Batik Plumpungan merupakan salah satu produk batik yang berasal dari Kota Salatiga. Motif dasar batik tersebut terinspirasi dari susunan batu besar dan batu kecil Prasasti Plumpungan, yaitu prasasti yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya Kota Salatiga. Pencipta dari motif batik ini adalah Bambang Pamulardi yang berstatus sebagai salah satu PNS (Pegawai Negeri Sipil) Kota Salatiga.
Pada saat ini, batik tersebut telah digunakan oleh beberapa instansi yang berada di lingkup pemerintahan Kota Salatiga. Para PNS di kota itu menggunakan batik Plumpungan setiap hari Kamis.[6][10] Sampai tahun 2020, batik Plumpungan terus diusulkan agar menjadi salah satu muatan lokal dalam kurikulum pembelajaran, mulai dari bangku SD (Sekolah Dasar) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas) di Kota Salatiga.[7] Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya pelestarian batik sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.[11][12]
Motif
Tidak semua batik bermotif tradisional dan berwarna tua,[a] seperti halnya batik Plumpungan yang bergaya kontemporer dan berwarna cerah. Ciri khas dari batik ini adalah motifnya yang memiliki kesamaan bentuk dasar dengan Prasasti Plumpungan, yang terdiri atas satu batu besar dan satu batu kecil berbentuk agak melonjong dalam satu kesatuan pakem.[4][13] Motif batik tersebut semula masih terbatas hanya lima macam, yaitu Selo Giri, Kupu-Kupu, Kencono Sekar Plumpungan, Sekar Seling Pereng, dan Selo Temata.[6][14] Namun, seiring dengan meningkatnya kreativitas para pengrajin batik, motifnya semakin beragam tanpa meninggalkan pola dasar berupa bulatan kecil dan bulatan besar. Melalui pakem motif itulah muncul berbagai ragam motif batik Plumpungan yang dibentuk menyerupai kupu-kupu, ikan, kura-kura, dan lain sebagainya.[5][15]
Ragam lain dari motif batik ini antara lain motif Bayang-Bayang, motif Plumpungan, motif Cempaka Mekar, motif Diana Nugroho, motif Eko Peksi, motif Gendongan, motif Genggong, motif Iwak-Iwakan, motif Jagad Plumpungan, motif JM, motif Karangpete, motif Kawung Plumpungan, motif Kembang Srengenge, motif Kenyo Kasmaran, motif Kipas Plumpungan, motif Kupu-Kupu, motif Kuping Gajah, motif Lereng Dersana, motif Lereng Kemiri, motif Manggu Bentik, motif Manggu Jajar, motif Merak Plumpungan, motif Monggo Mumet, motif Palang Sekar Arum, motif Pereng Setro, motif Purnoboyo, motif Plumpungan Kusuma, motif Redi Agung, motif Rossa, motif Selo Argomulyo, motif Selo Giri, motif Selo Sidorejo, motif Selo Sidomukti, motif Selo Temata, motif Selo Tingkir, motif Selotigo, motif Semut Giring, motif Semut Jajar, motif Sido Gandrung, motif Selo Pury, motif Srir Astu, motif Singgi, motif Swiwi Banyak, motif Tunggak Semi, dan motif Waturumpuk Plompongan.[16]
Pola dasar batik Plumpungan sangat fleksibel untuk digunakan dalam pembuatan motif batik.[17] Ada pengrajin batik yang menggunakan pola dasar batik tersebut sebagai klowongan (pola).[b] Pola dasar batik ini menjadi motif utama dalam membentuk desain batik Plumpungan, seperti pada batik Plumpungan motif Semarak. Selain itu, ada juga pengrajin batik yang menggunakan pola dasar batik Plumpungan sebagai isen-isen (isi) dari berbagai motif yang dibuat, seperti pada batik Plumpungan motif Merak Plumpungan dan Parang Plumpungan.[2]
Batik Plumpungan yang berada di Pusat Kerajinan Tangan Batik Plumpungan semuanya merupakan buatan tangan. Bahan yang digunakan juga beragam, baik katun maupun sutranya.[15] Bambang mengkombinasikan motif batik Plumpungan dengan motif-motif batik tradisional yang sudah ada, seperti kawung. Kreasi tersebut mendapatkan sambutan yang cukup baik di masyarakat, tetapi kendala justru dihadapi dalam hal pemasaran. Di sisi lain, dulu masyarakat yang paham mengenai sejarah budaya yang ada di lingkungannya (tepatnya mengenai keberadaan Prasasti Plumpungan) sangat sedikit, tetapi masyarakat semakin tahu dan mengenal Prasasti Plumpungan sebagai peninggalan sejarah yang patut dirawat eksistensinya semenjak batik ini hadir.[9]
^Pada umumnya, batik memang bermotif tua dan tradisional dikarenakan motif tersebut yang selalu diincar oleh para pembeli (Wulandari 2011, hlm. 8).
