Bojongkokosan adalah nama desa di kecamatan Parung Kuda, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.[2] Kode pos untuk desa Bojong Kokosan adalah 43357.[3] Desa Bojongkokosan merupakan desa pemekaran yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Desa Kompa.[4] Karena pertumbuhan penduduk yang kian meningkat, maka desa Kompa dimekarkan menjadi dua desa, yaitu desa Kompa dan desa Bojong Kokosan.[4] Desa Bojong Kokosan merupakan tempat terjadinya peristiwa Perang Konvoi atau lebih dikenal dengan Pertempuran Bojong Kokosan melawan tentara Inggris dan NICA pada tahun 1945 sampai 1946.[2]Pertempuran Bojong Kokosan ini merupakan perang konvoi pertama (The First Convoy Battle) dan menjadi cikal bakal dari peristiwa Bandung Lautan Api.[2]
Pertempuran Bojong Kokosan
Latar Belakang Peristiwa Bojong Kokosan, Sukabumi
Terjadinya Pertempuran Bojong Kokosan dilatar belakangi kedatangan pasukan tentara Sekutu yang terdiri dari Inggris, Gurkha, dan NICA sebanyak satu batalyon berusaha masuk ke Sukabumi.[5] Kedatangan tentara sekutu ke Sukabumi dilatarbelakangi oleh tiga tujuan utama, yaitu:
Peristiwa di Bojong Kokosan merupakan salah satu faktor penyebab dari peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946.[2] Hal ini disebabkan karena ditinjau dari strategi nasional, daerah jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi-Bandung merupakan urat nadi kekuatan sekutu untuk menguasai daerah yang dilalui jalur tersebut.[2]
Penyerangan
Pertempuran Bojong Kokosan atau perang konvoi ini terjadi dalam dua periode.[2] Periode pertama terjadi pada tanggal 9 sampai 12 Desember 1945.[2] Periode kedua terjadi dari tanggal 10 sampai 14 Maret 1946.[2] Pertempuran Bojong Kokosan berawal dari berita yang diterima prajurit TKRSukabumi di Pos Cigombong[2] tentang kedatangan tentara Inggris, Gurkha, dan NICA yang berusaha memasuki wilayah Sukabumi.[2] Pimpinan KOMPI III saat itu, Kapten Murad dan laskar rakyat Sukabumi segera menghadang dan menduduki tempat pertahanan di pinggir tebingutara dan selatan jalan di Bojongkokosan.[2] Penghadangan yang dilakukan oleh rakyat Sukabumi dan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR ini menyebabkan terjadinya pertempuran sengit yang dikenal dengan nama Pertempuran Bojong Kokosan.[5] Barisan pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat oleh senjata rampasan dari tentara Jepang.[2] Selain pasukan TKR, penghadangan terhadap sekutu juga dilakukan oleh Laskar Rakyat Sukabumi seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hizbullah pimpinan Haji Akbar dan Pesindo.[2] Penghadangan ini terjadi sepanjang 81 kilometer.[2] Dimulai dari daerah Cigombong, Bogor sampai dengan Ciranjang, Cianjur.[2]
Pertahanan pasukan sekutu diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon, dan truk berisi ribuan pasukan Gurkha.[2] Konvoi yang dilakukan pasukan sekutu berhasil masuk ke garis pertahanan TKR.[2] Saat mendekati tebing Bojong kokosan, pasukan TKR segera melepaskan tembakan dan melakukan serangan.[2]
Pasukan tentara sekutu yang bersenjatakan peralatan perang modern segera membombadir pertahanan pejuang dengan tank baja, mortir, dan senapan mesin.[2] Namun, tentara TKR berhasil meloloskan diri dari serangan sekutu setelah terjadinya hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan Bojong Kokosan.[2]
Tentara sekutu yang dalam perjalanan ke Bandung dibuat gentar oleh terjadinya penyerangan di Bojong Kokosan.[2] Akhirnya, Komandan sekutu mengajak pemimpin TKR dan pemerintah setempat untuk berunding.[2] Diwakili Komadan Resimen III, Letnan Kolonel Edi Sukardi, akhirnya usulan gencatan senjata disetujui.[2]
