Jalur kereta api Muaro Kalaban–Muaro–Pekanbaru

Jalur kereta api Muaro Kalaban–Muaro–Pekanbaru
Lokomotif tipe C (C54xx) atau SCS 200 yang teronggok di bekas jalur kereta api Muaro–Pekanbaru, tepatnya di Jl. Lokomotif Jepang, Desa Lipat Kain.
Ikhtisar
JenisJalur lintas utama
SistemJalur kereta api rel berat
StatusTidak beroperasi
TerminusMuaro Kalaban
Pekanbaru
Operasi
Dibangun olehStaatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (Segmen Muaro Kalaban–Muaro)
Rikuyu Sokyoku (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Mulai konstruksi
  • 1920 (Segmen Muaro Kalaban–Muaro)
  • 24 Mei 1944 (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Dibuka
  • 1 Maret 1924 (Segmen Muaro Kalaban–Muaro)
  • 15 Agustus 1945 (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Ditutup
  • 1945 (Segmen Muaro–Pekanbaru)
  • 2003? (Segmen Muaro Kalaban–Muaro)
Pemilik
OperatorWilayah Aset Divre II Sumatera Barat
Data teknis
Panjang rel246 km
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)
Peta rute
Kamp 1 Pekanbaru
Kamp 2 Tangkerang
Kamp 2A Simpang Tiga
Kamp 3A Kubang
Kamp 3 Kampung Petas
Kamp 4 Teratak Buluh
Kamp 5 Lubuk Sakat
Kamp 6 Sungai Pagar
Kamp 7 Lipat Kain
Kamp 8 Koto Baru(Pekanbaru)
ke Kamp 14
ke Pertambangan
Kamp 9A? Petai
Kamp 9 Logas
Kamp 10 Lubuk Ambacang
Kamp 11 Pintu Batu
Batas wilayah Provinsi Riau
Batas wilayah Provinsi Sumatera Barat
Kamp 12 Silokek
Sungai Batang Kuantan
MRO
Muaro
PDW
Padang Lawas
PAL
Palaluar
TJA
Tanjung Ampalu
PMU
Pamuatan
PSK
Padang Sibusuk
BH - Terowongan Kupitan
SWL-MKB
ke Sawahlunto
MKB
Muaro Kalaban
MKB-PP
ke Silungkang

Jalur kereta api Muaro Kalaban–Muaro–Pekanbaru adalah jalur kereta api nonaktif antara Muaro Kalaban sampai dengan Pekanbaru sepanjang 246 kilometer yang dibangun oleh dua pihak dan masa yang berbeda, Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust pada masa Hindia-Belanda dan Rikuyu Sōkyoku pada masa Pendudukan Jepang dengan menggunakan tenaga rōmusha maupun tahanan perang (Prisoner of War).

Sebagian dari jalur tersebut (hanya segmen Muaro Kalaban–Muaro), dioperasikan oleh Wilayah Aset Divre II Sumatera Barat. Untuk segmen kelanjutannya masih dalam proses penggodokan untuk dibangun lagi sebagai bagian dari megaproyek jalur kereta api Trans-Sumatra.

Segmen Muaro Kalaban–Muaro

Setelah sukses membangun jalur kereta api Padangpanjang–Sawahlunto, Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (SSS) melakukan perencanaan pembangunan jalur kereta api dari Muaro Kalaban menuju Tembilahan (Riau). Dalam perencanaan pembangunan jalur kereta Muaro Kalaban–Tembilahan nantinya di jalur tersebut terdapat cabang menuju Muaro – Lahat, Muara Lembu (Kuantan Singingi), dan Air Molek.[1] Dalam pelaksanaan pembangunannya, dibangunlah segmen Muaro KalabanPadang Sibusuk (6,2 km) dan dilanjutkan dengan pembangunan segmen Padang SibusukMuaro (19,9 km) yang diresmikan pada 1 Maret 1924.[2] Akan tetapi sebagai akibat terjadinya Depresi Besar pada tahun 1933 pembangunan jalur kereta api Muaro Kalaban–Tembilahan dihentikan dan hanya selesai sampai dengan Muaro, proyek jalur ini pun tak pernah berjalan hingga terjadinya peralihan kekuasaan antara Hindia-Belanda dengan Jepang.

