Untuk orang lain dengan nama yang sama, lihat
Maryono.
Maryono (9 September 1937 – 19 September 1998) adalah seorang peniup Saxophone, Klarinet dan Flute asal Indonesia. Maryono adalah guru dari Embong Rahardjo dalam bermain saksofon. Sepanjang hidupnya banyak dihabiskan untuk bermain musik Jazz.
Biografi
Maryono mulai belajar meniup klarinet sejak usianya yang masih belia. Gurunya adalah Boehm Garner, seorang berkebangsaan Swiss, yang mengajar di sekolah musik di Yogyakarta. Garner adalah seorang yang amat fanatik dalam bermusik. Ia melarang Maryono memainkan musik selain musik klasik. Sewaktu remaja, ayah Maryono sering mengajaknya menonton pertunjukan musik. Ayah Maryono dikenal sebagai pemain saksofon klasik, dan juga banyak memainkan musik hiburan untuk mengiringi dansa. Pada suatu suatu hari, teman Maryono yang bekerja sebagai manajer food and beverage (F&B) di sebuah hotel di Yogyakarta menawarkannya untuk tampil dalam sebuah pertunjukan. Maryono tidak menolak, bersama Idris Sardi dia bermain di atas panggung.[1]
Menginjak usianya yang ke 15 tahun, melalui koneksi ayahnya, ia memperoleh pekerjaan untuk bermain musik dalam sebuah Korps Musik Angkatan Laut di Surabaya sebagai pemain klarinet. Di situlah Maryono berkenalan dengan Jack Lesmana dan Bubi Chen. Grup musik ini, selain bermain untuk upacara resmi Angkatan Laut, juga sering mengisi acara pesta atau mengiringi dansa. Di luar grup musik itu, Maryono juga sering tampil sebagai session player dengan beberapa pemusik Surabaya, misalnya dengan tiga bersaudara Teddy Chen, Jopie Chen, dan Bubi Chen. Kemudian, bersama Jack Lesmana juga pernah membentuk Big Band, namun dalam grup ini Maryono mencoba memainkan saksofon, klarinet, atau kadang bass. Salah satu gaya permainan Maryono yang menjadikan namanya cukup terkenal adalah kemampuannya memainkan klarinet yang dicopot-copot bagian per bagian hingga tinggal sepotong bagian terakhir, yang ternyata masih dapat dibunyikan. Jadi pada masa itu, jika Idris Sardi mendapat julukan si biola maut, maka klarinet maut adalah Maryono.[1]
Pada pertengahan tahun 50-an Maryono dan Bubi Chen telah bergabung bersama dalam Jack Lesmana Quintet, dan sering mengisi sebuah acara musik di RRI Surabaya.[2] Kemudian pada tahun 1960 Jack Lesmana hijrah ke Jakarta. Tinggal Bubi dan Maryono di Surabaya. Pada pertengahan 60-an, Maryono akhirnya juga hijrah ke Jakarta dan pada tahun 1966 kembali bertemu Jack Lesmana dalam grup musik Indonesian All Stars. Anggota Indonesian All Stars adalah Jopie Chen (bas), Bubi Chen (piano), Jack Lesmana (gitar), Benny Mustapha (drum). Kemudian bersama Indonesian All Stars bertemu dengan Tonny Scott, (pemain Klarinet asal Amerika Serikat) yang kebetulan pada waktu itu sering mondar-mandir ke Jakarta. Dari situlah Indonesian All Star mulai berlatih keras, dalam rangka keberangkatannya untuk tampil di Berlin Jazz Festival dan juga rencananya membuat album bersama Tonny Scott yang idenya seperti percampuran musik Jazz Timur dan Barat. Akhirnya pada tahun 1967 terciptalah album Djanger Bali, yang rekamannya dilakukan di Villingen Jerman di bawah label SABA Record. Pada waktu itu rekaman piringan hitam tersebut tidak beredar di Indonesia, kemudian para kolektor mendapatkannya dari Amerika Serikat.[3]
Pada tahun 1970, Maryono diajak bergabung oleh Mus Mualim bersama grup musik Indonesia VI, untuk tampil dalam "Expo 1970 di Osaka, Jepang", bersama Sadikin Zuchra, Idris Sardi, Benny Mustapha, Tjok Sinsoe, dan Mus Mualim sendiri. Pada tahun 1972, Maryono kembali lagi ke Surabaya, dan mendirikan band Maryono and His Boys, dan di grup musik ini Maryono bertemu dengan Embong Rahardjo. Kelompok ini bermain di klub LCC dan Diamond Amusement Centre di Surabaya. Setelah berkiprah 13 tahun, Maryono and His Boys bubar. Maryono kemudian sempat menjadi bintang tamu pada kelompok band Srimulat. Kemudian pada sekitar awal tahun 1980 Maryono kembali lagi ke Jakarta, dan mulai bergabung dengan Ireng Maulana All Stars.[1]
Referensi
Pranala luar