Sejak dibentuk, Hapag-Lloyd telah dijual ke sejumlah organisasi dan telah mengalami merger dengan sejumlah perusahaan lain. Salah satunya, Hapag-Lloyd diakuisisi oleh TUI AG (Hanover) pada tahun 1998. Pada tahun 2009, TUI menjual mayoritas saham Hapag-Lloyd ke sejumlah investor swasta di Hamburg dan kembali menjualnya pada tahun 2012. Pada tahun 2005, Hapag-Lloyd mengakuisisi CP Ships. Pada tahun 2014, Hapag-Lloyd bergabung dengan bisnis peti kemas dari CSAV, dan kemudian bergabung dengan United Arab Shipping Company pada tahun 2017.
Saat ini, Hapag-Lloyd dimiliki oleh sejumlah investor publik dan swasta.[2]
Sejarah
Hapag-Lloyd dibentuk pada tahun 1970 melalui penggabungan Hamburg-American Line (HAPAG) dan North German Lloyd.[3]
Hamburg-Amerikanische Packetfahrt-Aktien-Gesellschaft yang berbisnis di bidang pengapalan lintas Samudera Atlantik didirikan di Hamburg. Pada tahun 1912, Hapag membuat kapal pertama dari tiga kapal terbesarnya, yakni Imperator, yang kemudian diikuti oleh Vaterland. Kapal ketiga, Bismarck, masih dalam proses pembuatan saat Perang Dunia I pecah, dan baru selesai dibuat setelah perang berakhir untuk White Star Line dengan nama Majestic. Ketiga kapal tersebut merupakan kapal pertama dengan berat di atas 50.000 gross ton dan panjang 900 kaki. Selama Perang Dunia I, mayoritas armada Hapag hancur, dan mayoritas kapal yang berhasil selamat (termasuk tiga kapal terbesarnya) harus diserahkan ke pemenang perang sebagai pampasan perang. Setelah perang berakhir, Hapag membangun ulang armadanya dengan kapal yang lebih kecil, namun mayoritas armadanya kembali hancur akibat Perang Dunia II, dan kapal yang berhasil selamat harus diserahkan ke pemenang perang.[4]
Norddeutscher Lloyd (NDL) dibentuk pada tahun 1857 di Bremen untuk menawarkan jasa transportasi kargo dan penumpang antara Bremen dan New York, terutama untuk mengangkut emigran dari Jerman ke Amerika Serikat. Layanan NDL dimulai pada bulan Juni 1858 dengan kapal Bremen,[5] dan setelah perusahaan ini membuka kantor di Hoboken, New Jersey. NDL kemudian memperbanyak jumlah armadanya, sehingga pada tahun 1913 saja, perusahaan ini dapat mengangkut sekitar 218.000 penumpang dari Jerman ke Amerika Serikat.[6]
Pecahnya Perang Dunia I 32 kapal milik NDL yang sedang berlabuh di Amerika Serikat diasingkan. Setahun kemudian, 32 kapal tersebut disita, karena Amerika Serikat resmi ikut berperang.[7] Kantor NDL di Hoboken juga disita, dan diambil alih oleh Angkatan Laut Amerika Serikat untuk digunakan sebagai titik alih kapal selama perang.[8] Sebagaimana kapal milik HAPAG, kapal milik NDL yang berhasil selamat juga disita sebagai pampasan perang.
Bisnis NDL di Amerika Serikat dilanjutkan pada tahun 1922, saat NDL berhasil membeli kembali bekas kantornya dari Administrator Properti Asing Amerika Serikat.[butuh rujukan] NDL kemudian meluncurkan kapal Bremen dan Europa pada tahun 1929–30.[8]
Selama Perang Dunia II, sejumlah kapal NDL kembali diasingkan, sementara sisanya masih dapat dikuasai oleh NDL.[9] Satu pengecualian adalah untuk kapal Bremen, yang pada saat itu masih dalam perjalanan, dan berhasil mendapat perlindungan di Murmansk pada tahun 1939, sebelum akhirnya nekat berlayar ke Bremerhaven, di mana kapal tersebut akhirnya hancur akibat kebakaran pada tahun 1941.[10]
Layanan transportasi penumpang NDL dilanjutkan pada tahun 1954 dengan kapal Gripsholm yang sebelumnya dimiliki oleh Swedish American Line (nama kapal tersebut kemudian diganti menjadi MS Berlin).[11] NDL kemudian membeli dua kapal bekas lain, yakni SS Bremen (sebelumnya bernama Pasteur) dan MS Europa (sebelumnya dimiliki oleh Swedish American Line dengan nama Kungsholm).[8]
NDL meraih sejumlah rekor kecepatan. Salah satunya adalah rekor untuk pelayaran antara Southampton dan New York selama delapan hari pada tahun 1881, yang dicetak oleh kapal Elbe; dan rekor pelayaran transatlantik tercepat yang dicetak oleh kapal Bremen pada tahun 1929 (lihat Blue Riband).[8]
Hapag-Lloyd
Hapag dan NDL awalnya berkompetisi, hingga akhirnya pada tahun 1967, mereka mendirikan sebuah joint venture yang bergerak di bisnis transportasi peti kemas bernama "Hapag-Lloyd Container Line". Hapag dan NDL akhirnya resmi bergabung pada tanggal 1 September 1970 untuk membentuk Hapag-Lloyd.[3]
