Æthelflæd
Æthelflæd atau Aethelflaed (lahir ca 870 – meninggal 12 Juni 918) adalah penguasa Mercia di daerah tengah Inggris sejak 911 hingga akhir hayatnya. Ia adalah putri sulung Raja Wessex Alfred Agung dan istrinya Ealhswith. Æthelflæd lahir pada saat puncak serangan-serangan Viking ke tanah Inggris, yang ketika itu terbagi menjadi sejumlah kerajaan termasuk Wessex dan Mercia. Pada 878, sebagian besar Inggris telah dikuasai bangsa Viking dari Denmark: Kerajaan Anglia Timur dan Northumbria telah ditaklukkan, dan Mercia terbagi dua, bagian timur dikuasai Viking dan bagian barat dikuasai bangsa Inggris. Namun, pada 878 Alfred mengalahkan pasukan Viking dalam sebuah pertempuran penting di Edington. Tak lama setelah itu, bagian barat Mercia jatuh ke tangan Æthelred, yang bergelar Tuan Bangsa Mercia dan menyatakan dirinya sebagai bawahan Alfred. Alfred lalu menggelari dirinya "Raja Bangsa Anglo-Saxon", mengklaim dirinya sebagai pemimpin seluruh bangsa Inggris di luar wilayah kekuasaan Viking. Pada pertengahan 880-an, Alfred memperkuat persekutuan antara Mercia dan Wessex dengan menikahkan putrinya Æthelflæd dengan Æthelred. Æthelred berperan penting dalam melawan serangan-serangan Viking pada tahun 890an, bersama dengan adik Æthelflæd, Edward, yang kelak menjadi raja. Æthelred dan Æthelflæd memperkuat pertahanan Worcester, memberikan banyak sumbangan kepada gereja-gereja Mercia, dan membangun sebuah gereja minster baru di Gloucester. Kondisi kesehatan Æthelred kemungkinan memburuk pada awal dasawarsa 900-an, dan setelah itu Æthelflæd agaknya memegang kendali pemerintahan Mercia. Edward menggantikan Alfred sebagai Raja Bangsa Anglo-Saxon pada 899, dan pada 909 ia mengirim pasukan gabungan Wessex dan Mercia untuk menyerang Danelaw (tanah Inggris yang dikuasai Viking) bagian utara. Pasukan ini pulang membawa jasad Oswald, raja dan santo Northumbria, yang kemudian ditranslasikan ke gereja baru di Gloucester. Æthelred meninggal pada 911 dan digantikan oleh Æthelflæd sebagai penguasa Mercia, dengan gelar "Puan Bangsa Mercia". Menurut sejarawan Ian Walker, jatuhnya takhta Mercia ke tangan seorang wanita ini adalah "salah satu peristiwa paling unik dalam sejarah abad pertengahan awal". Pada tahun 910-an, Æthelflæd bersama Edward memperluas jaringan burh (kota benteng) yang dibangun Alfred. Æthelflæd membangun dan memperkuat pertahanan di berbagai kota, termasuk Bridgnorth, Tamworth, Staffordshire, Stafford, Warwick, Chirbury, dan Runcorn. Pada 917 ia mengirim tentara yang berhasil merebut Derby, kota pertama dari lima kota penting Viking di Mercia yang berhasil dikuasai kembali oleh bangsa Inggris. Peristiwa ini dianggap sebagai "kemenangan terbesar" Æthelflæd oleh sejarawan Tim Clarkson. Pada 918, Leicester menyerah kepada Æthelflæd tanpa perlawanan. Tak lama kemudian, para pemimpin Viking di Jorvik menawarkan untuk tunduk kepadanya, tetapi Æthelflæd meninggal pada 12 Juni 918 sebelum dapat menindaklanjuti tawaran tersebut. Beberapa bulan kemudian Edward menyelesaikan penaklukan daerah Mercia yang diduduki Viking. Æthelflæd digantikan oleh putrinya, Ælfwynn, tetapi pada Desember tahun yang sama Edward mengambil alih kekuasaan atas Mercia dan memindahkan Ælfwynn ke Wessex. Para sejarawan berbeda pendapat tentang status kemerdekaan Mercia di bawah Æthelred dan Æthelflæd, tetapi kebanyakan sependapat bahwa Æthelflæd adalah pemimpin besar yang berperan penting dalam penaklukan Danelaw. Ia dipuji oleh para penulis kronik Inggris zaman Norman seperti William dari