Hidroponik (bahasa Inggris: hydroponic) adalah salah satu metode dalam budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan media tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan hara nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas.[1]
Etimologi
Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidayatanaman tanpa tanah. Jadi hidroponik berarti budidayatanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilless.
Metode dasar
Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Di mana pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk kemudian bisa diserap tanaman. Pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, di mana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Sistem hidroponik bisa digunakan untuk mengatasi masalah kekurangan lahan yang semakin tahun semakin sempit. Diharapkan hidroponik mampu menjadi manfaat untuk masa depan karena mampu diberdayakan dalam kondisi lahan sempit.
Sejarah
Pada mulanya, kegiatan membudidayakan tanaman yang daratan tanpa tanah ditulis pada buku Sylva Sylvarum oleh Francis Bacon dibuat pada tahun 1627, dicetak setahun setelah kematiannya. Teknik budidaya pada air menjadi penelitian yang populer setelah itu. Pada tahun 1699, John Woodward menerbitkan percobaan budidaya air dengan spearmint. Ia menemukan bahwa tanaman dalam sumber-sumber air yang kurang murni tumbuh lebih baik dari tanaman dengan air murni.
Pada tahun 1842 telah disusun daftar sembilan elemen diyakini penting untuk pertumbuhan tanaman, dan penemuan dari ahli botani Jerman Julius von Sachs dan Wilhelm Knop, pada tahun-tahun 1859-1865, memicu pengembangan teknik budidaya tanpa tanah.[2] Pertumbuhan tanaman darat tanpa tanah dengan larutan yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi mineral bagi tanaman. Dengan cepat menjadi standar penelitian dan teknik pembelajaran, dan masih banyak digunakan saat ini. Sekarang, Solution culture dianggap sebagai jenis hidroponik tanpa media tanam inert, yang merupakan media tanam yang tidak menyediakan unsur hara.
Pada tahun 1929, William Frederick Gericke dari Universitas California di Berkeley mulai mempromosikan secara terbuka tentang Solution culture yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian.[3][4] Pada mulanya dia menyebutnya dengan istilah aquaculture (atau di Indonesia disebut budidaya perairan), namun kemudian mengetahui aquaculture telah diterapkan pada budidaya hewan air. Gericke menciptakan sensasi dengan menumbuhkan tomat yang menjalar setinggi duapuluh lima kaki, di halaman belakang rumahnya dengan larutan nutrien mineral selain tanah.[5] Berdasarkan analogi dengan sebutan Yunani kuno pada budi daya perairan, γεωπονικά,[6] ilmu budidaya bumi, Gericke menciptakan istilah hidroponik pada tahun 1937 (meskipun ia menegaskan bahwa istilah ini disarankan oleh WA Setchell, dari University of California) untuk budidaya tanaman pada air (dari Yunani Kuno ὕδωρ, air ; dan πόνος, tenaga[6]).[2]
Pada laporan Gericke, dia mengklaim bahwa hidroponik akan merevolusi pertanian tanaman dan memicu sejumlah besar permintaan informasi lebih lanjut. Pengajuan Gericke ditolak oleh pihak universitas tentang penggunaan greenhouse dikampusnya untuk eksperimen karena skeptisme orang-orang administrasi kampus. dan ketika pihak Universitas berusaha memaksa dia untuk membeberkan resep nutrisi pertama yang dikembangkan di rumah, ia meminta tempat untuk rumah kaca dan saatnya untuk memperbaikinya menggunakan fasilitas penelitian yang sesuai. Sementara akhirnya ia diberikan tempat untuk greenhouse, Pihak Universitas menugaskan Hoagland dan Arnon untuk menyusun ulang formula Gericke,
pada tahun 1940, setelah meninggalkan jabatan akademik di iklim yang tidak menguntungkan secara politik, dia menerbitkan buku berjudul Complete Guide to Soil less Gardening.
Teknik hidroponik banyak dilakukan dalam skala kecil sebagai hobi di kalangan masyarakat Indonesia. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan, karena tidak semua hasil pertanian bernilai ekonomis. Jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi untuk dibudidayakan di hidroponik yaitu:
Pada awalnya Gericke mendefinisikan pertumbuhan tanaman hidroponik dengan larutan nutrien mineral. Hidroponik merupakan bagian dari budidaya tanpa tanah. Banyak budidaya tanpa tanah namun dengan larutan untuk hidroponik.