Pada tahun 1998, Hapag-Lloyd diakuisisi oleh Preussag AG (yang sejak tahun 2002 bernama TUI AG (Hanover)), sebuah konglomerat pariwisata.[12]
Pada tahun 2008, TUI mengumumkan rencananya untuk menjual semua saham Hapag-Lloyd yang mereka pegang. Pengamat memprediksi total harga saham Hapag-Lloyd adalah $US5,9 milyar.[13]
Transportasi udara
Hapag-Lloyd mendirikan maskapai penerbangan sewa bernama Hapag-Lloyd Flug pada tahun 1972, dengan membeli sejumlah Boeing 727 untuk mengangkut penumpang dari Jerman ke pelabuhan terdekat. Maskapai tersebut kemudian mulai melayani penerbangan berjadwal. Kode IATA dari Hapag-Lloyd Flug adalah HF dan resmi menjadi anak usaha Preussag AG pada tahun 1999.[14]
Merger dan akuisisi
CP Ships Limited
Pada tanggal 21 Agustus 2005, TUI AG setuju untuk mengakuisisi CP Ships Limited dengan harga €1,7 milyar (US$2,0 milyar) tunai. Akuisisi ini menjadikan Hapag-Lloyd sebagai perusahaan pengapalan peti kemas dengan total kapasitas kapal terbesar kelima di dunia.[15]
Hamburg Süd
Pada akhir tahun 2012, Hapag-Lloyd mengumumkan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk bergabung dengan Hamburg Süd. Namun penggabungan akhirnya dibatalkan karena pemilik dan pemegang saham Hamburg Süd gagal mencapai kesepakatan dengan pemegang saham Hapag-Lloyd.[16] Hamburg Süd akhirnya diakuisisi oleh Maersk Line pada bulan Desember 2016.[17]
Compañía Sud Americana de Vapores (CSAV)
Pada tahun 2014, Hapag-Lloyd mengambil alih bisnis peti kemas dari Compañía Sud Americana de Vapores SA (CSAV) asal Chile, dengan CSAV menerima sejumlah saham Hapag-Lloyd. Dengan pengambilalihan ini, Hapag-Lloyd pun menjadi perusahaan pengapalan peti kemas terbesar keempat di dunia pada saat itu .[18][19]
United Arab Shipping Company (UASC)
Pada bulan April 2016, Hapag-Lloyd mengumumkan bahwa mereka sedang dalam negosiasi penggabungan dengan United Arab Shipping Company (UASC). Penggabungan akhirnya disetujui pada tahun 2016 dan resmi selesai pada tahun 2017. Pada saat itu, UASC disebut sebagai perusahaan pengapalan terbesar kesepuluh di dunia, dengan 56 kapal dan menguasai 2,7% pangsa pasar.[20] Sebagai hasil penggabungan, Hapag-Lloyd memperkuat posisinya sebagai perusahaan pengapalan peti kemas dengan total kapasitas kapal terbesar kelima di dunia, di atas Evergreen Line. Sebagai hasil penggabungan, mantan pemegang saham UASC akan memegang sejumlah saham Hapag-Lloyd, dan Hapag-Lloyd akan mengambil alih semua aset dan bisnis milik UASC.[21]
United Arab Shipping Company didirikan secara bersama-sama pada bulan Juli 1976 oleh negara-negara di Semenanjung Arab (Bahrain, Iraq, Kuwait, Qatar, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab).[22] Awalnya berkantor pusat di Kuwait, UASC kemudian memindahkan kantor pusatnya ke Dubai karena pecahnya Perang Irak, dan hanya sejumlah departemen yang kembali dipindah ke Irak setelah perang berakhir.[23]
UASC mengoperasikan lebih dari 45 jalur pelayaran, untuk menghubungkan Timur Tengah ke Eropa, Mediterania, India, Timur Jauh, Afrika Barat, dan Amerika.[24] UASC singgah di lebih dari 220 pelabuhan, dan menawarkan jasa pengapalan peti kemas maupun kargo dengan 58 kapal.[25] Pada tanggal 29 Juni 2016, enam negara pemegang saham UASC setuju untuk menggabungkan UASC dengan Hapag-Lloyd. Pada saat digabung, 51% saham UASC dipegang oleh Qatar dan 35% saham UASC dipegang oleh Arab Saudi, sementara sisanya dipegang oleh empat negara Arab yang lain.[26]
Layanan dan area bisnis
Transportasi peti kemas
Total kapasitas kapal Hapag-Lloyd menempati peringkat kelima di dunia, mengalahkan Evergreen Line dan Cosco Shipping.
^Barki, Deniz; Délèze-Black, Lucy, ed. (2017). Review of Maritime Transport 2017(PDF). New York: United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). hlm. 30. ISBN978-92-1-362808-9. Diarsipkan(PDF) dari versi asli tanggal 2020-08-06. Diakses tanggal 2020-12-07. The Review of Maritime Transport 2017 covers data and events from January 2016 until June 2017. (p. viii)