Malmesbury, yang menyebutnya "sumber kebahagiaan rakyatnya, ketakutan musuhnya, dan seorang wanita berjiwa besar." Menurut Pauline Stafford, "seperti ... Elizabeth I ia menjadi sesosok yang menakjubkan." Dalam pandangan Nick Higham, penulis abad pertengahan maupun modern amat terpikat oleh Æthelflæd sampai-sampai menyebabkan berkurangnya reputasi adiknya, Edward, di kalangan sejarawan. Latar belakangDalam beberapa abad setelah invasi dan bermukimnya bangsa Anglo-Saxon di tanah Inggris, bangsa pemukim tersebut mulai membentuk identitas baru sebagai "Bangsa Inggris" meskipun mereka terbagi menjadi sejumlah kerajaan.[1] Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, Mercia adalah yang terkuat di Inggris bagian selatan sejak abad ke-8 hingga dikalahkan Wessex dalam pertempuran Ellandun pada 825. Setelah pertempuran tersebut, kedua kerajaan ini menjalin persekutuan dan Wessex memiliki posisi yang lebih dominan. Persekutuan ini menjadi faktor penting dalam perlawanan bangsa Inggris terhadap Bangsa Viking.[2] Pada 865, pasukan besar Viking (dijuluki "Tentara Besar Tak Beriman" oleh Bangsa Inggris yang Kristen) mendarat di Anglia Timur dan mulai melancarkan serangan. Anglia Timur terpaksa membayar mereka untuk menghindari perang, dan pada tahun berikutnya Bangsa Viking ganti menyerang Northumbria dan mengangkat Ecgberht untuk menjadi raja boneka di kerajaan tersebut. Lalu mereka bergerak kembali ke Mercia, dan berada di sana selama akhir 867 dan awal 868. Raja Mercia, Burgred, bergabung dengan raja Wessex Æthelred dan adiknya Alfred (kelak Raja Alfred Agung) untuk bersama-sama menyerang pasukan Viking. Pasukan Viking bertahan di wilayah Mercia tetapi menghindari pertempuran langsung, dan akhirnya Mercia harus membayar mereka demi perdamaian. Pada 869, pasukan Viking menaklukkan Anglia Timur.[3] Pada tahun 874, Raja Burgred diusir oleh pasukan Viking dan digantikan oleh Ceolwulf II yang didukung Viking. Pada 877, pasukan Viking membagi Mercia menjadi dua, menguasai bagian timurnya dan meninggalkan bagian barat di bawah kekuasaan Ceolwulf. Menurut Kronik Anglo-Saxon, Ceolwulf adalah seorang pemimpin boneka yang patuh kepada Viking. Namun, sejarawan Ann Williams menganggap pandangan ini tidak tepat, dan Ceolwulf diterima sebagai raja yang sesungguhnya oleh rakyat Mercia dan oleh Alfred.[4] Situasi ini baru berubah setelah kemenangan Alfred atas pasukan Viking dalam pertempuran Edington (878).[5] Tidak ada catatan sejarah mengenai Ceolwulf setelah 879. Kekuasaan atas bagian barat Mercia berpindah ke tangan Æthelred yang kelak menjadi suami Æthelflæd, yang hanya memiliki gelar "Tuan", bukan "Raja" seperti penguasa Mercia sebelumnya. Nama Æthelred pertama kali tercatat pada tahun 881, ketika ia memimpin serangan Mercia terhadap Kerajaan Gwynedd di Wales (menurut sejarawan Thomas Charles-Edwards). Pada 883, ia membuat sebuah piagam dengan mengutip izin Alfred, dan dengan ini menunjukkan statusnya sebagai bawahan raja Wessex tersebut. Pada 886, Alfred berhasil merebut London, kota Mercia yang dikuasai Viking. Ia lalu menyerahkan London kepada Æthelred, dan menurut para penulis Wessex, perwakilan seluruh Bangsa Inggris di luar kekuasaan Viking menyatakan tunduk pada Alfred dalam sebuah upacara di kota itu. Pada tahun 890-an, Æthelred dan putra Alfred, Edward, terlibat banyak pertempuran melawan serangan Viking.