Segmen Muaro–Pekanbaru

Jalan kereta api dari Muaro ke Pekanbaru di provinsi Riau dibangun pekerja paksa antara bulan September 1943 sampai dengan 15 Agustus 1945. Jalur ini dikerjakan oleh rōmusha dan tawanan perang. Menurut laporan Palang Merah Internasional, sekitar 80.000 dari 102.300 orang rōmusha yang didatangkan dari Jawa meninggal dan sekitar 700 orang tawanan perang Eropa meninggal.

Latar belakang

Rencana pembangunan jalur kereta api antara Muaro dan Pekanbaru sudah dimulai sejak awal abad ke-20, tetapi karena berbagai hal pemerintah pusat di Belanda belum tertarik untuk menindaklanjuti rencana ini. Pada tahun 1920, Staatsspoorwegen melanjutkan kembali penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya, SS menugaskan Ir. W.H. de Grave dan Ir. W.J.M. Nivel untuk mengkaji serta meneliti kemungkinan dibangunnya rute terbaik jalur kereta api ke pantai timur Sumatra. Dia menuliskan laporan penelitian dan pedoman teknis pembangunan jalur ini dalam dokumen Staatsspoorwegen No. 19 tahun 1927.[3]

Akhirnya rencana pembangunan jalur kereta api ini ditunda setelah mempertimbangkan bahwa eksploitasi jalur kereta api ke arah Pekanbaru yang sebagian besar hanya mengandalkan batu bara maka menurut perhitungan, biaya pembangunan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dari eksploitasi. Selain itu, medan yang dilalui cukup berat dan banyaknya sarang nyamuk malaria yang dapat membuat biaya pembangunan membengkak.

Namun pada saat masa pendudukan Jepang, jalur Muaro – Pakanbaru menjadi prioritas utama karena kebutuhan energi batu bara untuk perang yang amat mendesak. Lebih dari itu, Jepang memiliki sumber daya manusia yang banyak dan murah, yaitu rōmusha dan tawanan perang.

Konstruksi

Pada bulan April 1943, rombongan rōmusha dari Pulau Jawa tiba di Pekanbaru. Mereka bertugas membangun emplasemen di Pekanbaru untuk mempermudah pembangunan jalur kereta api menuju pedalaman.[4]

Jepang memimpin pembangunan rel kereta sejauh 220 km dari Pekanbaru sampai Selat Malaka menggunakan rōmusha dan tahanan perang. Pembangunan ini dilakukan selama 15 bulan yang melalui pegunungan, rawa-rawa, dan sungai-sungai yang berarus deras.[5]

Sebanyak 6.500 tahanan perang Belanda (kebanyakan Indo-Eropa) dan Britania Raya ditambah lebih dari 100.000 rōmusha Indonesia (kebanyakan suku Jawa) dikerahkan oleh militer Jepang. Saat proyek ini rampung bulan Agustus 1945, hampir sepertiga tahanan perang Eropa dan lebih dari separuh kuli Indonesia telah meninggal dunia.[3]

Rel kereta ini bertujuan sebagai media pengangkutan batu bara dan tentara dari Pekanbaru ke rel kereta api lain di Muaro di barat pulau Sumatra. Pembangunan rel selesai pada 15 Agustus 1945. Rel ini hanya sekali digunakan untuk membawa tahanan perang keluar dari wilayah tersebut, lalu dibiarkan tertutup hutan.[3][6]

Material rel dan bantalannya diambil dari Deli Spoorweg Maatschappij di Sumatera Utara. Namun ada juga pekerja yang melihat adanya material dari Malang Stoomtram Maatschappij.

Jepang juga mengambil kendaraan rel dan pegawai dari DSM. Ada 3 lokomotif DSM yang diambil. Dua di antaranya adalah lokomotif 1B1 buatan Hanomag.

Pembangunan jalan rel dibangun secara asal-asalan karena masing-masing tentara Jepang dan rōmusha tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik. Bantalan rel dibuat dari kayu apa saja yang ada di hutan, sehingga bantalan-bantalan tersebut pecah saat rel ditancapkan pada kayu tersebut.

Apabila jalan rel melintasi rawa, rawa tersebut hanya diuruk ala kadarnya tanpa dipadatkan, sehingga tanah ini sangat rawan ambles apabila dilewati Kereta Api.