^Klowongan adalah proses membatik kerangka pola. Pada proses ini digunakan canting yang juga dinamakan dengan canting klowongan, yang memiliki diameter lingkaran sedang (Wulandari 2011, hlm. 42).
^ abFEDEP Kota Salatiga (tanpa tanggal). "Mengenal Lebih Lanjut Batik Plumpungan". FEDEP (Forum for Economic Development and Employment Promotion) Kota Salatiga. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Desember 2020. Diakses tanggal 21 Februari 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Winata & Prasida (2018), hlm. 44: "Pengujian pertama dilakukan kepada Bapak Bambang Pamulardi sebagai perintis sekaligus pemilik batik Plumpungan Salatiga. Materi yang diujikan kepada Bapak Bambang Pamulardi adalah mengenai konten buku Batik Plumpungan Salatiga dan kecocokan motif batik yang diaplikasikan ke dalam bentuk 3D di Perancangan Buku Batik Plumpungan Salatiga dengan Teknologi Augmented Reality berbasis Android....."
^ abSupangkat, dkk (1995), hlm. 13: "Motif dasarnya ditemukan pada tanggal 23 Juli 2004 yang didesain dari bentuk Prasasti Plumpungan. Di setiap motif batik Plumpungan terdapat ciri gambar dua bulatan berukuran besar dan kecil sedikit lonjong dalam satu kesatuan. Bentuk ini apabila dilihat dari sudut pandang atas menyerupai Prasasti Plumpungan yang berangka tahun 750 Masehi....."
^ abOctaviany (2009), hlm. 2: "Motif batik Plumpungan ini pertama kali diciptakan pada tahun 2004 dan dipublikasikan pada tahun 2005 di harian Jawa Pos. Pada awalnya motif batik Plumpungan ini diproduksi di Pekalongan dan baru mulai bulan Juli tahun 2008, proses produksi dilakukan di Salatiga. Dari motif dasar dua batu itu dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam motif batik....."
^Kartoatmadja, dkk (1995), hlm. 48: "Hasil koreksi tersebut menunjuk hari Jumat (Suk) rawara tanggal 31 Asadha atau tanggal 24 Juli 750 M. Prasasti Plumpungan merupakan peresmian Desa Hampra menjadi daerah perdikan....."
^Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Salatiga (2008), hlm. 29: "Tahap awal untuk memasarkan dan mengenalkan batik khas Salatiga adalah kewajiban bagi segenap Aparatur Pemerintah Kota Salatiga untuk memakai batik buatan sendiri. Setiap hari Kamis ada sekitar 4000 PNS Pemkot Salatiga memakai seragam kerja batik dengan berbagai corak dan motif....."
^Winata & Prasida (2018), hlm. 37: "Batik Plumpungan pada setiap motifnya mempunyai ciri-ciri bergambar dua bulatan berukuran besar dan kecil sedikit lonjong dalam satu kesatuan yang tidak ditemukan pada batik lainnya....."
^ abWidyatwati (2015), hlm. 30: "Bentuk dasarnya selalu menyerupai bentuk batu Prasasti Plumpungan, namun pada perkembangannya juga bisa dibentuk menyerupai kupu-kupu, ikan, kura-kura, dan lain-lain. Di pusat kerajinan batik Plumpungan, semua batik Plumpungan merupakan batik buatan tangan. Warna-warna cerah seperti kuning, biru, merah muda, dan hijau mendominasi kain-kain batik ini. Bahannya juga beragam dari katun hingga sutra....."
^Octaviany (2009), hlm. 6: "Motif dasar batik Plumpungan ini telah dikembangkan untuk menjadi beberapa motif batik. Berikut beberapa nama motif batik yang telah diproduksi maupun belum diproduksi, antara lain....."
^Pradana, Edmunda Easta Sandra (14 Agustus 2018). "Sejarah Batik Plumpungan". Perpustakaan Digital Budaya Indonesia. Diakses tanggal 20 Februari 2019.
Daftar pustaka
Buku
Supangkat, Eddy, dkk (1995). Ensiklopedia Salatiga. Salatiga: Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Kartoatmadja, Soekarto, dkk (1995). Hari Jadi Kota Salatiga 24 Juli 750. Salatiga: Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga.
Wulandari, Ari (2011). Batik Nusantara: Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Salatiga (Juli 2008). "Batik Plumpungan Khas Salatiga"(PDF). Majalah Hati Beriman. 2 (3). Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2020-05-28. Diakses tanggal 2019-06-19.