Dalam konflik dengan Belanda atas penyelesaian pengembalian Irian Barat,[1] maka pemerintah RI membentuk Komando Tentara dan Teritorium VII/Wirabuana (KO TT-VII/WRB) pada tanggal 20 Juni 1950 yang dikomandani oleh KolonelAlex Kawilarang berkedudukan di Makassar. Komando Tentara dan Teritorium VII/Wirabuana (KO TT-VII/WRB) membawahi wilayah Indonesia Timur yaitu Sulawesi, Sunda kecil termasuk Maluku dan Irian Barat. Pada bulan September1950 TNI direorganisasi, Komando Pasukan (Kompas) Maluku Selatan diganti menjadi Kompas D dikomandani oleh Letkol C. F. Warouw dengan wilayah meliputi Maluku, Irian Barat. Berdasarkan Penetapan Panglima TT-VII Nomor: 8004/VII/1950 tanggal 5 Juli 1952 Kompas D dilikuidasi, kemudian dibentuk Resimen Infanteri-25 (RI-25) dengan Komandannya Letkol Suprapto Sukowati, yang diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1952 dengan wilayah Maluku dan Irian Barat. Untuk pertama kali kedua wilayah itu berada di bawah satu Komando. Di bawah RI-25, penyusupan ke daratan Irian Barat mulai dilakukan sebagai langkah awal yang bersifat militer untuk mengembalikan wilayah itu ke pangkuan ibu pertiwi. Pada bulan Mei 1957 Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) kembali direorganisasi. Komando Tentara dan Teritorium VII/Wirabuana (KO TT-VII/WRB) dilikuidasi, wilayahnya dibagi menjadi empat Komando Daerah Militer, diantaranya Komando Daerah Militer Maluku Irian Barat atau disingkat (KDM-MIB) menggantikan resimen Infanteri-25 (RI-25). Perjuangan pengembalian Irian Barat semakin menggelora setelah Presiden RI mengumandangkan Tiga Komando Rakyat yang disingkat Trikora di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961 yang mendapat respond dan didukung dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk rakyat Irian Barat. Untuk mewujudkan Komando Presiden RI, pada bulan Februari 1962 dibentuklah Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan Panglima Mayjen TNI Soeharto. Rencana Operasi Pembebasan Irian Barat disusun, satuan-satuan APRI dan sukarelawan digelar, sementara diplomasi berjalan terus.
Pada tanggal 8 Agustus 1962, Panglima Angkatan Darat membentuk Kodam XVII/Irian barat dengan Surat Keputusan Pangad Nomor: KPTS 1052/ 8/1962 dengan nama lengkapnya Komando Daerah Militer Irian Barat.
Selanjutnya tanggal 15 Agustus 1962 berlangsung perundingan secara bilateral pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda di New york yang menghasilkan penandatanganan Persetujuan Indonesia – Belanda mengenai:
Gencatan senjata dilakukan di Irian Barat.
Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Republik Indonesia melalui PBB.
Sebagai tindak lanjut persetujuan New York tersebut, maka PBB membentuk pemerintahan transisi di Irian Barat, yaitu UNTEA (United Nation Temporary Executive Authority). Untuk menyiapkan pengalihan tanggung jawab keamanan dari UNTEA, Pemerintahan Republik Indonesia membentuk satuan tugas yang disebut Kontingen Indonesia Irian Barat (KOTINDO) yang secara taktis di bawah UNTEA yang kemudian menjadi inti Kodam XVII/Irian Barat. Pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintah Republik Indonesia, dan selanjutnya pada tanggal 17 Mei 1963 Kodam XVII/Irian barat diubah menjadi Kodam XVII/Tjenderawasih, Yang segera melaksanakan fungsinya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai kekuatan Sosial Masyarakat. Untuk menghadapi pembangunan nasional yang pesat, dan kemungkinan adanya ancaman, maka pemerintah Republik Indonesia memandang perlu mengadakan reorganisasi ABRI. Untuk Jajaran TNI AD reorganisasi dilaksanakan sesuai perintah operasi Kasad Nomor: 01 tanggal 27 September 1984. Beberapa Kotama dilikuidasi, kemudian dibentuk Kotama baru.
Kodam XV/Pattimura dan Kodam XVII/Cenderawasih dilikuidasi menjadi Kodam VIII/Trikora dan diresmikan pada tanggal 8 Mei 1985 meliputi Maluku dan Irian Jaya berada di wilayah satu Komando, setelah yang pertama pada tanggal 1 Agustus 1952. Atas fakta sejarah ini, maka pada tanggal 1 Agustus ditetapkan sebagai hari jadi Kodam VIII/Trikora sesuai Surat Keputusan Kasad Nomor: Skep/691/VI/1986. Berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor: Skep/11/V/199 tanggal 7 Mei 1999 tentang perubahan nomor registrasi wilayah Kodam VIII/Trikora menjadi Kodam XVII/Trikora terhitung mulai tanggal 12 Mei 1999, maka Kodam XVII/Trikora hanya meliputi wilayah Irian Jaya yang membawahi Korem 171/PVT, Korem 172/PWY, Korem 173/PVB, Korem 174/ATW dan meliputi 12 wilayah Kodim.
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kasad nomor Skep/175/IX/2007 tanggal 26 September 2007, maka terhitung mulai tanggal 5 Oktober 2007 nomor Registrasi Kodam XVII/Trikora berubah kembali menjadi Kodam XVII/Cenderawasih yang meliputi wilayah Papua dan Papua Barat serta membawahai 4 Korem dan 12 Kodim. Pada tanggal 17 Mei 2008 Kodam XVII/Cenderawasih genap berusia 45 tahun. Meski beragam hambatan menantang di medan tugas yang berat, Prajurit Kodam XVII/Cenderawasih maju melangkah bersama rakyat mencapai kejayaan dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan stabilitas pertahanan yang mantap untuk menunjang pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.[2]
Pada Tanggal 18 Desember 2016 lalu, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) JenderalTNIMulyono menjadi Inspektur upacara pada peresmian Kodam dan pelantikan Pangdam XVIII/Kasuari, sekaligus dilaksanakan pula Alih Kodal Korem 171/PVT dan Denzipur 13/PPA yang semula di Kodam XVII/Cenderawasih ke Kodam XVIII/Kasuari.[3]
Saat ini, Kodam XVII/Cenderawasih di pimpin oleh seorang Panglima Kodam (Pangdam) yang berpangkat Mayor Jenderal. Saat ini jabatan Pangdam diduduki oleh MayjenTNIRudi Puruwito.