Letnan JenderalTNII Nyoman Cantiasa, S.E., M.Tr.(Han) (lahir 26 Juni 1967) adalah seorang perwira tinggi TNI-AD yang sejak 18 Oktober 2024 mengemban amanat sebagai Staf Khusus Kasad.[1]
Cantiasa merupakan lulusan terbaik peraih Bintang Adhi Makayasa Akmil tahun 1990[2] dan merupakan siswa dengan Karya Tulis Terbaik Dikreg XLI Sesko TNI T.A 2014. Bahkan saat menjadi taruna, Cantiasa menjabat sebagai Komandan Resimen Korps Taruna (Danmenkorpstar) yang membawahi seluruh taruna di Akademi Militer pada saat itu. Ia perwira yang berpengalaman dalam Infanteri (Kopassus). Jabatan terakhirnya adalah Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (Waka BIN).[3]
Penugasan
Saat masih Kolonel, dia terpilih menjadi Komandan Upacara Penurunan Sang Merah Putih dalam rangka memperingati HUT ke-68 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana merdeka pada tanggal 17 Agustus 2013.[4] Ia juga tercatat pernah memimpin Kontingen Indonesia dalam Lomba Tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) ke-16 di Hanoi, Vietnam serta sukses melanjutkan tradisi Juara Umum dengan raihan 24 medali emas, 10 perak, 9 perunggu dan 15 tropi tahun 2006. Bahkan, Letjen I Nyoman Cantiasa sendiri merupakan orang yang terlibat langsung dalam 2 dari 3 operasi besar TNI yakni pembebasan sandera aksi teror OPM di Mapenduma tahun 1996 saat menjadi anak buah Prabowo Subianto dan aksi teror perompak Somalia di pembajakan Kapal MV Sinar Kudus tahun 2011 saat menjadi Dansat 81/Gultor Kopassus.
Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma
Saat dia masih berpangkat Letnan Satu (Lettu) Infanteri dan menjabat sebagai Wakil Komandan Sub Tim Detasemen 81 (Penanggulangan Teror) atau Sat-81/Gultor Kopassus. Nyoman dan para prajurit Kopassus sama sekali tidak menyangka, akan mendapatkan tugas membebaskan sandera di Papua yang dulu bernama Irian Jaya. Tak cuma itu, Nyoman semakin yakin jika tugas ini takkan mudah. Sebab, ada 26 orang yang menjadi sandera kelompok OPM. Yang lebih mengkhawatirkan, dalam daftar sandera ada enam orang yang merupakan Warga Negara Asing (WNA). Dua orang diantaranya dari Belanda, dan empat orang lainnya berasal dari Inggris. Sisanya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai dosen, pendeta, dan petugas kehutanan.
Setelah mendengar kabar bahwa ada puluhan sandera yang ditawan oleh kelompok OPM, Brigjen TNI Prabowo Subianto memerintahkan pasukannya untuk bergerak. Kelompok OPM yang berada di bawah pimpinan Kelly Kwalik memberikan sejumlah tuntutan. Tuntutan Kelly saat itu adalah mempublikasikan keberadaan OPM yang eksis di Papua, dan meminta Komite Palang Merah Internasional (ICRC) sebagai fasilitator dan negosiator. Kelly menolak campur tangan pihak lain, apalagi TNI yang saat itu masih bernama ABRI. Selain itu, para pemberontak Papua itu juga meminta ICRC mengirimkan logistik berupa makanan dan obat-obatan. Yang lebih gila, Kelly juga mendesak ICRC mengirim sejumlah senjata kepada OPM.
Operasi ini berakhir tanggal 9 Mei1996 setelah penyerbuan Kopassus ke markas OPM di Desa Geselama, Mimika. Dalam penyerbuan ini, 2 dari 11 sandera ditemukan tewas, Matheis Yosias Lasembu, seorang peneliti ornitologi dan Navy W. Th. Panekenan, seorang peneliti biologi.