Srimulat termasuk grup lawak yang cukup lama bertahan meski di tengah perjalanan karier terjadi banyak menghadapi persoalan dan bongkar pasang pemain. Hal inilah yang membuat mereka semakin matang. Jika sebelumnya hanya berpentas di gedung-gedung pertunjukan, setelah munculnya televisi swasta pada akhir 1980-an, masing-masing anggotanya mendadak menjadi selebriti. Grup ini dapat dikatakan merupakan satu-satunya grup lawak Indonesia yang memiliki anggota paling banyak.
Sejarah
Grup ini pertama-tama didirikan oleh Raden Ayu Srimulat dan Teguh Slamet Rahardjo dengan nama Gema Malam Srimulat. Pada awalnya Gema Malam Srimulat adalah kelompok seni keliling yang melakukan pertunjukan dari satu kota ke kota lain dari Jawa Timur sampai Jawa Tengah. Rombongan seni suara dan tari ini memulai lawakan pertama mereka pada 30 Agustus1951 dengan menampilkan tokoh-tokoh dagelan Mataram seperti Wadino (Bandempo), Ranudikromo, Sarpin, Djuki, dan Suparni.
Perpaduan antara pertunjukan musik dan lawak kemudian menjadi suatu formula khas bagi Gema Malam Srimulat. Kehadiran dagelan Mataram dengan gaya lawakannya menjadi resep ampuh untuk menarik penggemar. Lawak dan nyanyi menjadi kesatuan yang tidak bisa terpisahkan lagi. Dengan kekuatan itulah Gema Malam Srimulat kemudian berpentas dari satu pasar malam ke pasar malam lainnya, di berbagai kota di Pulau Jawa.
Era tahun 1960, ketika Srimulat mulai mengalami kemerosotan keuangan, Teguh menemukan penyanyi cilik Yana—yang menggantikan peran Srimulat sebagai bintang panggung Gema Malam Srimulat— dan mengungkapkan gagasan untuk tampil di panggung secara menetap. Maka pada Jumat 19 Mei1961, grup ini menancapkan kakinya kali pertama di THR Surabaya. Nama Gema Malam Srimulat pun lalu diubah lebih komersial menjadi Srimulat Review. Dimulailah perjalanan sebuah komunitas kelompok musik-komedi yang mungkin secara tidak sengaja dan berproses menjadi sebuah fenomena dan menjadi sebuah subkultur baru.
Ketika banyak pementasan sarat dengan pesan dan kritik sosial, kelompok Srimulat membebaskan diri dari patron tersebut. Srimulat hadir untuk menghibur dan kelompok ini benar-benar merupakan perwujudan sebuah subkultur Jawa.
Ciri khas
Hal utama yang dijual dalam pementasan mereka, selain materi yang lucu, adalah kekhasan para pemainnya. Itu merupakan syarat mutlak yang ditekankan oleh Teguh saat merekrut para calon anggotanya. Ciri khas yang dimaksud ada beberapa corak, di antaranya adalah penampilan, gaya bicara, dan kalimat-kalimat yang menjadi trade mark seorang pemain. Sebut saja Asmuni dengan kalimat "Hil yang mustahal" dan "Tunjep poin" (maksudnya hal yang mustahil dan to the point) sudah sangat melekat padanya. Atau ketika Timbul yang akan membuat penonton tertawa tatkala ia mengucapkan "Akan tetapi" dan "Justeru". Pelawak lain seperti Mamiek Prakoso terkenal dengan kalimat "Mak bedunduk", dan "Mak jegagik" (sekonyong-konyong, tiba-tiba). Lain lagi dengan Tarzan yang selalu berpenampilan rapi a lamiliter. Lelaki berperawakan tinggi besar ini kalau melucu memang jarang ikut tertawa, tidak seperti Nunung dan Basuki. Penonton juga pasti akan langsung mengenali sosok Tessy (Kabul) dengan dandanan khasnya. Sementara tokoh Pak Bendot akan menjadi lelucon ketika 'disia-siakan' oleh lawan mainnya. Untuk Gogon, di luar gaya rambut mohawk-nya, ia mempunyai sikap berdiri yang khas sambil melipat tangan serta cara duduknya yang selalu melorot.
Penonton sudah hafal satu per satu gaya mereka. Begitu mereka keluar di panggung sebenarnya kita sudah dapat menebak mulai gaya, intonasi bicara sampai kosakata yang hendak diucapkan. Namun lagi-lagi penonton tetap dibikin tertawa terbahak-bahak. Kemunculan Srimulat di panggung hiburan atau layar televisi selalu dinantikan. Tema yang paling sering diangkat dalam pementasan berpusar pada kehidupan keluarga. Ada majikan (suami dan istri), anak, dan pembantu. Mulai percintaan hingga cerita berlatar horor selalu dikemas dengan komedi. Sesekali Srimulat menampilkan bintang tamu (biasanya selebritas) untuk melakonkan salah satu peran. Secara umum ciri khas grup Srimulat terletak pada pemutarbalikan logika, dan kelihaian memperpanjang suatu bahasan yang disisipi lelucon. Dalam memerankan sebuah lakon, para anggota Srimulat tidak mengubah nama untuk karakter yang dimainkan, termasuk bintang tamu.
Vakum
Kejayaan Srimulat mulai redup terutama ketika mulai bermunculan stasiun-stasiun televisi yang menawarkan program-program hiburan yang tak kalah menarik. Satu per satu personel Srimulat mulai berguguran. Pada tahun 1989, Teguh membubarkan Srimulat. Dua tahun sebelum dibubarkan serial Srimulat di TVRI sempat dihentikan. Lama berselang, kerinduan para personel untuk berkumpul kembali membuncah. Pada bulan Agustus1995, Gogon mengusulkan reuni Srimulat. Pelaksanaan reuni Srimulat terbilang sukses dan tetap menyedot banyak penonton. Stasiun Indosiar pun meminangnya, dan Srimulat tampil kembali di layar perak pada tahun 1995-2003. Pada tahun 2004 Srimulat kembali vakum. baru pada tahun 2006 Srimulat kembali mendapat tawaran manggung di Indosiar dalam 36 episode. Dan meskipun Srimulat benar-benar sudah bubar, para anggotanya, ketika tampil di panggung maupun televisi, tidak ada yang menggunakan bendera Srimulat, karena nama itu sepenuhnya milik Jujuk, istri Teguh.
Srimulat mencari bakat
Saat ini sebagian besar anggota Srimulat telah tiada. Beberapa mantan anggota yang saat ini masih aktif dalam dunia hiburan seperti Polo, Tessy, Tukul Arwana, Tarzan, Nunung, Kadir, dan Doyok. Selain melawak juga sering bermain sinetron dan menjadi bintang iklan. Untuk menciptakan regenerasi mereka akhirnya sepakat dengan program yang diajukan ANTV bertajuk Srimulat Cari Bakat (SCB).[2] Acara audisi bakat ini dilakukan di empat kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Surakarta, Bandung, dan Surabaya.[3]