469, 470. ISBN9781576073551.
Adamec, Ludwig W. (2017). Historical Dictionary of Islam (edisi ke-Third). Rowman & Littlefield. ISBN9781442277236.
Lalani, Arzina R. (2004). Early Shi'i Thought: The Teachings of Imam Muhammad Al-Baqir. I. B. Tauris. ISBN978-1850435921.
Stewart, Devin J.; Pinault, David; Daftary, Farhad; Gleave, Robert (2004). "SHI'A". Dalam Martin, Richard C. Encyclopedia of Islam and the Muslim world. 2. Macmillan Reference. hlm. 621–630. ISBN0028656059.
Takim, Liyakatali (2004). "JA'FAR AL-SADIQ (C. 701-765)". Dalam Martin, Richard C. Encyclopedia of Islam and the Muslim world. 1. Macmillan Reference. hlm. 369, 370. ISBN0028656040.
Daftary, Farhad (2020). Short History of the Ismailis: Traditions of a Muslim Community. Edinburgh University Press. ISBN9780748679225.
Rizvi, Sajjad H. (2006a). "'ALI AL-RIDA". Dalam Meri, Josef W. Medieval Islamic Civilization: A-K, index. Taylor & Francis. hlm. 35, 36. ISBN9780415966917.
Nanji, Azim; Daftary, Farhad (2006). "What is Shiite Islam?". Dalam Cornell, Vincent J. Voices of Islam. 1. Greenwood Publishing Group. ISBN9780275987329.