Secara Geografis, Kecamatan Modoinding menempati sebagian besar wilayah yang disebut DTT Modoinding, yang dimana DTT Modoinding terbagi atas 3 Kecamatan dari 3 Kabupaten yang berbeda yakni Seluruh Kecamatan Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan yang mencakup sekitar 60% DTT Modoinding. Sebagian Kecamatan Passi Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow yang mencakup wilayah Barat DTT Modoinding. Serta 8 Desa di Kecamatan Mooat, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur yang mencakup bagian Barat dan Selatan DTT Modoinding.
Kecamatan Modoinding berada di ujung selatan dari Kabupaten Minahasa Selatan, serta menjadi titik paling selatan dari seluruh Tanah Minahasa dan menjadi gerbang masuk ke Tanah Minahasa dari arah selatan.
Dataran Tinggi Modoinding
Dataran Tinggi Modoinding merupakan Dataran Tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara, dengan luas sekitar 150 Km².
Topografi Dataran Tinggi Modoinding berupa plato yang cenderung rata yang dikelilingi pegunungan disekitarnya. Puncak tertinggi di Dataran Tinggi Modoinding adalah Gn. Api Ambang (1.795 Meter, tertinggi ke-7 di Sulawesi Utara) di Barat, dan Puncak Veel (1.741 Meter, tertinggi ke-9 di Sulawesi Utara) di Timur.
Dataran Tinggi Modoinding merupakan hulu dari Sungai Poigar dan Sungai Ranoyapo, yang keduanya merupakan sungai-sungai terpenting di Sulawesi Utara.
Demografi
Suku Bangsa
Sebagian Besar Masyakarat Kecamatan Modoinding Berasal dari Suku Minahasa yang adalah Penduduk Asli Daerah Tersebut, Terdapat Pula Sebagian Kecil Suku Pendatang Yang Berasal Dari Mongondow , Jawa dan Gorontalo.
Agama
Berdasarkan Data Kementerian Dalam Negeri 2024 , Mayoritas Masyakarat kecamatan Modoinding memeluk Agama Kristen yakni sebanyak 14.223 Jiwa (99,42%) dimana Protestan sebanyak 13.481 Jiwa (94,23%) dan Katolik sebanyak 742 Jiwa (5,19%) lalu sebagian kecil lagi beragama Islam yakni sebanyak 70 Jiwa (0,49%) diikuti dengan Buddha sebanyak 8 Jiwa (0,06%) dan Hindu sebanyak 4 Jiwa (0,03%).
Protestan mendominasi semua wilayah di Kecamatan Modoinding dengan Desa Makaaroyen merupakan penganut Protestan terbanyak yaitu sebanyak 1.726 Jiwa dan diikuti Desa Mokobang sebanyak 1.640 Jiwa.
Anggota Protestan di Kecamatan Modoinding memiliki 45 Rumah Ibadah dan 45 Jemaat dengan rincian 11 Jemaat GPdI, 8 Jemaat GGP, 8 Jemaat GMIM, 4 Jemaat GKBI, 4 Jemaat GBI (Bethel), 3 Jemaat GMAHK (Advent), 2 Jemaat GKMI, 2 Jemaat GBI (Bethany), serta 1 Jemaat GKII, GPPS dan GESBA.
Mayoritas Penduduk di Kecamatan Modoinding merupakan Anggota Jemaat GMIM kecuali Desa Mokobang dengan Anggota Jemaat Mayoritas GPdI, dan Desa Kakenturan dengan Anggota Jemaat Mayoritas GKMI.
Umat Katolik di Kecamatan Modoinding memiliki 2 Rumah Ibadah yang masing-masing berada di Desa Sinisir dan Desa Makaaroyen.
Umat Islam di Kecamatan Modoinding hampir merata tersebar di seluruh desa dengan rata-rata 7 Jiwa dengan Desa Linelean yang merupakan desa dengan jumlah Umat Islam terbanyak yaitu 13 Jiwa, dan hingga saat ini belum ada Masjid maupun Mushola di wilayah Kecamatan Modoinding.
