Ia terlahir dengan nama Bambang Wuryanto yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Di samping itu, ia juga memiliki nama populer, yakni Bambang Pacul.[4] Pemberian nama tersebut bermula ketika dirinya duduk di bangku sekolah menengah atas. Nama "Bambang" sendiri umum dimiliki oleh beberapa teman di sekolahnya. Nama belakang digunakan merujuk pada istilah tertentu, seperti Pacul, Fosil, hingga Panu yang saat itu diberikan kepada salah satu temannya yang memiliki latar belakang keluarga mampu. Istilah "Pacul" pada nama belakangnya diberikan mengingat latar belakang keluarganya sebagai petani dan berasal dari desa. Selain itu, nama "Bambang" yang ada pada namanya memiliki makna ksatria atau bangsawan dalam adat Jawa.
Latar Belakang
Bambang Wuryanto terpilih dengan perolehan suara sebanyak 128.116 dari Dapil Jawa Tengah IV yang mencakup wilayah Wonogiri, Karanganyar dan Sragen. Bambang Wuryanto meniti karier di dunia pendidikan terlebih dahulu dengan menjadi staf pengajar di AMP dan STIE YKPN Yogyakarta tahun 1987-1994 serta Direktut LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Prismagama, Surakarta. Kemudian memulai bisnis di jasa kontruksi dengan mendirikan PT Sarana Yasa Manunggal pada tahun 1998. Serta menjadi staf ahli Wakil Ketua MPR RI Fraksi PDIP pada tahun 2002.
Perjalanan Politik
Bambang Wuryanto mengawali karier di dunia politik dengan mengikuti Badiklatpus DPP PDIP pada tahun 2000-2004. Setelah itu, Bambang pun dipercaya untuk menjadi staf ahli Fraksi PDIP di MPR. Karier Politik Bambang semakin meningkat dengan menjadi anggota DPR selama empat periode 2004-2009, 2009-2014, 2014-2019, dan 2019-2024. Hal ini pun membuat dia memiliki jabatan penting di PDIP yaitu Ketua DPP bidang Energi dan Pertambangan.
Pada tanggal 29 September 2022, DPR melalui rapat paripurna memberhentikan Aswanto dari jabatannya sebagai hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi meskipun masa jabatannya baru berakhir pada Maret 2029. Bambang Wuryanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI dari fraksi PDIP mengatakan:[5][6]
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia (Aswanto), dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh. Ya bukan kecewa. Dasarnya Anda tidak komitmen, gitu lho. Enggak komit dengan kita, ya mohon maaf-lah ketika kita punya hak, dipakai-lah".
Bambang Wuryanto juga menganalogikan hubungan antara hakim konstitusi dan DPR seperti hubungan antara direksi perusahaan dan pemilik perusahaan:[7]
"Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu sebagai owner, itu mewakili owner kemudian kebijakanmu enggak sesuai direksi, owner ya gimana, begitu toh. Kan kita dibikin susah".
Aswanto sendiri merupakan hakim salahsatu dari tiga hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR. Aswanto dikenal kerap menentang produk legislasi DPR. Hampir di setiap putusan Mahkamah Konstitusi, Aswanto termasuk hakim konstitusi yang menyatakan bahwa produk legislasi DPR (undang-undang) bertentangan dengan konstitusi. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah sikap Aswanto terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja UU (Cipta Kerja). Bersama 3 dari 8 hakim konstitusi lainnya, dia termasuk hakim yang menyatakan bahwa undang-undang sapu jagat ini bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat.[8][9]