Setelah Perang Dunia I, Raja Ibnu Saud ingin mencaplok Kuwait dan menggabungkannya ke dalam Arab Saudi. Konflik perbatasan terjadi pada tahun 1919-1920, di mana Kuwait berhasil melawan pasukan Ibnu Saud dengan bantuan Inggris. Setelah perang, Saudi memberlakukan blokade perdagangan di Kuwait dari tahun 1923 hingga 1937, yang berdampak besar pada ekonomi Kuwait. Tujuan dari tekanan Saudi adalah untuk mencaplok wilayah Kuwait sebanyak mungkin. Pada konferensi Uqair tahun 1922 yang diadakan untuk memutuskan perbatasan antara beberapa negara Arab yang baru dibentuk, Ibnu Saud berhasil membujuk diplomat Inggris Sir Percy Cox, komisaris tinggi di Irak, untuk memberikan Saudi dua pertiga wilayah Kuwait. Tidak ada perwakilan Kuwait di konferensi tersebut. Peristiwa ini menetapkan batas-batas modern Kuwait.
Kuwait dan Arab Saudi merupakan anggota Dewan Kerjasama Teluk. Secara historis, terdapat zona netral Saudi-Kuwait yang dihuni oleh nelayan pesisir; namun, dengan ditemukannya minyak, kedua negara sepakat untuk membagi wilayah tersebut, dan mencapai kesepakatan pada tahun 1969.[1]
Pada tahun 1990, setelah invasi Irak ke Kuwait, Arab Saudi berpartisipasi dalam Perang Teluk untuk mengusir pasukan Irak dari negara tersebut. Beberapa anggota keluarga kerajaan Kuwait melarikan diri ke Arab Saudi selama masa ini. Pasukan Saudi dan Koalisi juga memukul mundur pasukan Irak ketika mereka menerobos perbatasan Kuwait-Saudi pada tahun 1991 (dikenal sebagai Pertempuran Khafji).[2]
^Geographer, The (1970). Kuwait – Saudi Arabia Boundary(PDF). USA State Department; Bureau of Intelligence and Research; Office of the Geographer. hlm. 2. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2019-06-07. Diakses tanggal 2012-01-15.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)