Artikel ini ditulis seperti opini yang menulis pendapat penulis Wikipedia mengenai suatu topik, daripada menuliskannya menurut pendapat para ahli mengenai topik tersebut.. Bantulah menyuntingnya dengan menghapus bagian tersebut dan menuliskannya sesuai dengan gaya penulisan ensiklopedia.
Selama Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 berlangsung, banyak terjadi isu dan kasus yang berhubungan dengan diskriminasiSARA, terutama dari pihak pendukung Anies-Sandi yang diduga banyak orang dan pengamat politik telah melakukan praktik politik identitas selama masa kampanye.[3][4]Siti Zuhro, peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berpendapat bahwa Pilkada DKI Jakarta 2017 ia catat sebagai "Pilkada terburuk karena tidak mampu mengedepankan rasionalitas" dan terjadi penggiringan ke "isu sensitif seperti SARA".[5]
'Sunnatullah' air masuk ke dalam tanah dan sumur resapan
Saat berkampanye untuk Pilkada 2017, Anies menyebut air hujan harus dimasukkan ke dalam tanah dan tidak boleh dialirkan ke laut karena hal tersebut melanggar 'Sunnatullah'.[6] Tahun 2018 Anies kembali membuat pernyataan serupa.[7] Menurut Usman Kansong, anggota Dewan Redaksi Media Group, pola pemikiran 'Sunnatullah' tersebut kemudian menjadi pedoman pembangunan sumur resapan yang tidak efektif menangani banjir.[8]
Penyebutan 'pribumi' di pidato pelantikan
Saat dilantik menjadi gubernur pada 16 Oktober 2017, Anies menyebut istilah pribumi. Pemakaian istilah tersebut dilarang oleh Undang-undang Nomor 40 tahun 2008 dan Instruksi Presiden nomor 26 tahun 1998 yang diterbitkan oleh Presiden B.J. Habibie.[9]
Formula E
Peningkatan biaya penyelenggaraan acara Jakarta ePrix
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengutip biaya komitmen tinggi yang dibayarkan oleh pemerintah Jakarta untuk acara ePrix Jakarta. Juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam pasal 98 ayat (6); pendanaan kegiatan untuk beberapa tahun tidak boleh melebihi akhir masa jabatan, kecuali untuk prioritas nasional dan urusan strategis, karena gubernur Jakarta Anies Baswedan dijadwalkan untuk meninggalkan kantor mulai tahun 2022.[10] Menanggapi biaya komitmen yang tinggi, salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Jakarta, Hardiyanto Kenneth meminta untuk mengembalikan biaya komitmen.[11]
Pada Agustus 2021, partai politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Solidaritas Indonesia mencoba melakukan interpelasi Jakarta ePrix yang gagal terhadap Anies Baswedan karena dimasukkan ke dalam prioritas regional 2021–2022. Menurut Prasetio, peristiwa itu berpotensi membebani gubernur berikutnya setelah Anies.[12][13] Per 24 Januari 2022, tender pembangunan sirkuit dinyatakan gagal menurut situs e-procurement PT Jakpro.[14] Salah satu anggota DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menuduh kegagalan itu sengaja dilakukan agar PT Jakpro bisa memilih kontraktor secara langsung.[15] Meski tendernya gagal, namun kemudian diumumkan pada tanggal 5 Februari PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama memenangkan tender.[16] Pada 27 Mei 2022, atap tribun penonton di sirkuit Ancol ambruk akibat angin kencang.[17]
Deklarasi bakal calon presiden
Pada 3 Oktober 2022, Anies menghadiri deklarasi penetapan bakal calon presiden yang diusung oleh Partai NasDem untuk Pemilihan umum Presiden Indonesia 2024. Deklarasi tersebut dinilai pengamat politik sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center Surokim Abdussalam "tidak tepat" karena bangsa Indonesia masih dalam suasana duka akibat tragedi Kanjuruhan.[18] Selain itu, Anies juga dinilai 'bolos kerja' karena acara tersebut dilakukan pada hari dan jam kerja.[butuh rujukan]
Penggusuran paksa rumah Wanda Hamidah
"Anda gubernur zalim @aniesbaswedan, keluarga besar almarhum Husein bin Syech Abubakar/Yemo mengutuk kezaliman Anda."
Pada 15 Oktober 2022, Anies meresmikan Halte Bundaran HI yang belum sepenuhnya selesai dibangun ulang.[20] Atap halte bocor pada saat peresmian tersebut.[21] Anies dinilai memaksakan keinginan untuk meresmikan halte sebelum jabatannya berakhir keesokan harinya.[22]