Iman: kepercayaan pada Allah, dan dalam kebenaran wahyu-Nya sebagaimana ketaatan kepada-Nya (lih. Roma 1:5, 16:26)[2][3]
Harapan: pengharapan dan hasrat untuk menerima; menjauhkan diri dari keputusasaan dan presumsi yang salah. Keyakinan bahwa Allah senantiasa hadir dalam setiap aspek kehidupan manusia, dan tidak pernah berhenti mengharapkan cinta kasih-Nya.
Kasih: suatu kebajikan adikodrati yang membantu manusia untuk mengasihi Allah dan orang lain, lebih daripada dirinya sendiri.
Kebajikan-kebajikan ini diberikan kepada manusia melalui pembaptisan (1 Timotius 2:4, Yohanes 3:5) dan membantu setiap orang bertumbuh dalam hubungannya dengan Allah dalam setiap tindakan yang mencerminkan kebajikan-kebajikan ini.
Teologi Katolik
Dalam teologi Katolik, dinyatakan bahwa kebajikan-kebajikan ini berbeda dengan kebajikan pokok karena kebajikan-kebajikan ini tidak dapat diperoleh dengan usaha manusia. Seseorang hanya memilikinya melalui rahmat Ilahi yang "menanam"-nya di dalam diri orang tersebut.
Dinamakan kebajikan teologal karena objek kebajikan-kebajikan ini adalah makhluk ilahi (theos). Kebajikan lainnya memiliki keburukan atau cacat cela di sisi-sisi ekstremnya, dan hanya merupakan kebajikan jika dipertahankan di antara kedua sisi ekstrem yang berlawanan. Dalam kasus Kebajikan Teologal, tidak menjadikannya cacat cela pada sisi ekstrem positif; bukanlah suatu keburukan jika memiliki iman, harapan, atau kasih yang tanpa batas ketika Allah merupakan objek kebajikan-kebajikan ini.
Masing-masing kebajikan teologal dapat saja memiliki lebih dari satu cacat cela yang berlawanan dengan kebajikan tersebut:
Paradise Restored: The Social Ethics of Francis of Assisi, A Commentary on Francis's "Salutation of the Virtues", by Jan Hoebrichts, Franciscan Institute Publications, 2004. ISBN 978-0-8199-1008-0.