Tanaman yang tidak ditumbuhkan dengan cara pada umumnya, akan dapat untuk tumbuh menggunakan sistem lingkungan yang dapat dikendalikan seperti hidroponik. Tampaknya NASA juga memanfaatkan hidroponik pada program luar angkasanya. Ray Wheeler, seorang ahli fisiologi tanaman di Laboratorium Space Center Space Life Science, Kennedy, percaya bahwa hidroponik akan berkontribusi membuat kemajuan dalam perjalanan luar angkasa. Dia menyebutnya sebagai sistem bioregenerative life support.[7]
Static solution culture memiliki pengertian budidaya hidroponik dengan air statis yang mana airnya diam dan tidak mengalir, merupakan teknik hidroponik yang akarnya secara terus-menerus akarnya tercelup air yang diletakkan pada wadah berisi larutan nutrien.
Namun Di Indonesia, Static solution culture lebih dikenal dengan istilah teknik apung (atau disebut rakit apung) dan sistem sumbu (atau disebut wick system). Merupakan jenis paling sederhana dari semua jenis hidroponik.
Untuk ukuran wadah larutan dapat berbeda tergantung pada penggunaan dan ukuran tanaman. Dalam skala kecil (skala rumah tangga maupun hobby berskala kecil), hidroponik dapat dibuat dengan wadah yang biasanya dipakai di dalam rumah seperti gelas, toples, ember, ataupun bak air.
Wadah bening dapat di bungkus dengan Aluminium foil, plastik, cat, atau material lain yang menolak cahaya (membuat cahaya tidak bisa masuk) agar tidak tumbuh lumut.
Penutup wadah air dilubangi dan diisi tanaman, disitu dapat diisi satu atau beberapa netpot tanaman untuk setiap wadah air. Dalam teknik sumbu sendiri setiap net pot diisi media tanam dan potongan kain yang menjulur ke bawah yang berfungsi menyerap larutan ke akar tanaman melalui pipa-pipa kapiler pada kain. Sedangkan dalam teknik apung dapat menggunakan lembaran gabus yang dilubangi dan disisi pot-pot kecil yang diisi (media tanam) untuk tanaman yang akarnya tercelup langsung pada wadah air.
Agar larutan nutrien dapat bersirkulasi secara merata, maka perlu diberi oksigen dengan mesin penggelembung udara atau disebut aerator (aerator kecil bisa didapat di toko ikan) ataupun dengan penggunakan pompa air yang biasa dipakai di aquarium. dalam skala komersial dapat menggunakan pompa bertenaga medium (yang biasa dipakai untuk pancuran kolam dan taman).
Tanpa aerator pun masih bisa, namun jika tidak di beri aerator, akan membuat larutan yang berada di bagian bawah menjadi tidak terserap lantaran posisi akar berada di atas larutan yang tidak terserap (lantaran air tidak bersirkulasi), dan juga, akar-pun kurang mendapat asupan oksigen.
Larutan nutrien dapat diganti sesuai jadwal atau sesuai prosedur. Setiap kali larutan berkurang hingga di bawah tingkat tertentu, maka perlu menambahkan air atau larutan nutrisi segar sesuai dengan kebutuhan masing-masing tanaman yang dinyatakan dengan satuan TDS (Total Solid Dissolved) atau PPM (Part per Million) yang diperlukan.
Dalam budidaya teknik sumbu (wick system) memiliki kendala pada penurunan volume larutan, untuk mencegah ketinggian larutan nutrien turun di bawah akar ataupun sumbu, dapat digunakan keran dengan katup pelampung bola (yang biasa dipakai di tandon) untuk menjaga ketinggian larutan secara otomatis. Dalam budidaya larutan rakit apung, tanaman ditempatkan dalam celah pada lembaran gabus / stereofoam yang mengapung di atas permukaan larutan nutrisi. Dengan teknik apung, ketinggian larutan tidak akan turun di bawah akar dan akarpun selalu tercelup pada larutan nutrien.
Aeroponik
Aeroponik merupakan sistem yang akarnya secara berkala dibasahi dengan butiran-butiran larutan nutrien yang halus (seperti kabut). Metode ini tidak memerlukan media dan memerlukan tanaman yang tumbuh dengan akar yang menggantung di udara atau pertumbuhan ruang yang luas yang secara berkala, akar dibasahi dengan kabut halus dari larutan nutrisi. Aerasi secara sempurna merupakan kelebihan utama dari aeroponik.
