Akoon (kadang dieja sebagai Akon atau Akong) adalah salah satu dari tujuh negeri yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Nusalaut, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia.[4] Negeri ini tergolong sebagai negeri pesisir.[5]
Sebagai sebuah negeri atau negeri adat, Akoon dipimpin oleh seorang raja yang berkedudukan layaknya kepala desa. Raja Akoon bergelar sebagai tuan patti (patih). Apabila raja belum terpilih, tampuk kepemimpinan dijabat oleh pejabat negeri. Jabatan raja di Akoon dipangku oleh fam (matarumah parentah) Tahapary. Raja Akoon saat ini adalah Bapak Alex Tahapary yang dilantik pada 7 Oktober 2014.[6]
Etimologi
Asal nama Akoon tidak diketahui secara jelas. Namun, situs web perkumpulan anak-cucu (keturunan) negeri ini di Belanda menerangkan sedikit mengenai teun atau gelar adat yang melekat pada Negeri Akoon serta negeri-negeri Nusalaut yang lain seperti Titawaai dan Ameth. Akoon dalam acara adat dipanggil berdasarkan teunnya yang berbunyi Tounusa Hatalepu. Istilah tounusa berasal dari kata tou yang berarti naik dan nusa yang berarti pulau. Sedangkan hatalepu berasal dari kata hata yang berarti organisasi dan lepu berarti banyak atau melimpah. Oleh karena itu nama Tounusa Hatalepu dapat diartikan sebagai negeri yang diperintah oleh raja yang bergelar sebagai patih yang meminta agar dapat memimpin sebuah negeri. Patih Akoon disebutkan menerima perintah dari Raja Titawaai yang memiliki hierarki tertinggi di Nusalaut.[7]
Geografi dan iklim
Akoon terletak di pesisir pantai dengan ketinggian rata-rata 20 m.dpl. Namun, daerah pedalamannya berupa bukit-bukit yang ditutupi hutan dan sebagian lagi telah diubah menjadi areal perkebunan. Kondisi wilayahnya yang berada di daerah pesisir menyebabkan Akoon dipengaruhi oleh iklim musim dan iklim tropis laut.[8]
Administrasi
Negeri ini dibagi ke dalam 4 sektor atau dikenal sehari-hari sebagai wijk (wayk).[9] Jarak ke pusat pemerintahan kecamatan yang ada di Negeri Ameth lebih kurang 3 km.[10]
Demografi
Data BPS Maluku Tengah tahun 2018 menunjukkan bahwa Akoon memiliki penduduk sebanyak 678 jiwa yang terdiri dari 335 jiwa penduduk laki-laki dan 343 jiwa penduduk perempuan.[2] Rasio jenis kelamin di Akoon adalah sebesar 97,67 dan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki.[11]
Laju pertumbuhan penduduk Akoon dan Nusalaut secara umum mengalami penurunan per periode 2016-2017. Antara tahun 2016-2017, penduduk Akoon berkurang 4,24% dari 708 jiwa (2016) menjadi 678 jiwa (2017). Pertumbuhan penduduk negatif Negeri Akoon adalah yang tertinggi ketiga setelah Abubu yang penduduknya berkurang sebanyak 10,71% dan Leinitu yang penduduknya berkurang sebanyak 5,88%.[12]
Kebudayaan
Agama
Masyarakat Akoon 100% memeluk agama Kristen Protestan dan bernaung dalam lingkup Gereja Protestan Maluku alias GPM. Gereja yang melayani masyarakat negeri ini adalah GPM Bethesda. GPM Bethesda dibangun pada tahun 1900. Hal ini menjadikan Akoon sebagai negeri terakhir di Nusalaut yang memiliki gereja dan jemaatnya sendiri. Sebagai gereja yang dibangun pada masa kolonial, GPM Bethesda di Akoon memiliki struktur bangunan dalam yang mempertahankan stratifikasi sosial, dalam hal ini tempat duduk antara pemimpin negeri (raja) dengan warga kebanyakan dibuat terpisah.[13]
Baileo
Baileo di Negeri Akoon bernama Peimahu Kutalo Tounusa Hatalepu. Baileu ini berfungsi sebagai tempat musyawarah masyarakat sekaligus cerminan identitas budaya masyarakat Akoon. Baileu Akoon terakhir kali dipugar pada tahun 2018 dan diresmikan penggunaannya oleh Bupati Maluku Tengah pada 22 Oktober 2018.[14]
Fam di Akoon
- Tahapary
- Wattimena
- Marwa
- Tutupary
- Anakotapary
- Matatula
- Berhitu
- Mailoa
- Wairisal
- Leuwol
- Samallo
- Loupatty
- Dominggos
- Nahuway
Hubungan Sosial
Akoon memiliki hubungan pela dengan Negeri Tananahu (gabungan dari Dusun Apisano dan Rumalait) di Pulau Seram.[15] Disebutkan pula dalam (Tentative) List of Pela Relationships Involving Villages in the Pasisir Region of the Central Moluccas bahwa Akoon memiliki hubungan pela dengan Asilulu. Hubungan tersebut diakui di Akoon, namun tidak diakui di Asilulu.[16]
Akoon seperti halnya seluruh negeri di Pulau Nusalaut, memiliki ikatan gandong dengan seluruh desa/negeri di Pulau Ambalau.
Diaspora Akoon
Ketika ribuan orang Maluku mengungsi ke Belanda sebagai dampak dari kekalahan Republik Maluku Selatan terhadap Pemerintah Indonesia, terdapat puluhan warga Akoon yang ikut dalam gelombang migrasi awal kedatangan orang Maluku ke Belanda. Kedatangan ini terjadi pada pertengahan tahun 1950an dan berlanjut hingga 1960an.[17][18]
Lama merantau di tanah yang jauh dari kampung halaman, masyarakat Akoon serta masyarakat Maluku dari negeri-negeri yang lain mulai merindukan kehidupan persaudaraan yang komunal. Hal ini memicu berkembangnya perkumpulan-perkumpulan masyarakat tiap negeri di Belanda, tak terkecuali Negeri Akoon. Pada 22 September 1962, atas inisiatif Stefanus Wattimena, sebuah pertemuan diatur di kediaman Harold Mailoa serta di kediaman 'Lunetten' di Vught. Pada hari itu diputuskan untuk membentuk Asosiasi Kumpulan Persatuan Anak-anak Tounusa Hatalepu (PAT). Dewan pendiri dibentuk oleh Bapak J. Marwa selaku ketua, H. Mailoa sebagai sekretaris, Sahuleka sebagai bendahara, dan S. Wattimena sebagai anggota.[19]
Dari tahun 1994 hingga 2011, Persatuan Anak-anak Tounusa Hatalepu (PAT) diketuai oleh Mr A.F. (Dick) Tahapary. Di bawah kepemimpinannya asosiasi diaspora Akoon ini berkembang menjadi lebih sehat dan profesional. Pada tahun 2021 mereka merayakan peringatan ulang tahun yang ke-59.[19]
Referensi