Angklung Reog (Hanacaraka: ꧋ꦄꦁꦏ꧀ꦭꦸꦁꦫꦺꦪꦺꦴꦒ꧀, bahasa Jawa: angklung reog) adalah alat musik yang terbuat dari bambu dengan hiasan benang warna merah dan kuning dan lengkungan bambu yang di tata dengan rapi dan indah yang digunakan untuk mengiringi kesenian Reog Ponorogo di Jawa Timur.
Etimologi
Kata "angklung" berasal dari bahasa Jawaangklung[1][2][3][4][5] yang istilah serupa juga ada pada angklung yang sering dipakai orang Badui dalam ketika mengiringi Susualan (pantun Badui) yang pernah tercatat dalam artikel karya Van Hoevel (1845).[6]
Sejarah
Angklung Reog merupakan senjata yang juga berfungsi juga sebagai perisai dari militer kerajaan Bantarangin untuk menghadapi serangan kerajaan Lodaya yang memiliki banyak militan pada abad ke-9 masehi, sebelum berdirinya kerajaan Kediri.
Angklung Reog dibentuk menyerupai pagar bambu dan diberi sebuah Jimat berupa untaian benang yang berbentuk rumbai-rumbai untuk mengalahkan musuh dan tidak diciptakan sebagai alat musik, tetapi dari peperangan antara kerajaan Bantarangin dan Lodaya yang dimenangkan oleh pihak Bantarangin. Seluruh prajurit sangat senang dengan mengepalkan tangan ke atas tak terkecuali yang membawa senjata Gada, Cambuk maupun Pagar Bambu.
Prajurit yang membawa Pagar Bambu karena begitu gembiranya, maka dihentakanlah tangan mereka ke atas dengan keras hingga terjadilah kelonggaran pada tali dan menyebabkan benturan antar bambu, yang mana sejurus kemudian terdengarlah bunyi klong-klong. Dari hal yang tak disengaja inilah lalu timbul ide untuk menciptakan alat musik bernama 'Ongklong', namun selanjutnya lebih dikenal dengan nama Angklung.
Saat era raja Majapahit Hayam Wuruk hendak menemui calon istrinya di lapangan Bubat, tetapi Hayam Wuruk dihalangi oleh pamannya Bre Wengker yang tidak menyetujui pernikahan tersebut, hingga dikerahkanlah pasukan inti Majapahit yang berasal dari Wengker dengan menggunakan Topeng Wengker untuk menyerang rombongan mempelai perempuan yang sangat banyak, tidak ketinggalan pula senjata Angklung ini menyudutkan pihak kerajaan dari mempelai perempuan.
Saat pihak wengker melakukan pemberontakan kepada majapahit, banyak angklung yang di tinggal di kerajaan. Sehingga saat serbuan dari Demak, angklung dan gamelan di bawa ke Bali, sehingga mengalami pergesaran dan kerusakan.
Setiba di bali orang majapahit mengalami kesulitan saat merangkai gamelan termasuk Angklung, meski angklung di Bali tidak di bentuk sedemikian rupa, akan tetapi tetap menghasilkan suara dengan cara di pukul layaknya gamelan yang terbuat dari logam. Angkung ini berubah nama menjadi Rindik yang berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti "ditata dengan rapi dengan celah yang sedikit." Meskipun angklung Reog berhasil dirangkai dan terciptanya alat musik rindik, angklung reog tetap digunakan untuk keperluan keagamaan dan kesenian hingga era kerajaan Bali. Tetapi saat ini sudah tidak diteruskan oleh seniman bali, karena tidak mencerminkan kearifan lokal Bali.
Jenis Angklung Reog
Angklung Reog memiliki ciri khusus, yaitu:
Memiliki pegangan pada ujung angklung yang di gunakan untuk memegang angklung. hal ini dapat menyebabkan satu orang memegang dua angklung
Pada ujung bambu yang di helai kecil, di beri untaian benang warna merah dan kuning yang indah, pada awalnya benang ini sebagai jimat untuk melumpuhkan musuh apabila terkena.
Terdapat lengkungan bambu di setiap atas tabung bambu yang besar
Memiliki suara yang keras yang khas sehingga menimbulkan kesan mistis dan getaran spiritual pada hati
Hanya memiliki dua nada, besar dan kecil dengan bunyi klong-klong yang besar dan klung-klung yang kecil
Karena kegengsian tiap group Reog untuk tidak sama, terkadang angklung ini di buat dengan 3 tabung, 2 tabung, 1 tabung, bahkan hingga 9 tabung, tetapi pakem pada angklung Reog memiliki 3 buah tabung saja.
