Moon Jae-in (Pengucapan Korea: [mundʑɛin]; lahir 24 Januari 1953) adalah seorang politikus Korea Selatan dan pemimpin oposisi dari partai Aliansi Politik Baru untuk Demokrasi. Ia awalnya merupakan seorang pengacara dan mantan ketua staf untuk Presiden Roh Moo-hyun. Pada 10 Mei2017, ia terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, menggantikan Park Geun-hye.[1] Ia mendapat 41,1 persen suara dan unggul dari dua capres lainnya, kandidat konservatif Hong Joon-Pyo yang mendapat 24,3 persen suara dan kandidat centrist Ahn Cheol-Soo yang mendapat 21,4 persen suara.[2] Dalam pemilihan legislatif ke-19 pada 11 April 2012, Moon memenangkan sebuah kursi di Distrik Sasang, Busan.
Lahir di Geoje, Korea Selatan, Moon Jae-in adalah putra sulung dari ayah Moon Yong-hyung dan ibu Kang Han-ok dari lima bersaudara. Ayahnya adalah seorang pengungsi dari Provinsi Hamgyeong Selatan yang melarikan diri dari kota asalnya Hamhung pada saat Retret Hamhung. Ayahnya bermukim di Geoje sebagai buruh untuk Kamp Geoje POW. Keluarganya kemudian bermukim di Busan dan Moon masuk Sekolah Tinggi Kyungnam, yang dianggap sebagai salah satu sekolah prestisius di luar Seoul. Ia masuk Universitas Kyung Hee dimana ia mengambil bidang hukum. Ia ditangkap dan dikeluarkan dari universitas tersebut ketika ia mengadakan unjuk rasa pelajar menentang Konstitusi Yushin. Kemudian, ia dipaksa masuk ke militer dan direkrut pada Pasukan Khusus, dimana ia ikut dalam sebuah misi militer pada saat insiden pembunuhan kapak.
Moon Jae-in memeluk agama Katolik, dan mengambil nama baptis "Timotius", menjadikannya Presiden Korea Selatan ke-tiga yang memeluk agama Katolik.
Kontroversi
Pada tanggal 30 Agustus 2024, Kantor Kejaksaan Tinggi Korea Selatan menerbitkan surat perintah penggeledahan rumah anak Moon Jae-in, yakni Moon-Da-hye, dan kemudian dilanjutkan dengtan penggeledahan dan investigasi yang dipimpin oleh Divisi Kriminal 3 Kantor Kejaksaan Distrik Jeonju. Penggeledahan ini didasarkan atas 4 komplain yang diajukan oleh Partai Kekuatan Rakyat dalam kurun waktu antara September 2020 hingga April 2021 lalu atas dugaan quid pro quo[8].
Penggeledahan ini menjadikan Moon Jae-in sebagai tersangka kasus penyuapan yang menyeret menantunya, Seo (mantan suami Moon Da-hye), dalam pengangkatan menantunya sebagai direktur eksekutif pada tahun 2018 di Thai Eastar Jet pada yang merupakan perusahaan penerbangan yang didirikan oleh mantan anggota dewan Lee Sang-jik yang berasal dari Partai Demokrat Korea, dan sekarang Kepala Badan UKM dan Startup Korea (Kosme) sebagai bagian dari Kementerian UKM dan Startup Korea[9].
Lee Sang-jik diangkat menjadi ketua Kosme pada Maret 2018, beberapa bulan sebelum Seo bergabung dalam Thai Easter Jet pada Juli 2018. Kejaksaan menduga bahwa adanya campur tangan kantor kepresidenan dalam pengangkatan Seo, karena pasalnya pada tahun 2018, Moon Jae-in masih menjabat sebagai presiden Korea Selatan. Pelaporan atas kasus penyuapan ini didasarkan atas kurangnya pengalaman Seo di dalam industri penerbangan berikut kendala finansial perusahaan. Kejaksaan meyakini bahwa bantuan yang diberikan oleh Moon Jae-in dan istrinya kepada Da-hye dan Seo berhenti setelah Seo direkrut oleh Thai Eastar Jet, yang mana berarti insentif dari maskapai, termasuk gaji dan perumahan dapat dianggap sebagai suap kepada Moon Jae-in[10].
Kejaksaan mengestimasi total dana yang diterima Seo adalah sekitar 223 juta won ($167,648) berupa gaji dan biaya relokasi ke Thailand sepanjang Juli 2018 hingga April 2020, dimana kejaksaan mengindikasi dalam surat perintah penggeledahan bahwa Moon Jae-in disangka menerima jumlah ini sebagai suap dari Lee Sang-jik. Seo sendiri (tidak diungkap nama panjangnya) telah diperiksa sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2024 sebagai saksi, namun secara konsisten mempertahankan haknya untuk tetap diam. Sementara itu, 37 anggota dewan dari Partai Demokrat Korea menentang keras kejaksaan atas pelabelan Moon Jae-in sebagai tersangka[11].