[6] Alfred meninggal pada tahun 899, digantikan oleh putranya Edward, walaupun takhta Wessex juga diklaim oleh sepupunya Æthelwold, putra dari kakak Alfred yaitu Raja Æthelred. Ketika Æthelwold tidak mendapat banyak dukungan di dalam Wessex, ia bergabung dengan pasukan Viking dan melancarkan pemberontakan yang kelak baru berakhir saat ia tewas dalam pertempuran pada tahun 902.[7] Sumber sejarahSumber sejarah terpenting untuk Inggris semasa hidup Æthelflæd adalah Kronik Anglo-Saxon, tetapi Æthelflæd sering diabaikan dalam kronik edisi Wessex. Menurut F. T. Wainwright, ini adalah hasil "konspirasi pembungkaman" oleh adik Æthelflæd, Raja Edward, yang tidak ingin pencapaian kakaknya dibesar-besarkan dan berpotensi menjadi simbol untuk memperjuangkan kemerdekaan Mercia.[8] Uraian singkat mengenai tindakan-tindakan Æthelflæd tertulis di edisi Kronik yang pro-Mercia, yang disebut juga Catatan Mercia atau Tawarikh Æthelflæd. Edisi ini kini sudah hilang, tetapi beberapa unsur yang berasal dari edisi ini dimasukkan ke dalam beberapa edisi Kronik Anglo-Saxon yang masih ada. Catatan Mercia meliput kejadian dari tahun 902 hingga 924 dan banyak membahas tindakan-tindakan Æthelflæd; adiknya Edward jarang disebutkan dan suaminya Æthelred hanya disebutkan dua kali: pada saat kematiannya dan sebagai ayah dari putri mereka. Kiprah Æthelflæd juga terekam dalam sebuah kronik bangsa Irlandia yang kini dikenal dengan nama Tiga Fragmen. Menurut Wainwright, karya ini "mengandung lebih banyak legenda daripada sejarah. Tetapi [Tiga Fragmen] juga mengandung, terutama untuk masa sekarang, banyak informasi sejarah sahih yang berasal dari kisah-kisah kontemporer."[9] Æthelflæd dipuji oleh penulis kronik Inggris dari zaman Norman, seperti William dari Malmesbury serta John dari Worcester,[10] dan banyak dibahas kalangan sejarawan melebihi wanita-wanita lain dari Inggris zaman Anglo-Saxon.[11] KeluargaÆthelflæd lahir pada sekitar tahun 870, anak pertama dari Raja Wessex Alfred Agung dan istrinya Ealhswith, putri dari Æthelred Mucel, seorang ealdorman atau bangsawan utama dari suku Gaini dari Mercia.[a] Ibunda Ealhswith, Eadburh, berasal dari keluarga kerajaan Mercia, kemungkinan keturunan dari Raja Coenwulf (796–821).[14] Dengan silsilah ini, Æthelflæd berdarah setengah Mercia dan pernikahannya dengan Æthelred, Tuan Bangsa Mercia, memperkuat hubungan persekutuan antara Mercia dan Wessex.[15] Pasangan ini disebutkan dalam surat wasiat Alfred dari tahun 880-an. Menurut wasiat ini, Æthelflæd (disebut sebagai "putri sulungku" tanpa nama) menerima sebidang tanah dan 100 mancus, sedangkan Æthelred, satu-satunya ealdorman yang disebutkan namanya, menerima sebuah pedang senilai 100 mancus.[16] Æthelflæd pertama kali tercatat sebagai istri Æthelred dalam sebuah piagam dari tahun 887, yang menganugerahkan dua bidang tanah kepada Keuskupan Worcester, dan nama "Æthelflæd conjux" ("Æthelflæd sang istri") ikut dibubuhkan untuk mengesahkan dokumen tersebut. Pernikahan mereka mungkin sudah dilangsungkan sebelumnya, kemungkinan saat Æthelred menyatakan ketundukannya pada Alfred setelah penaklukan London pada 886.[17] Æthelflæd berusia jauh lebih muda dibanding suaminya, dan mereka memiliki sekurangnya seorang putri yang bernama Ælfwynn. Æthelstan, putra sulung Edward yang kelak menjadi raja Inggris, dibesarkan di rumah tangga mereka. Menurut Martin Ryan, Æthelstan dapat dipastikan ikut berperang melawan Bangsa Viking bersama Æthelred dan Æthelflæd.[12][18] Silsilah Æthelred tidak diketahui dengan pasti. Richard Abels menyebutnya "karakter yang agak misterius", yang bisa jadi berdarah raja dan merupakan kerabat Ealdorman Æthelred Mucel, mertua Alfred.