Ir. Koentoadji (11 Agustus 1918 – 5 Juli 2005)[butuh rujukan] adalah rektor keempat Institut Teknologi Bandung yang menjabat pada periode 22 Februari 1965 - 1969; atau rektor ke dua puluh Kampus Ganesha sejak TH Bandung didirikan.[1]
Riwayat Hidup
Semasa kecil, di Magelang, anak ketiga dari delapan bersaudara keluarga opseter bidang teknik kesehatan itu mengangankan diri menjadi kapten. Namun, seorang sahabat ayahnya membisiki, agar memilih bidang teknik. Ia menurut. Lulus AMS B (sekarang SMA Negeri 3 Yogyakarta) pada tahun 1945, ia mendaftar ke Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (sekarang ITB) Jurusan Mesin Listrik.[2]
Revolusi menggagalkan kuliahnya, dan Koentoadji bergabung dengan Tentara Pelajar di Front Gombong. Sempat ditahan di LP Lowokwaru, Koento masuk dalam tawanan yang dipertukarkan setelah Perjanjian Renville. Pangkatnya telah kapten, ketika ada tawaran untuk belajar teknik elektro di Technische Hogeschool Delft, Belanda, 1950. Enam tahun diselesaikannya kuliah itu, lalu ia memperdalam tenaga atom, sebelum pulang ke Indonesia.[2]
Sejak itu kariernya terus menggelinding di lingkungan sipil seperti menjadi Wakil Dirjen Lembaga Tenaga Atom.
Pada tanggal 22 Februari 1965 - 1969 Letkol Ir. Koentoadji menjabat sebagai Rektor ITB.
"Tanggal 22 Februari 1965, dilaksanakan Upacara Serah Terima Rektor ITB dari pejabat lama Ir. Ukar Bratakusumah kepada Rektor baru Letnan Kolonel Ir. Koentoadji di Aula Barat ITB yang juga dihadiri Menteri PTIP (Perguruan Tinggi & Ilmu Pengetahuan) Brigjen dr. Syarief Thajeb. Pada upacara itu, Dewan Mahasiswa ITB, menerima pernyataan yang isinya tidak mengakui Dewan Mahasiswa ITB di bawah pimpinan Rusydi Amin (Sidang DM ITB – semacam legislatifnya) dan Muslimin Nasution (Badan Pekerja DM ITB – semacam eksekutifnya). Kedua pernyataan itu ditandatangani oleh 16 mahasiswa ITB yang menyatakan dirinya sebagai “wakil” dari 19 Himpunan Mahasiswa Bagian/Jurusan di ITB dan menamakan diri mereka atas nama “seluruh mahasiswa ITB yang progresif-revolusioner”. Pernyataan tersebut juga disampaikan kepada Rektor ITB dan Menteri PTIP, termasuk juga dimuat dalam harian pagi “Warta Bandung” (terompet PKI) dan “Harian Banteng” (terompet PNI ASU)…", dicuplik dari buku “Mereka dari Bandung” (Moechtar 1998:71).
Begitulah sekelumit gambaran keadaan Kampus ITB pada tahun 1960-an dimana suasana kampus “panas” dan terbagi dua antara kelompok yang “progresif-revolusioner” (kubu GMNI, CGMI, Perhimi, dan Germindo) vs “progresif-in harmonia” (kubu Keluarga Mahasiswa ITB secara umum yang dipimpin DM ITB). Kubu CGMI merasa mendapat angin karena menganggap sebagai anak kandung revolusi Indonesia yang berporoskan NASAKOM, sementara DM ITB dianggap antek NEKOLIM/Amerika yang selalu kontrarevolusi.
Selain itu Koentoadji pernah menjadi Anggota Dewan Pembinaan LIPI, Anggota Dewan Penyantun ITB, Anggota Kelompok Pemikir Agama Islam, Anggota Dewan Kurator Universitas Muhammadiyah.[2]
Pada tanggal 26 Maret 1976 Ir. Koentoadji terpilih sebagai Ketua Ikatan Alumni ITB (IA ITB) yang pertama untuk periode 1976 - 1981.[3]
Pada hari Selasa, 5 Juli 2005, jam 16.20, Mayjen TNI (Pur) Ir. Koentoadji meninggal dunia setelah sebelumnya dirawat di RS Pertamina, Jakarta. Pemakamannya dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Juli 2005 di Taman Makam Pahlawan Kalibata dalam suatu upacara militer.[4]
Pendidikan
Karier
- Tentara Pelajar di Gombong (1947)
- Ikut Menumpas Pemberontakan PKI di Madiun (1948)
- Sekretaris Panitia Negara Radio Aktiviteit dan Tenaga Atom (1956-1958)
- Wakil Dirjen Lembaga Tenaga Atom (1958-1963)
- Rektor ITB (1965-1969)
- Direktur Riset & Pengujian Material AD (1970)
- Dirut Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) (1971-1986)
- Hankam (1986)[2]
Catatan
Rujukan
- Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979, Jilid 1: Selintas perkembangan ITB. Bandung: Penerbit ITB.
- Moechtar, H. (1998). Mereka dari Bandung: Pergerakan mahasiswa Bandung 1960-1967. Bandung: Penerbit Alumni.
Pranala luar