Mediterranean Shipping Company S.A. (MSC) adalah sebuah perusahaan pengapalan asal Swiss-Italia.[2] Perusahaan ini beroperasi di semua pelabuhan besar di dunia.[3] MSC adalah perusahaan pengapalan dengan total kapasitas kapal peti kemas terbesar kedua di dunia.[4]
Hingga akhir bulan Desember 2014, MSC mengoperasikan 471 kapal peti kemas dengan total kapasitas 2,435,000 TEUs (TEU).[5] Perusahaan ini juga memiliki sebuah divisi bernama MSC Cruises yang fokus pada kapal pesiar.
Sejarah
MSC didirikan di Naples pada tahun 1970 oleh Kapten Gianluigi Aponte saat ia membeli kapal pertamanya, yakni Patricia, dan kemudian diikuti oleh Rafaela. Aponte pun mulai menawarkan jasa pengapalan antara Mediterania dan Somalia. MSC lalu berekspansi dengan membeli kapal kargo bekas. Pada tahun 1977, perusahaan ini telah mengoperasikan layanan ke Eropa Utara, Afrika, dan Samudra Hindia. Pada akhir dekade 1980-an, MSC telah mengoperasikan kapal ke Amerika Utara dan Australia.[3]
Pada tahun 1989, MSC membeli Lauro Lines, sebuah operator kapal pesiar, dan mengubah namanya menjadi Mediterranean Shipping Cruises (MSC Cruises) pada tahun 1995.[3]
Pada tahun 1994, MSC memesan kapal baru pertamanya, dan yang pertama beroperasi adalah MSC Alexa pada tahun 1996. Kapal tersebut diproduksi oleh Fincantieri asal Italia.[3]
Pada bulan Oktober 2014, Diego Aponte (anak pendiri MSC, Gianluigi Aponte) ditunjuk sebagai presiden dan CEO MSC, menggantikan ayahnya yang ditunjuk sebagai chairman.
Pada Desember 2021, MSC menawarkan setidaknya 5,7 miliar euro untuk Bolloré Africa Logistics, anak perusahaan grup Bolloré.
Saat
Sebagai salah satu perusahaan pengapalan terkemuka di dunia dengan kantor pusat di Jenewa, Swiss, MSC mengoperasikan 480 kantor di 155 negara di seluruh dunia dengan lebih dari 28.000 pegawai. Kapal-kapal milik MSC pun melayari lebih dari 200 rute perdagangan dan singgah di lebih dari 315 pelabuhan.
MSC mengoperasikan kapal dengan kapasitas hingga 23,756 TEU, termasuk (hingga tahun 2019) dua kapal peti kemas terbesar di dunia, yakni MSC Gülsün[6] dan MSC Samar. Perusahaan ini masih dimiliki oleh keluarga Aponte, di bawah kepemimpinan Diego Aponte yang ditunjuk sebagai Presiden dan CEO pada bulan Oktober 2014 oleh ayahnya yang juga merupakan pendiri MSC, Gianluigi Aponte.
Pada bulan Mei 2014, MSC Cruises sepakat untuk memesan dua kapal baru dari Fincantieri dengan harga 2,1 milyar euro.[7]
Pada bulan Agustus 2014, MSC memesan kapal pesiar baru dengan harga hingga €3 milyar ($4,13 milyar) dari STX France. Galangan Saint-Nazaire pun akan memproduksi dua kapal dengan harga masing-masing €1,5 milyar. Kapal pertama direncanakan selesai pada semester pertama tahun 2017, sementara kapal kedua direncanakan selesai pada semester pertama tahun 2019. Kontrak tersebut pun menyediakan 16 juta jam kerja bagi STX France. Pesanan tersebut mulai dikerjakan pada bulan Februari 2015, dengan kapalnya berukuran sekitar 160.000 GT dan berkapasitas sekitar 4.000 orang.[8]
Pada bulan Desember 2014, MSC menempati peringkat keenam dalam daftar "Top 100 Most Influential People in Shipping" yang disusun oleh Lloyd.
Pada bulan Januari 2015, MSC meluncurkan kapal peti kemas terbesarnya, yakni MSC Oscar, dengan kapasitas 19.224 TEU. Diproduksi oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering dan didaftarkan di Panama, kapal tersebut bergabung ke layanan Albatross pada bulan Januari sebagai bagian dari perjanjian berbagi kapal antara Maersk Line dan MSC. Pada tahun 2015, MSC meluncurkan tiga kapal peti kemas lain dengan kapasitas yang sama dengan nama MSC Oliver, MSC Zoe, dan MSC Maya.
Pada bulan Februari 2017, MSC membeli 49% saham Messina Line, sebuah perusahaan pengapalan asal Italia yang didirikan di Genoa, Italia pada tahun 1929. Messina Line fokus pada pengapalan pendek intra Mediterania, serta pengapalan dari Eropa ke Afrika Timur dan Barat. Perusahaan tersebut memiliki 8 kapal roll-on/roll-off, sebuah terminal di Pelabuhan Genoa, dan sejumlah kapal peti kemas dengan total kapasitas 65.000 TEU.