Jembatan rel yang dibangun pun dibuat seadanya sehingga konstruksi jembatan amat rapuh dan bisa saja ambruk sewaktu-waktu.

Di daerah Logas, menurut hasil penelitian Ir. W.H. de Grave seharusnya dibangun terowongan menembus Bukit Barisan. Tetapi tentara Jepang tidak mengindahkan pendapat para Insinyur SS dan sebaliknya membuat jalur memutar di samping jurang dan membuat talud yang konstruksinya amat buruk. Beberapa saat sebelum Jepang menyerah kereta yang ditumpangi para romusa anjlok di tempat ini dan jatuh ke jurang.[3]

Tercatat pasca selesainya segmen Muaro–Pekanbaru dibangun, pernah setidaknya ada beberapa kali perjalanan kereta api yakni:

  1. Antara tanggal 24 dan 30 Agustus 1945, para tahanan perang di sepanjang jalur ini dievakuasi dengan sebuah kereta menuju Pekanbaru yang selanjutnya diangkut menuju Singapura guna menjalankan perawatan medis. Setelah Jepang menyerah, seorang tentara Jepang bernama Lance Kopral Ito mengemudikan sebuah kereta yang mengangkut tahanan perang warga Belanda dari Muaro menuju Pekanbaru akan tetapi karena kualitas jalur yang buruk, kereta ini pun anjlok. Proses evaluasi tahanan perang ini selesai pada 5 November 1945.[3]
  2. Memasuki awal tahun 1946, seorang insinyur Jepang yang ikut dalam pembangunan jalur ini menggunakan sebuah kereta dari Muaro menuju Pekanbaru yang selanjutnya menunggu sebuah transportasi menuju ke Jepang, kereta tersebut hanya mengangkut dirinya sendiri beserta peralatan pembangunan jalur kereta api. Pada 8 April 1946, sebuah kapal berlabuh di Sungai Siak dan membawa pergi sang insinyur.[3]

Setelah bulan April 1946 segmen Muaro – Pekanbaru tidak pernah sama sekali digunakan kembali dan meninggalkan jalur rel yang terbengkalai beserta beberapa lokomotif uap yang tertinggal di sepanjang jalur.

Kesaksian

Salah satu rōmusha atau tahanan perang yang berada di Kamp Pekanbaru.

George Duffy, satu dari 15 tentara Amerika Serikat sekaligus penyintas MS American Leader yang tenggelam, menceritakan kehidupan dan kematian tahanan perang di Memory Archive; malaria, disentri, pelagra, dan malagizi/beri-beri adalah penyakit utama yang diakibatkan oleh kerja berlebihan dan perlakuan tak layak. Katanya, "harapan hidup rata-rata 700 tahanan perang yang tewas dalam proyek ini adalah 37 tahun 3 bulan."[7]

Warisan

Tugu Rel Kereta Api Sumatra di National Memorial Arboretum di Alrewas, Inggris

Rel kereta ini tidak pernah dimanfaatkan sepenuhnya dan masih terbengkalai.[8] Di tempat lain, Jepang memerintahkan pembangunan rel kereta api Burma dan rel kereta api Tanah Genting Kra (dari Chumphon ke Kra Buri).

Tugu Rel Kereta Api Sumatra (Sumatra Railway Memorial) dibuka pada Hari Kemenangan Atas Jepang tahun 2001 di National Memorial Arboretum di Alrewas, dekat Lichfield, Staffordshire, Inggris. Tugu ini memperingati kurang lebih 5.000 tahanan perang dan 30.000 pekerja lokal yang dipaksa membangun proyek rel kereta api Sumatra sejauh 140 mil. Tugu ini terletak dekat Far East Prisoners of War Memorial Building.[6] Pembukaan tugu tersebut dihadiri oleh mantan tahanan perang, duta besar Jepang untuk Britania Raya (Sadayuki Hayashi), dan meliputi peletakan batu perdamaian dan penanaman pohon sebagai simbol perdamaian.[6]

Hingga kini masih dapat dijumpai beberapa peninggalan yang membuktikan bahwasanya jalur ini pernah ada di antaranya:

