Heru Budi Hartono
Heru Budi Hartono (lahir 13 Desember 1965) adalah birokrat Indonesia yang pernah menjadi Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta dari tahun 2022 hingga 2024. Heru juga merupakan Kepala Sekretariat Presiden sejak Juli 2017 sampai dengan November 2024. Sebelumnya Ia menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yakni antara tahun 2015 sampai 2017.[2][3] Ia sempat ditunjuk oleh Gubernur Basuki untuk menjadi bakal calon Wakil Gubernur pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 melalui jalur independen.[4] Ia merupakan Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) pada masa kepemimpinan Joko Widodo[5]. Selain menjadi seorang Birokrat, Heru Budi Hartono juga dipercaya menjabat beberapa posisi Komisaris yakni Komisaris Utama PT MRT Jakarta tahun 2024 s.d. saat ini, Komisaris PT Bank Tabungan Negara tahun 2019 - 2022, Komisarin PT Bank DKI tahun 2015 - 2018, dan Komisaris Utama PT Delta Jakarta Tbk. tahun 2014 - 2016. Riwayat Jabatan
KontroversiHeru Budi membuat logo Sukses Jakarta Untuk Indonesia yang diduga menggantikan logo Plus Jakarta untuk kepemimpinannya. Namun ini dibantah oleh dirinya sendiri karena slogan tersebut hanya untuk menggantikan slogan "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" yang dicetuskan oleh Mantan Gubernur Anies Baswedan.[8]. Namun merujuk pada terbitnya Keputusan Gubernur no. 292/2023 tentang Cita Provinsi[9] dan adanya lomba desain ikon Jakarta[10], muncul opini publik bahwa upaya untuk menggantikan logo Plus Jakarta adalah intensional. Pada 16 April 2023, Heru dikritik oleh netizen dan kelompok advokasi bersepeda Indonesia Bike2Work dalam keputusannya untuk merobohkan jalur pedestrian dan jalur sepeda, dan dialihgunakan kembali menjadi jalan raya. Ini dilakukan di persimpangan antara Jalan Santa dan Jalan Kapten Tendean di mana jalan tersebut dibangun pada masa Anies menjabat.[11] Pada bulan Maret 2024, Heru Budi mencabut setengah dari penerima beasiswa KJMU secara sepihak tanpa konfirmasi ulang yang mengakibatkan 12.000 mahasiswa miskin terancam putus kuliah, kebijakan ini dibatalkan karena tekanan dari DPR dan DPRD DKI Jakarta.[12][13] Referensi
Pranala luar
|