Pada bulan Oktober 2018, MSC memutuskan untuk menyewakan dua kapal pengangkut mobilnya, yakni MSC Immacolata dan MSC Cristiana[9] ke Grimaldi Group,[10] dan menggantikannya di layanan menuju Afrika Barat[11] dengan dua kapal ConRO milik Messina Line, yakni MSC Cobalto (sebelumnya bernama Jolly Cobalto) dan MSC Titanio (sebelumnya bernama Jolly Titanio).[12]
Pertukaran kapal tersebut, yang sebelumnya dioperasikan di rute antara Trieste dan Izmir,[13] merupakan hasil dari peningkatan kolaborasi antara MSC dan Messina Line.[14]
Pada bulan Oktober 1985, MS Achille Lauro dibajak oleh teroris asal Palestina saat berlayar di lepas pantai Mesir. Pembajak kemudian membunuh Leon Klinghoffer, seorang penumpang yang diikat ke kursi roda, lalu dilempar ke luar kapal.[butuh rujukan]
Pasca ledakan di ruang mesin yang menyebabkan kebakaran pada tanggal 30 November 1994, Achille Lauro pun ditinggalkan di lepas pantai Somalia, dan akhirnya tenggelam pada tanggal 2 Desember 1994.[butuh rujukan]
Pada tanggal 8 Maret 2008, MSC Sabrina terdampar di Sungai St Lawrence dekat Trois Rivières. Setelah sejumlah muatannya dipindah ke MSC Jasmine, kapal tersebut pun ditarik pada tanggal 4 April 2008.[15]
MSC Jessica
MSC Jessica terbakar saat sedang dibongkar di sebuah galangan kapal di Alang, Gujarat, India. MSC pun mendapat kritik keras, karena hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan di Eropa dan Konvensi Basel.[butuh klarifikasi][16] Enam pekerja pun tewas akibat insiden tersebut.[17]
MSC Nikita
Pada tanggal 29 Agustus 2009, MSC Nikita bertabrakan dengan Nirint Pride di dekat Pelabuhan Rotterdam, sehingga menyebabkan kamar mesinnya berlubang. Kapal tersebut lalu ditarik ke Rotterdam untuk menjalani perbaikan darurat dan kemudian dinyatakan rusak berat. Tidak ada korban dalam insiden ini.[18]
MSC Chitra
Kapal peti kemasMSC Chitra bertabrakan dengan MV Khalijia III pada tanggal 8 Agustus 2010 di Pelabuhan Jawaharlal Nehru, sehingga menyebabkan sekitar tiga ratus peti kemas jatuh ke laut. Pelabuhan Jawaharlal Nehru dan Pelabuhan Mumbai di dekatnya pun ditutup selama beberapa hari hingga peti kemas tersebut dievakuasi agar tidak membahayakan kapal lain.[19]
MSC Elena
Pada tahun 2006, MSC dikenai denda sebesar sepuluh juta dolar dan mendapat pengawasan selama lima tahun setelah dinyatakan bersalah dalam sebuah kasus "pipa ajaib", di mana MSC Elena secara sengaja membuang lebih dari empat puluh ton lumpur dan limbah lambung kapal yang terkontaminasi minyak selama lebih dari lima bulan.[20]
Kapal peti kemas MSC Flaminia terbakar di Samudera Atlantik pada tanggal 14 Juli 2012, sehingga akhirnya ditinggalkan. Kebakaran tersebut pun menewaskan dua orang awak kapal.[23][24]
MSC Alice
Pada tanggal 24 Juni 2017, kapal peti kemas MSC Alice mengenai sebuah kabel serat optik bawah laut saat melego jangkar di pesisir Somalia, sehingga menyebabkan putusnya koneksi Internet di Somalia selama tiga minggu. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh kapal tersebut pun membuat otoritas Somalia menyita kapal tersebut di Pelabuhan Mogadishu. Kapal tersebut akhirnya dibebaskan setelah MSC membayar sejumlah uang.[25]
MSC Samantha
Pada tanggal 26 Mei 2018, saat menjalani perbaikan di Pelabuhan Jebel Ali, MSC Samantha kehilangan masinis tiganya akibat sengatan listrik yang disebabkan oleh kabel lampu tangan yang cacat.[26]
MSC Zoe
Pada tanggal 2 Januari 2019, akibat cuaca buruk, 290 peti kemas, yang beberapa di antaranya diduga memuat peroksida organik yang beracun, jatuh ke laut di dekat Borkum. Sejumlah peti kemas pun terdampar di Terschelling di Laut Wadden, sebuah cagar biosfer UNESCO yang dilindungi.[27]
Pada tanggal 19 Juni 2019, kokain seberat 15,500 kilogram (34,17 pon), yang ditaksir bernilai lebih dari satu milyar dolar, disita dari MSC Gayane saat berlabuh di Pelabuhan Philadelphia. Dua awak kapal pun ditahan dan dituntut atas penemuan tersebut.[28]