Pada 1970-an, Lee terlibat dalam proyek jembatan besar di Malaysia dan dekat dengan Wakil Perdana Menteri Mahathir Mohamad.[1][2]
Lee dikenang sebagai presiden yang berhasil mengubah pendekatan pemerintah Korea Selatan terhadap Korea Utara, memilih strategi garis keras untuk menghadapi provokasi dari Utara, sambil menyokong dialog regional dengan Rusia, RRC, dan Jepang. Di bawah pemerintahan Lee, Korea Selatan meningkatkan visibilitas dan pengaruhnya di arena global, dan terpilih sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G-20 Seoul 2010. Ia adalah anggota Partai Besar Nasional (Grand National Party). Sebagai wali kota Seoul, ia dikenal dengan kebijakan-kebijakan kontroversialnya seperti restorasi Cheonggyecheon. Ia mengakhiri masa jabatan lima tahunnya sebagai presiden pada 25 Februari 2013 untuk kemudian digantikan oleh Park Geun-hye.