Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri (bahasa Arab: أبوبكر محمد بن سيرين البصري, lahir 33 H/653-4 M, meninggal 110 H/729 M) atau disingkat Ibnu Sirin, adalah salah seorang tokoh ulama ahli fiqih dan perawi hadis dari golongan tabi'in yang menetap di Bashrah.[2] Ibnu Sirin juga terkenal kemampuannya dalam menakwilkan mimpi, serta atas kesalehannya.[3]
Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh Khalid bin Walid dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar.[2] Sirin lalu menjadi budak dari Anas bin Malik, tetapi ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang.[2][4] Setelah itu, Sirin menikahi Shafiyah, budak perempuan Abubakar ash-Siddiq.[2] Turut hadir dalam pernikahan tersebut tiga orang isteri Nabi Muhammad serta delapan belas orang Sahabat Nabi yang pernah mengikuti Pertempuran Badar, yang mana Ubay bin Ka'ab memimpin doa pernikahannya.[2]
Ibnu Sirin memiliki banyak anak dari seorang istrinya, tetapi hanya satu yang tumbuh dewasa yaitu Abdullah.[3] Selain sebagai ulama, profesi sehari-hari Ibnu Sirin adalah sebagai pedagang pengecer, akan tetapi ia bangkrut dan jatuh ke dalam hutang sehingga dipenjara.[3] Anaknya Abdullah lah yang melunasi hutangnya.[3]
Ibnu Sirin meninggal di Bashrah (kini di Irak) pada hari Jum'at, 9 Syawal 110 H, kira-kira seratus hari setelah wafatnya Hasan al-Bashri.[3]
^Ar-Rifa'i, Muhammad Nasib (2000). Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. 3. Terjemahan oleh Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani. hlm. 496. ISBN 979-561-592-0, 9789795615927. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-26. Diakses tanggal 2016-03-18.