Penganut agama lainnya seperti Hindu dan Buddha mayoritas berada di Desa Pinasungkulan.
Sejarah
Masa Kolonial
Sebelum adanya wilayah yang disebut Modoinding, wilayah ini sebelumnya merupakan hutan rimba namun telah ada bekas-bekas pemukiman yang merupakan bekas pemukiman dari penduduk yang hidupnya berpindah-pindah maupun penduduk yang datang berburu.
Sehubungan dengan gempa besar pada tanggal 14 Mei 1932 dengan kekuatan 7.7SR yang berpusat di Laut Maluku yang meluluhlantakkan wilayah Timur dan dataran tinggi Minahasa, Pemerintahan Belanda mengadakan rapat di Negeri Kakas dan mengambil suatu kebijakan melalui Minahasa RAAD atau Dewan Minahasa yang diprakarsai oleh Sektretaris Dewan Minahasa (Dr. G.S.S.J. Ratulangi) bahwa di bagian selatan akan dibuka wilayah baru yang baik untuk pemukiman dan perkebunan, dan untuk maksud tersebut diberi kesempatan kepada warga untuk pindah ke wilayah yang akan dibuka tersebut.
Sebelum pemindahan penduduk, Pemerintah telah melakukan pembagian wilayah dengan dengan sebutan "Leter" yang dimana masing-masing diwakili dengan huruf yaitu : Leter A yang sekarang adalah Desa Wulurmaatus, Leter B sekarang Desa Palelon, Leter C sekarang Desa Makaaroyen, Leter D untuk Desa Pinasungkulan (yang kemudian dimekarkan menjadi Desa Pinasungkulan dan Pinasungkulan Utara pada tahun 2011), Leter E sekarang Desa Linelean, Leter F sekarang Desa Sinisir, Leter G yang selanjutnya bernama Desa Kakenturan (yang kemudian dimekarkan menjadi Desa Kakenturan dan Kakenturan Barat pada tahun 2011), serta Perkebunan Baitani yang dalam sejarahnya menjadi pemukiman Desa Mokobang sekarang.
Yang pertama diberangkatkan ke wilayah ini ialah mereka yang membuka dan membangun jalan penghubung dari Tambelang menaiki pegunungan menembus hutan Konaron hingga danau Mokobang.
Sengketa dengan Bolaang Mongondow
Di daerah ini terdapat 2 danau yaitu Danau Iloloy (terletak di Desa Mokobang) dan Danau Moat. Danau Moat memiliki misteri dan pesona yang indah dan memukau. Akan tetapi, di balik pesona danau ini, tersimpan cerita sengketa perbatasan yang melibatkan dua wilayah bertetangga: Bolaang Mongondow dan Minahasa, dimana keduanya saat ini berada di dalam provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Bagi masyarakat Bolaang Mongondow, Danau Moat merupakan miliknya secara utuh. Sementara bagi Minahasa, danau ini diyakini telah dibagi dua oleh Residen Manado Van Rhyn pada 1938.
ML Maukar, SH., seorang penulis asal Minahasa yang juga mantan Hukum Besar/Kewedanan Motoling, mengatakan bahwa konflik antara Bolaang Mongondow dan Minahasa terkait status Danau Moat adalah kisah lama yang sempat mencuat kembali pada 1968.
Menurut penulis buku penyusun Sejarah Kecamatan Modoinding ini, Danau Moat telah dibagi dua dengan persetujuan Raja Bolaang Mongondow. Pembagian itu dimulai dari hulu sungai Poigar, ditarik garis lurus ke tengah danau, sampai di seberang pada titik yang ditandai dengan tumpukan-tumpukan batu yang ditancapkan tiang besi.