  1. Dua batang rel milik BOS dan JSS yang melintang di atas Sungai Sago, Jalan Juanda, Kota Pekanbaru.
  2. Potongan ketel lokomotif uap (kemungkinan B21) di Jalan Tanjung Karang No. 55, RT 02 RW 01, Kelurahan Pesisir, Kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru, yang tepatnya berada di belakang halaman rumah warga.[9]
  3. Dua belas batang rel setinggi 1 meter milik SSS di depan Kantor Telkom, Jalan Hang Tuah, Kota Pekanbaru.
  4. Makam Pahlawan kerja yang merupakan kompleks makam rōmusha pembangunan jalur kereta api Pekanbaru – Muaro. Di dalam kompleks tersebut, terdapat sebuah lokomotif uap tipe C33 22. Lokasinya berada di Jalan Kaharuddin Nasution, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru.
  5. Bekas jalur yang kini menjadi jalan raya di Pekanbaru, yaitu Jalan Lokomotif, Jalan Letjend. S. Parman (Jalan Beringin), Jalan Pinang, Jalan Kereta Api, Jalan Pahlawan Kerja.
  6. Satu buah lokomotif uap tipe C54 milik SCS 200 di Jalan Lokomotif Jepang, Desa Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, yang komponennya sebagian besar telah hilang.
  7. Batang rel milik NIS yang dijadikan pagar dan bantalan rel yang dijadikan jembatan di Pasar Lama Koto Baru, Desa Koto Baru, Kecamatan Singingi Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi.
  8. Satu buah lokomotif tipe C33 yang relatif utuh berada di Nagari Silokek, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, dan menjadi benda cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah daerah setempat.
  9. Serta beberapa peninggalan lainnya berupa potongan rel maupun bantalannya.

Jalur terhubung

Lintas aktif

Tidak terhubung dengan lintas aktif manapun

Lintas nonaktif

Padangpanjang–Sawahlunto

Layanan kereta api

Tidak ada layanan kereta api yang dijalankan di jalur ini.

Daftar stasiun / kamp

Nomor Nama stasiun Singkatan Alamat Letak Ketinggian Status Foto
Muaro KalabanMuaroPekanbaru
Segmen Muaro Kalaban–Padang Sibusuk
Panjang segmen 6,2 km
Diresmikan pada tanggal 1 Maret 1924
oleh Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust
Ditutup pada ?
Termasuk dalam Divisi Regional II Sumatera Barat
7302 Muaro Kalaban MKB Jalan Lintas Sumatra 184, Muaro Kalaban, Silungkang, Sawahlunto km 151+442 lintas Teluk BayurPadangLubuk AlungPadangpanjangMuaro KalabanMuaro +223 m Aktif beroperasi
BH -
Terowongan Kupitan
panjang: 600 m
Dibangun pada tahun 1922
7406 Padang Sibusuk PSK Padang Sibusuk, Kupitan, Sijunjung km 157+605 +199 m Tidak beroperasi
Segmen Padang SibusukMuaro
Panjang segmen 19,9 km
Diresmikan pada tanggal ?
Ditutup pada ?
7405 Pamuatan PMU km 160+100 Tidak beroperasi
7404 Tanjung Ampalu TJA Muaro Bodi, IV Nagari, Sijunjung km 164+677 +167 m Tidak beroperasi
7403 Palaluar PAL km 168+960 Tidak beroperasi
7402 Padang Lawas PDW km 171+091 Tidak beroperasi
7401 Muaro MRO Muaro, Sijunjung, Sijunjung km 177+428 lintas Teluk BayurPadangLubuk AlungPadangpanjangMuaro KalabanMuaro
Kamp 13: km 220
+153 m Tidak beroperasi
Segmen MuaroPekanbaru
Panjang segmen 220 km
Diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1945
oleh Rikuyu Sokyoku
Ditutup pada September 1945
Kamp 12 Silokek - km 200 Tidak beroperasi
Kamp 11 Padang Tarok - km 176 Tidak beroperasi
Kamp 10 Lubuk Ambacang - km 160 Tidak beroperasi
Kamp 9 Logas - km 142 Tidak beroperasi
Kamp 14A Petai - km ?
km 0+000 cabang menuju Kamp 14 (Tambang Batu Bara)
Tidak beroperasi
Kamp 8 Koto Baru - km 111 Tidak beroperasi
Kamp 7 Lipat Kain - km 75 Tidak beroperasi
Kamp 6 Sungai Pagar - km 36 Tidak beroperasi
Kamp 5 Lubuk Sakat - km 23 Tidak beroperasi
Kamp 4 Teratak Buluh - km 19 Tidak beroperasi
Kamp 3 Kampung Petas - km 19 Tidak beroperasi
Kamp 3A Kubang - km 15 Tidak beroperasi
Kamp 2A Simpang Tiga - Puskesmas Simpang Tiga, Jl. Kaharuddin Nasution, Kota Pekanbaru km 10 Tidak beroperasi
Kamp 2 Tangkerang - Jl. Jend. Sudirman, seberang Gudang Bulog Jadirejo, Kota Pekanbaru km 5 Tidak beroperasi
Kamp 1 Pekanbaru - Pasar Lima Puluh, Jl. Sultan Syarif Kasim II, Kota Pekanbaru km 0 lintas PekanbaruMuaro Tidak beroperasi