Teknik aeroponik telah terbukti sukses secara komersial untuk perkecambahan biji, produksi benih kentang, produksi tomat, dan tanaman daun.[8] Karena penemu Richard Stoner mengkomersialkan teknologi aeroponik pada tahun 1983, Aeroponik telah dilaksanakan sebagai alternatif untuk sistem pengairan hidroponik secara intensif di seluruh dunia.[9]
Kelebihan aeroponik yang lain yang berbeda dari hidroponik adalah bahwa setiap jenis tanaman dapat tumbuh (dalam sistem aeroponik yang benar), karena lingkungan mikro dari aeroponik benar-benar dapat dikontrol.
Keunggulan aeroponik adalah bahwa tanaman aeroponik yang di jeda pembasahannya akan dapat menerima 100% dari oksigen yang ada, dan karbon dioksida pada bagian akar, batang, serta daun,[10] sehingga mempercepat pertumbuhan biomassa dan mengurangi waktu perakaran.
Penelitian NASA menunjukan teknik aeroponik, bahwa tanaman dapat mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 80% dalam massa berat kering (mineral penting) dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada hidroponik lain. Aeroponik menggunakan 65% air dari kebutuhan air hidroponik. NASA juga menyimpulkan bahwa tanaman yang tumbuh dengan aeroponik, membutuhkan ¼ nutrisi yang digunakan dibandingkan dengan hidroponik lain [11]. Bercocok tanam dengan Aeroponik menawarkan kemampuan petani untuk mengurangi penyebaran penyakit dan patogen. Aeroponik juga banyak digunakan dalam penelitian laboratorium fisiologi tanaman dan patologi tanaman. Teknik aeroponik mendapat perhatian khusus oleh NASA karena kabut lebih mudah untuk ditangani daripada menangani cairan di tempat tanpa gravitasi.[12]
Kelebihan lain dari aeroponik ini, kentang dapat dipanen tanpa merusak jaringan akar pada tanaman sehingga sebuah tanaman dapat dipanen berkali-kali[13] dan dapat memilih umbi kentang yang siap panen.
Media tanam
Media tanam inert adalah media tanam yang tidak menyediakan unsur hara. Pada umumnya media tanam inert berfungsi sebagai buffer dan penyangga tanaman. Beberapa contoh di antaranya adalah:
Air akan terus bersirkulasi di dalam sistem dan bisa digunakan untuk keperluan lain, misalnya dijadikan akuarium
Pengendalian nutrisi lebih sederhana sehingga nutrisi dapat diberikan secara lebih efektif dan efisien
Relatif tidak menghasilkan polusi nutrisi ke lingkungan
Memberikan hasil yang lebih banyak
Mudah dalam memanen hasil
Steril dan bersih
Media tanam dapat digunakan berulang kali
Bebas dari tumbuhan pengganggu/gulma
Tanaman tumbuh lebih cepat
Untuk keperluan hiasan, pot dan tanaman akan relatif lebih bersih. Sehingga untuk merancang interior ruangan dalam rumah akan bisa lebih leluasa dalam menempatkan pot-pot hidroponik. Bila tanaman yang digunakan adalah tanaman bunga, untuk bunga tertentu bisa diatur warna yang dikehendaki, tergantung tingkat keasaman dan basa larutan yang dipakai dalam pelarut nutrisinya.
^G. Thiyagarajan, R. Umadevi & K. Ramesh, "Hydroponics,"Diarsipkan 2009-12-29 di Wayback Machine. Science Tech Entrepreneur, (January 2007), Water Technology Centre, Tamil Nadu Agricultural University, Coimbatore, Tamil Nadu 641 003, India.
^ abLiddell, H.G. & Scott, R. (1940). A Greek-English Lexicon. revised and augmented throughout by Sir Henry Stuart Jones. with the assistance of. Roderick McKenzie. Oxford: Clarendon Press.
^Stoner, R.J (1983). Rooting in Air. Greenhouse Grower Vol I No. 11
^(Inggris) nasa.gov (2006). "Spinoff 2006"(PDF). diterbitkan oleh nasa.gov. hlm. 65–67, Detail info biomassa aeroponik. Diakses tanggal Agustus, 2015.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
^(Indonesia) Dianawati, M1), Ilyas, S2), Wattimena, GA2), dan Susila, AD2) (20 Februari 2013). "Produksi mini umbi kentang"(PDF). diterbitkan oleh LitBang pertanian: 47. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal Agustus, 2015.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)