Kemudian, dengan perintah Gubernur Sulawesi Utara pada 9-12 Maret 1968, kedua belah pihak, yakni pemerintah Minahasa dan Bolaang Mongondow, duduk semeja di Desa Guaan Kecamatan Modayag. Tujuannya untuk merundingkan tapal batas antara kedua kabupaten.
Berdasarkan hal tersebut, hingga saat ini sebagian Danau Moat termasuk dalam wilayah Minahasa.
Kabupaten Minahasa lebih dahulu secara hukum menjadi Daerah Otonom yaitu dengan Lembaran Negara 1919 No.64 tahun 1919 Minahasa secara hukum telah menjadi daerah Otonom sedangkan kabupaten Bolaang Mongondow baru dibentuk dengan UU No.29 tahun 1959. Pada pertengahan 1950 swapraja Bolmong tak berjalan lagi maka hak Raja atau Danau Moat menjadi beralih kepada hak Pemerintah Bolaang Mongondow yang lebih dopertegas dengan UU no.29 tahun 1959 tentang Pembentukan Dati II di Sulawesi dimana swapraja Bolmong turut dihapus pada sekitar tahun 2001 dan awal tahun 2000.
Pemekaran
12 Desember 1963 merupakan Sejarah terbentuknya Kecamatan Modoinding secara yurisdiksi. Secara administratif sebelumnya Modoinding merupakan wilayah dari Kewedanan Motoling.
Sebelum otonomi daerah Modoinding terdiri dari 8 desa dan setelah pemekaran pada tahun 2011 sesuai dengan Peraturan Daerah Kab. Minahasa Selatan nomor 8 tahun 2011 saat ini telah ada 10 desa yaitu: Mokobang, Wulurmaatus, Palelon, Makaaroyen, Pinasungkulan Utara, Pinasungkulan Raya, Sinisir, Kakenturan Barat, Kakenturan Induk, dan Linelean.
Ibukota berada di Pinasungkulan yang menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
Mayoritas asli penduduk adalah Suku Toulour (Sub Etnis Minahasa) yaitu dari Kakas, Remboken, dan Tondano. Sejalan dengan perkembangan zaman sampai saat ini telah ada sub etnis Minahasa yang datang dan menetap di Modoinding seperti Tontemboan, Tombulu, Tonsea, dll yang merupakan penduduk Minoritas di wilayah ini.
Sebagian besar 99,42% penduduk memeluk Agama Kristen (Protestan dan Katolik) sisanya adalah Muslim yang bisa dihitung dengan jari. Gereja gereja Evangelical mendominasi di wilayah ini disamping itu ada beberapa gereja Katolik dan Adventist dan saat ini tidak ada bangunan peribadatan Muslim seperti Masjid maupun Mushola. Hanya desa Insil kecamatan Passi dan desa Moat kecamatan Modayaq (Kab. Boltim) yang berada sangat dekat berbatasan langsung dengan wilayah Kab. Minsel sekitaran Modoinding yang mayoritas beragama Islam dan memiliki tempat peribadatan. Tetapi dibalik kedekatan wilayah, penduduk di daerah ini hidup rukun berdampingan meskipun berbeda keyakinan.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di wilayah Modoinding ini adalah petani karena luasnya lahan pertanian dan perkebunan yang ada. Disamping itu ada juga yang mengolah peternakan-peternakan, nelayan, dan pedagang/pebisnis sayur mayur, pengusaha, dll.
Dapur Indonesia Timur, itulah sebutan orang-orang untuk daerah Modoinding. Hasil-hasil komoditi dari lahan pertanian seperti Kentang, Kubis, Kol, Wortel, Tomat, Batang Bawang, dll. menjadi faktor daerah ini disebut ‘dapur’ Sulawesi Utara dan Indonesia Timur.
Pemandangan alam yang hijau nan sejuk seperti The Shire-nya Middle Earth (J.J. Tolkien), menggambarkan pesona destinasi wisata yang memukau enak dipandang mata dan udaranya segar dihirup.
Artikel bertopik kecamatan di Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.