Festival Nasional Reog Ponorogo (FNRP) adalah salah satu festival tahunan yang merupakan salah satu rangkaian acara pesta rakyat Ponorogo yaitu Grebeg Suro yang dilaksanakan pada bulan Muharram. Festival Nasional Reog Ponorogo telah dilaksanakan sejak tahun 1995.[1] Perayaan Grebeg Suro bersamaan dengan hari jadi Kota Ponorogo, yang telah menjadi salah satu acara yang masuk dalam kalender wisata Jawa Timur.
Pada acara Grebeg Suro, di tiap tahunnya terdiri atas acara-acara yang sarat akan nilai seni dan tradisi, yaitu: Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel, serta Festival Nasional Reog Ponorogo. Festival Nasional Reog Ponorogo dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dengan masa final dilaksanakan pada malam puncak rangkaian acara Grebeg Suro. Pada rangkaian acara Grebeg Suro, final Festival Nasional Reog Ponorogo dilaksanakan pada pada malam 1 Muharram yang biasa disebut dengan 1 Suro pada kalender Jawa. Peserta Festival Nasional Reog Ponorogo berasal dari daerah-daerah seluruh Indonesia seperti Madiun, Malang, Ponorogo, Yogyakarta, Jakarta, dan Kalimantan. Bahkan belakangan ini Festival Nasional Reog Ponorogo sudah mulai merambah ke kancah internasional dengan diikuti oleh peserta dari luar negeri.
Alun-alun Ponorogo selalu menjadi tempat dilaksanakannya pertunjukan Festival Nasional Reog Ponorogo. Tempat ini juga didominasi dengan berbagai monumen dan patung yang melambangkan tradisi Reog dan berbagai legendanya. Keberadaan Reog memang tidak bisa dilepaskan dari terbentuknya Ponorogo. Hal ini berkaitan erat dengan legenda Dewi Songgolangit dan Prabu Klono Sewandono.[2]
Ponorogo merupakan Kota Reog, karena berdasarkan pada sejarah Reog memang lahir dari kota ini. Ponorogo merupakan salah satu ikon wisata Jawa Timur.[3] Reog sering diidentikkan dengan dunia hitam yang dalam artian berkaitan erat dengan sifat jagoan, dan juga dunia misti supranatural.[4] Kesenian Reog terdiri atas Warok tua, Warok muda, Pembarong, Bujang Ganong, Jathil, dan Prabu Klono Sewandono. Di seluruh daerah Ponorogo memiliki banyak grup Reog, bahkan bisa dikatakan minimal satu desa memiliki 1 kelompok kesenian Reog. Sehingga kurang lebih 300 grup Reog dimiliki oleh Kabupaten Ponorogo.[1]
Para pembarong menunjukkan keperkasaan dalam mengangkat dadak merak, yaitu topeng raksasa yang memiliki berat hingga 50 kilogram dengan disangga menggunakan kekuatan gigi saja. Alat-alat musik yang dimainkan dalam pertunjukan Reog mampu menghadirkan suasana mistis dan eksotis, namun membangkitkan semangat orang yang melihat maupun para pemainnya.[1] Banyak anggapan dalam pertunjukan Reog kekuatan gaib selalu menyertai, utamanya bagi pembarong untuk bisa menambah kekuatan dalam menyangga topeng dadak merak dengan gigi saja. Para pembarong pun beranggapan bahwa seorang pembarong membutuhkan wahyu untuk bisa kuat menjadi seorang pembarong, karena tubuh dan gigi yang kuat saja tidaklah cukup. Tanpa diberkati wahyu, tarian yang ditampilkan seorang pembarong tidak akan tampak luwes dan enak untuk ditonton. Namun demikian, persepsi mistis pembarong kini digeser dan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan rasional. Seorang sesepuh Reog, Mbah Wo Kucing mengatakan bahwa: “Reog itu nggak perlu ndadi. Kalau ndadi itu ya namanya bukan Reog, itu Jathilan. Dalam Reog, yang diperlukan keindahannya”.
^Rahimsyah, M. B.; Tasrif, Mahmudi; Hidayat, Kidh (1990). Asal-usul Reog Ponorogo. Surabaya: Karya Anda. OCLC464303655. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-20. Diakses tanggal 2017-12-11.
^"HASIL FNRP KE XXIII". ponorogo.go.id. Pemerintahan Kabupaten Ponorogo. 1 Oktober 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-13. Diakses tanggal 26 Februari 2020.
^Afifah, Riana (22 Juni 2012). A. Wisnubrata, A., ed. "Grup Reog Ponorogo Beri Kado Untuk Jakarta". Kompas.com. Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-19. Diakses tanggal 26 Februari 2020.Lebih dari satu parameter |author= dan |last= yang digunakan (bantuan); Lebih dari satu parameter |editor-last= dan |editor= yang digunakan (bantuan)
^Prabowo, Danang Setiaji (17 Juni 2012). Yaspen Martinus, Yaspen, ed. "Kontingen DKI Juara Festival Reog Nasional". Tribunnews.com. Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-27. Diakses tanggal 26 Februari 2020.Lebih dari satu parameter |author= dan |last= yang digunakan (bantuan); Lebih dari satu parameter |editor-last= dan |editor= yang digunakan (bantuan)