Bentuk angklung menyerupai gapura dan tangga, dari kecil hingga yang tinggi yang memiliki filosofi kehidupan manusia.
Angklung Reog telah lama memiliki angklung bernada pertama di dunia berasal dari distrik sambit, salah satu nya yang berumur lebih 250 tahun yang terdiri 15 buah angklung pada satu set gayor dengan 3 buah tabung bambu tiap angklung yang kini menjadi koleksi museum Sri BadugaBandung di jawa barat.
Cara Memainkan
Ada beberapa cara memainkan angklung Reog
Cara ini merupakan yang utama ialah dengan memegang ujung bambu pada angklung seperti memegang pistol.
memegang leher dan pinggul angklung (seperti memegang kuda kepang), sebagaimana angklung dimainkan namun pada cara ini lebih di hentakan.
Seperti cara nomor 2, tetapi di butuhkan gerakan tangan dari kanan ke kiri sehingga menimbulkan suara yang lebih panjang, biasanya untuk penutupan pertunjukan Reog atau potrojayan.
Dalam memainkan angklung tidak boleh sembarangan, harus teratur dan serempak. Angklung bernada tinggi mengikuti bunyi gong sedangkan angklung bernada rendah mengikuti suara kenong, kemudian suara angklung akan di ikuto suara para senggak.
Perkembangan
Angklung Reog telah menyebar ke seluruh penjuru nusantara dan dunia karena merupakan satu perangkat dari Reog.
Angklung di malaysia pada awalnya merupakan angklung Reog untuk mengiringi seni barongan, keberadaan angklung Reog ini menarik perhatian kedubes Indonesia untuk memberi pelatihan angklung bernada, tetapi angklung yang di hasilkan yang menggunakan bambu malaysia tidak teratur saat dimainkan, maka di imporlah bibit dari tanah leluhur barongan berasal Ponorogo dan madiun, sejak saat itulah angklung bernada malaysia mulai sama bunyinya dengan angklung bernada di Indonesia, sehingga banyak menerima pesanan dari sekolah-sekolah elit baik malaysia, singapura, thailand dan eropa.
Di luar negeri, angklung Reog dapat di lihat dengan pertunjukan Reog seperti di Korea, Taiwan, Jepang, Jerman, Belanda Swis, inggris, Malaysia, Singapura, Australia, Meksiko, Amerika dan negara lainnya yang belum tercantum.
Selain itu, Bunyi dari Angklung Reog ini di gunakan untuk mengiringi berbagai lagu rekaman juga mengisi film layar lebar sebagai soundtrack seperti film Ratu Ilmu Hitam, Warok Singo Kobra, Suromenggolo, asal usul Reog Ponorogo, terjadinya telaga ngebel, suminten edan dan tendangan dari langit.
^angklung (aGklUG) : K.N. een muziekinstrument bestaande uit een raam, waarin eenige aan het boveneinde schuins afgesnedene bamboezen pijpen naast elkander staan, die, als zij bewogen worden, een schel geluid geven. Sumber: Javaansch-Nederduitsch Woordenboek, Gericke en Roorda, 1847, #16.
^angklung : N.K. nom d'un instrument de musique. Sumber: Dictionnaire Javanais-Français, L'Abbé P. Favre, 1870, #917.
^angklung (aGklUG) : kn ar. têtabuhan kang digawe bumbung dirèntèng. Sumber: Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, #75.
^angklung : 1 a musical instrument consisting of suspended bamboo tubes which tinkle against each other when shaken. 2 an ensemble of the above instuments. ng-[x] to play this instrument. Sumber: Javanese-English Dictionary, Horne, 1974, #1968.
^Men moet in 't oog houden, dat dergelijke panton's 's avonds worden gezogen bij de angkloeng, en dat zieh daarbij dan gewoonlijk vele toeschouwers bevinden, niet alleen van de djelma dhalam, maar ook van de overige bergbewoners buiten de kampong. Van daar deze toespeling op een der vrouwen of meisjes dier aanschouwers, die een rood geruit kleedje droeg; ofsch oon die kleur door de Badoeinen zelve niet wordt gedragen. Sumber: https://archive.org/details/tijdschriftvoor56hogoog/page/n443/mode/2up?q=angkloeng