Marcus Junius Brutus, umumnya dikenal sebagai Brutus, lahir pada 85 SM di Roma dalam keluarga bangsawan patricius. Ayahnya, Marcus Junius Brutus the Elder, adalah seorang gubernur provinsi yang dihukum mati oleh Pompey pada 77 SM. Ibunya, Servilia, adalah saudara tiri Cato the Younger dan diketahui memiliki hubungan asmara dengan Julius Caesar, yang beberapa sejarawan percaya mempengaruhi hubungan Brutus dengan Caesar. Brutus diadopsi oleh pamannya, Quintus Servilius Caepio, dan karenanya kadang-kadang disebut sebagai Quintus Servilius Caepio Brutus.
Karier Politik Awal
Brutus memulai karier politiknya sebagai seorang pengacara dan orator yang berbakat, dan kemudian menjabat sebagai quaestor di bawah Pompey pada tahun 58 SM. Ia awalnya mendukung Pompey selama Perang Saudara Romawi (49–45 SM) antara Pompey dan Julius Caesar, tetapi setelah kekalahan Pompey di Pertempuran Farsalos pada 48 SM, Brutus mengalihkan kesetiaannya kepada Caesar, yang dengan murah hati mengampuni dan menerima Brutus ke dalam lingkaran dalamnya.
Hubungan dengan Julius Caesar
Hubungan Brutus dengan Julius Caesar rumit. Meskipun memiliki hubungan keluarga yang erat melalui ibunya, Brutus dikenal sebagai seorang republikan yang berprinsip dan sangat mendukung bentuk pemerintahan Republik Romawi yang dipimpin oleh Senat. Ketika Caesar diangkat sebagai diktator untuk waktu yang tidak terbatas pada 44 SM, Brutus menjadi semakin khawatir bahwa Caesar berencana untuk menghapus Republik dan mendirikan monarki dengan dirinya sebagai raja.
Konspirasi dan Pembunuhan Caesar
Ketakutan ini memuncak pada konspirasi di kalangan para senator yang dipimpin oleh Brutus dan Gaius Cassius Longinus. Brutus menjadi salah satu pemimpin utama konspirasi untuk membunuh Caesar, yang berpuncak pada peristiwa dramatis di Ides of March (15 Maret) 44 SM, ketika Caesar ditikam sampai mati di Teater Pompey oleh sekelompok senator yang melibatkan Brutus. Dikatakan bahwa ketika Caesar melihat Brutus di antara para penyerangnya, ia mengucapkan kata-kata terkenal "Et tu, Brute?" ("Kau juga, Brutus?"), meskipun keabsahan frasa ini dalam sejarah diperdebatkan.
Dampak dan Akibat dari Pembunuhan
Setelah pembunuhan Caesar, Brutus dan para konspirator lainnya berharap mereka akan disambut sebagai penyelamat Republik, tetapi reaksi publik sangat beragam. Kekacauan meletus di Roma, dan Brutus bersama Cassius terpaksa meninggalkan kota. Mereka menuju ke wilayah timur Republik untuk mengumpulkan dukungan militer.
Perang Saudara dan Kematian
Pembunuhan Caesar memicu serangkaian konflik yang dikenal sebagai Perang Saudara Romawi. Brutus dan Cassius, yang mendeklarasikan diri sebagai pembela Republik, berhadapan dengan tentara yang setia kepada Triumvirat Kedua, yang terdiri dari Octavianus (kemudian menjadi Augustus), Mark Antony, dan Lepidus. Pertempuran yang menentukan terjadi di Filippi pada 42 SM. Brutus memimpin pasukannya dengan gigih, tetapi setelah kekalahan di tangan pasukan Triumvirat, ia melarikan diri dan, dengan bantuan pelayannya, akhirnya memilih untuk bunuh diri dengan cara ditikam oleh pedang pada 23 Oktober 42 SM.
Pranala luar
|
---|
Umum | |
---|
Perpustakaan nasional | |
---|
Lain-lain | |
---|