[19] Menurut Ian Walker: Ia adalah seorang bangsawan berdarah raja yang basis kekuasannya berada di barat daya Mercia, di bekas wilayah kerajaan Hwicce, sekitar Gloucester.[20] Alex Woolf menyebut bahwa ia mungkin anak dari Raja Burgred dan istrinya, Æthelswith (saudari Alfred). Masalah dari teori ini adalah jika benar, berarti Æthelflæd dan Æthelred adalah sepupu, sedangkan Gereja Katolik Roma kala itu melarang pernikahan antar sepupu.[21] Berkuasa dengan ÆthelredDibandingkan daerah-daerah Inggris lainnya pada zaman serangan Viking, sebagian besar daerah Mercia yang dikuasai Æthelred (Gloucestershire, Worcestershire, Herefordshire dan Shropshire) relatif stabil. Kerajaan ini tidak mengalami serangan besar Viking maupun banyak tekanan dari tetangganya Wessex.[22] Para cendikiawan Wessex harum namanya di kalangan istana Alfred maupun Edward.[23] Kota Worcester dapat menjaga banyak tradisi intelektual dan keagamaan, dan bersama dengan kota Gloucester menjadi pusat kebangkitan budaya Mercia di bawah kekuasaan Æthelred dan Æthelflæd. Kebangkitan budaya ini menyebar ke daerah yang kurang stabil seperti Staffordshire dan Cheshire. Peninggalan-peninggalan piagam menunjukkan bahwa Æthelred dan Æthelflæd mendukung kebangkitan budaya ini dengan banyak menyumbang ke biara-biara.[24] Pada tahun 883, Æthelred menganugerahkan hak-hak istimewa untuk Keabasan Berkeley dan pada tahun 890-an, ia dan Æthelflæd mengeluarkan piagam penganugerahan untuk gereja Worcester. Ini adalah satu-satunya tindakan resmi atas nama kedua pasangan ini semasa Alfred masih hidup; biasanya Æthelred bertindak atas namanya sendiri saja dengan mengutip izin dari Alfred. Æthelflæd tercatat sebagai saksi piagam-piagam yang dibuat Æthelred pada tahun 888, 889 dan 896.[25] Pada 901, Æthelflæd dan Æthelred menyumbangkan tanah dan sebuah cawan emas seberat 30 mancus kepada tempat ibadah untuk menghormati Santa Mildburh di Gereja Much Wenlock.[26] Menjelang akhir abad ke-9, Æthelred dan Æthelflæd memperkuat pertahanan Worcester dengan izin Alfred dan atas permintaan Werferth, Uskup Worcester (yang disebut "teman" oleh pasangan tersebut). Mereka juga memberikan separuh dari hak-hak ketuanan terkait kota Worcester kepada gereja kota itu, termasuk pendapatan dari sewa tanah maupun pendapatan dari pengadilan, dan sebagai gantinya komunitas katedral tersebut berjanji akan mempersembahkan sebuah mazmur kepada pasangan tersebut tiga kali sehari, serta sebuah misa dan tiga puluh kali mazmur setiap Sabtu, yang akan dilakukan selamanya. Sebelumnya, hak ketuanan atas Worcester dimiliki sepenuhnya oleh gereja, sehingga tindakan ini merupakan permulaan berpindahnya kekuasaan dari pihak gereja ke pihak sekuler di kota ini. Pada 904, Uskup Werferth menyewakan tanah di kota tersebut kepada Æthelred dan Æthelflæd, dengan jangka waktu seumur hidup mereka dan umur putri mereka Ælfwynn. Tanah ini bernilai tinggi dan termasuk hampir seluruh daerah pinggir sungai yang strategis untuk perdagangan di kota itu, dan dengan tanah ini para penguasa Mercia dapat mendominasi dan mengambil keuntungan dari Worcester.[28] Kondisi kesehatan Æthelred kemungkinan mulai memburuk dalam beberapa tempo setelah meninggalnya Alfred pada 899, dan Æthelflæd bisa jadi telah menjadi penguasa tunggal de facto di Mercia sejak 902.