Konflik Korea adalah konflik yang sedang berlangsung berdasarkan pembagian Korea antara Korea Utara (Republik Rakyat Demokratik Korea) dan Korea Selatan (Republik Korea), keduanya mengklaim sebagai satu-satunya pemerintah dan negara yang sah atas seluruh Korea. Selama Perang Dingin, Korea Utara didukung oleh Uni Soviet, Tiongkok, dan sekutu-sekutu komunisnya, sementara Korea Selatan didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Baratnya. Pembagian Korea oleh kekuatan-kekuatan eksternal terjadi pada akhir Perang Dunia II, dimulai pada tahun 1945, dan ketegangan meletus menjadi Perang Korea, yang berlangsung dari tahun 1950 hingga 1953. Ketika perang berakhir, kedua negara ini hancur, dengan kehancuran total sebagian besar negara, tetapi pembagian tetap ada. Korea Utara dan Selatan melanjutkan kebuntuan militer, dengan bentrokan berkala. Konflik ini bertahan dari akhir Perang Dingin dan berlanjut hingga saat ini.
Menyusul ketegangan yang meningkat sepanjang tahun 2017, tahun 2018 Korea Utara dan Selatan, serta Amerika Serikat, mengadakan serangkaian konferensi tingkat tinggi yang menjanjikan perdamaian dan pelucutan senjata nuklir. Ini membawa kepada Deklarasi Panmunjom pada 27 April 2018, ketika kedua pemerintah sepakat untuk bekerja sama untuk mengakhiri konflik.
Korea dicaplok oleh Kekaisaran Jepang pada tahun 1910. Pada dasawarsa-dasawarsa berikutnya selama penjajahan Jepang di Korea, kelompok-kelompok nasionalis dan radikal muncul, kebanyakan di pengasingan, berjuang untuk kemerdekaan. Berbeda dalam pandangan dan pendekatan mereka, kelompok-kelompok ini gagal bersatu dalam satu gerakan nasional.[4][5] Berbasis di Tiongkok, Pemerintahan Sementara Republik Korea gagal memperoleh pengakuan luas.[6] Banyak pemimpin yang mengadvokasi kemerdekaan Korea termasuk Syngman Rhee yang konservatif dan berpendidikan AS, yang melobi pemerintah AS, dan Kim Il-sung yang Komunis, yang berperang gerilya melawan Jepang dari negara tetangga Manchuria di utara Korea.[7]
Setelah berakhirnya pendudukan, banyak orang Korea berpangkat tinggi dituduh berkolaborasi dengan imperialisme Jepang.[8] Perjuangan yang bergelora dan berdarah antara berbagai tokoh dan kelompok politik yang bercita-cita untuk memimpin Korea pun terjadi.[9]