Keterangan:

  • Stasiun yang ditulis tebal merupakan stasiun kelas besar dan kelas I.
  • Stasiun yang ditulis biasa merupakan stasiun kelas II/menengah, III/kecil, dan halte.
  • Stasiun yang ditulis miring merupakan halte atau stasiun kecil yang nonaktif.

Referensi:

  • Stasiun aktif: [10]
  • Stasiun nonaktif: [11][12]
  • Pengidentifikasi stasiun: [13]
  • Penomoran lintas:
  • Tanggal pembukaan jalur: [14]:106-124


Galeri

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Reitsma, S.A. (1925). Gedenkboek der staatsspoor- en tramwegen in Nederlandsch- Indië 1875-1925. Landsdrukkerij. hlm. 50. 
  2. ^ Bijlagen van der Verslag van de handelingen der Staten-Generaal. Den Haag: Staatsdrukkerij- en Uitgeverijbedrijf. 1925–1928. 
  3. ^ a b c d e f Farrel, Jamie. "Jalur Kereta Api Maut Pekanbaru". www.pekanbarudeathrailway.com. Diakses tanggal 6 Oktober 2019. 
  4. ^ "Sumatra Railroad | Create Your Own Contests at ShortStack.com". sumatra-railroad.shortstack.com (dalam bahasa Inggris). 
  5. ^ Nusantara, Tim Telaga Bakti; Perkeretaapian, Asosiasi Pakar (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1 (edisi ke-Cet. 1). Bandung: CV Angkasa. hlm. 146. 
  6. ^ a b c Memorial to Sumatra railway dead 15 August 2001 BBC News
  7. ^ Duffy, George (5 January 2006). "The Death Railway, April 1945". MemoryArchive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2008. Diakses tanggal 2 January 2015. 
  8. ^ Hovinga, Henk (2010). The Sumatra Railroad: Final Destination Pakan Baroe 1943-45. Leiden: KITLV Press. ISBN 9789067183284. 
  9. ^ https://www.youtube.com/watch?v=O9QM07QyLZw&pp=sAQA
  10. ^ Grafik Perjalanan Kereta Api pada Jaringan Jalur Kereta Api Nasional di Sumatra Bagian Selatan Tahun 2023 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian. 14 April 2023. Diakses tanggal 12 Mei 2023. 
  11. ^ Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  12. ^ Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa. 
  13. ^ Arsip milik alm. Totok Purwo mengenai Nama, Kode, dan Singkatan Stasiun Kereta Api Indonesia
  14. ^ Reitsma, S.A. (1928). Korte Geschiedenis der Nederlandsch-Indische Spoor- en Tramwegen. Weltevreden: G. Kolff & Co. 

Daftar pustaka

  • "Drama Jalur Maut Pakanbaroe Spoorweg". Majalah KA (87). 2013. 
  • Hovinga, Henk (2013). Op dood spoor: het drama van Pakanbaroe Spoorweg 1943–1945. Uitgeverij van Wijnen. 
  • Abdullah, Syafei (2002). Tragedi Pembangunan Rel Kereta Api Muarasijunjung - Pekanbaru 1943-1945. Pekanbaru: UNRI Press. ISBN 979-8692-89-6. 

Pranala luar