Pengeboman
Gencatan senjata yang dirundingkan oleh komandan tentara sekutu ternyata hanya berlangsung sehari.[2] Pada tanggal 10 Desember 1945, tentara sekutu kembali membombardir Kecamatan Cibadak.[2] Pengeboman itu tercatat dalam majalah BelandaFighting Cocks karangan Kolonel Doulton.[2] Serangan pesawat-pesawat tempur yang dilakukan tentara sekutu terhadap tentara TKR di Bojong Kokosan bahkan tercatat sebagai yang terbesar sepanjang Perang Dunia II.[2] Sekutu melakukan pengeboman udara setelah mengetahui puluhan tetaranya tewas di tangan pasukan TKR.[2] Pada peristiwa pengeboman itu, 73 pejuang meninggal dunia. Sebagian nama pejuang yang gugur dalam Pertempuran Bojong Kokosan tercatat di tugu Palagan Bojong Kokosan.[2]
Tidak hanya gugur, Peristiwa Bojong Kokosan juga menewaskan dan melukai ratusan rakyat sipil.[6] Ratusan rumah hancur setelah Angkatan Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan.[6] Sekutu mengebom beberapa desa di Kompa, Parung Kuda, dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.[6]
Pertempuran Bojong Kokosan telah mengakibatkan banyak korban jiwa baik dari pihak sekutu, maupun pihak TKR.[2] Pada pertempuran periode pertama tidak satu pun prajurit TKR yang gugur.[2] Sementara, di pihak sekutu telah mengakibatkan 50 orang meninggal dunia, 100 orang luka berat, dan 30 pasukan menyerah.[2] Pada pertempuran periode kedua, 73 orang prajurut TKR dinyatakan meninggal dunia.[2]
Pertempuran Bojong Kokosan membawa efek yang besar terhadap keikutsertaan tentara Sekutu di Indonesia dimata publik.[7] Di Inggris sendiri dibahas dalam kongres parlemen di mana mayoritas publik dan parlemen menolak Inggris terlibat lebih lanjut dalam pertempuran Indonesia dengan Belanda dan menghormati keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka seperti yang terjadi dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya 1 bulan sebelumnya.[7] Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempersingkat kehadiran tentara Inggris di Indonesia.[7]
Palagan Bojong Kokosan
Dalam rangka mengenang pertempuran bojong kokosan, pemerintah membangun situs museum dan monumen Bojong Kokosan sebagai tanda pengharagaan kepada para pejuang yang telah bertempur melawan sekutu pada Pertempuran Bojong Kokosan.[8]
Pembangunan palagan perjuangan 1945 di Bojong Kokosan ini dilakukan secara swa-kelola oleh pemerintah daerah Jawa Barat.[8] Museum ini diresmikan pada 13 November 1992 oleh R. Moh. Yogie Suardi Memet, GubernurJawa Barat yang menjabat pada tahun 1985 hingga 1993.[8] Koleksi utama museum ini adalah diorama, puing pesawat RAF, senjata laras panjangLee Enfield, senjata laras pendekVOC, helmet pasukan sekutu dan TKR, serta pedang dan golok pasukan kelaskaran rakyat.[8]Palagan Bojong Kokosan merupakan ikon kebanggaan masyarakat Bojong Kokosan, Sukabumi.[2] Salah satu saksi hidup perjuangan Bojong Kokosan, Pak Satibi, meninggal dunia pada 26 November 2015 pukul 17:00 di rumah nya yang tak jauh dari monumen palagan perjuangan bojongkokosan. Ia adalah salah satu yang mengurus dan penjaga monumen palagan perjuangan sampai ia di panggil oleh Yang Maha Kuasa untuk menghadap Nya.
^ ab(Indonesia) Bojong Kokosan. "Sejarah". Diakses tanggal 12 Mei 2014.
^ ab(Indonesia) Drs. Anwar Kurnia & Drs. H. Moh. Suryana (2007). "Sejarah". 1: 32. Diakses tanggal 12 Mei 2014.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)