[b] Menurut dokumen Tiga Fragmen, pada suatu saat orang-orang Viking Norwegia terusir dari Dublin dan kemudian menyerang Wales. Setelah serangan terhadap Wales gagal, mereka memohon kepada Æthelflæd (ketika suaminya sakit), untuk diizinkan tinggal di dekat Chester. Æthelflæd menyetujuinya dan untuk sementara waktu orang-orang Viking bertindak dengan damai. Orang-orang Viking Norwegia ini kemudian bergabung dengan pasukan Viking Denmark dan mereka bersama-sama menyerang Chester. Serangan ini gagal karena Æthelflæd telah memperkuat pertahanan kota itu, dan Æthelflæd beserta suami berhasil membujuk orang Irlandia yang tergabung dalam pasukan Viking untuk membelot. Sumber-sumber lain menyebutkan bahwa terusirnya Viking Norwegia dari Dublin terjadi pada 902 dan perbaikan pertahanan Chester oleh Æthelflæd terjadi pada 907.[33] Æthelflæd mengubah status kota itu menjadi sebuah burh atau kota benteng dan diyakini memperkuat pertahanannya dengan membangun tembok yang menghubungkan bagian barat laut maupun tenggara benteng peninggalan Romawi di kota itu dengan Sungai Dee.[34] Simon Ward, yang telah menggali situs peninggalan Anglo-Saxon di Chester, menganggap bahwa kemajuan yang kelak dicapai Chester tak lepas dari perencanaan Æthelflæd maupun Edward.[35] Pada 909, Edward mengirim pasukan Wessex dan Mercia ke bagian utara Danelaw (tanah Inggris yang dikuasai Viking), dan mereka melancarkan serangan selama lima pekan.[36] Pasukan ini berhasil merebut jasad Santo Oswald dari Northumbria dari Keabbasan Bardney di Lincolnshire dan memindahkannya ke Gloucester.[12] Pada akhir abad ke-9, Gloucester telah menjadi burh dengan susunan jalan-jalan seperti Winchester, dan Æthelred bersama Æthelflæd telah memperbaiki sistem pertahanannya yang berasal dari zaman Romawi. Pada tahun 896, witan (majelis kerajaan) Mercia diadakan di Kingsholm, dekat Gloucester.[37] Æthelred dan Æthelflæd juga membangun sebuah minster (gereja biara) di Gloucester, yang walaupun kecil tetapi dihiasi dengan indah dan dilengkapi dengan pahatan.[38] Bangunan tersebut awalnya didedikasikan untuk Santo Petrus tetapi setelah datangnya jasad Santo Oswald pada 909, Æthelflæd memerintahkan translasi relikui tersebut dari Bardney ke minster baru di Gloucester, yang kemudian dinamakan Priorat Santo Oswald untuk menghormati orang suci tersebut.[12] Adanya relikui atau jasad ini meningkatkan reputasi gereja tersebut, mengingat Oswald adalah seorang raja dan salah satu santo terpenting dalam sejarah awal Kekristenan Bangsa Anglo-Saxon. Keputusan untuk mentranslasikan sisa jasad ini ke Gloucester menunjukkan pentingnya posisi kota tersebut di mata Æthelred dan Æthelflæd, dan kelak mereka dimakamkan di Gereja Santo Oswald tersebut.[39] Simon Keynes menyebut bahwa Gloucester adalah pusat kekuasaan pasangan ini dan Carolyn Heighway berpendapat bahwa pendirian gereja ini merupakan proyek keluarga yang dianjurkan oleh Alfred dan didukung oleh Edward dan Uskip Werferth.[40][41] Heighway dan Michael Hare menulis:
Mercia memiliki tradisi menghormati santo-santo dari golongan keluarga raja di masa lalu, dan Æthelred bersama Æthelflæd amat mendukung tradisi ini.[43] Relikui orang-orang suci dipercayai melegitimasi para penguasa. Pendirian minster di Chester dan pemindahan jasad putri Mercia Santa Werburh ke Chester dari Hanbury di Staffordshire kemungkinan dilakukan atas perintah Æthelflæd. Ia juga agaknya memerintahkan translasi relikui Ealhmund, seorang pangeran martir Northumbria, dari Derby ke Shrewsbury.[44] Pada 910, tentara Viking melakukan serangan balasan dengan menyerang Mercia hingga ke daerah Bridgnorth di Shropshire. Dalam perjalanan pulang, pasukan ini dihadang tentara Inggris di Staffordshire dan berhasil dihancurkan dalam Pertempuran Tettenhall. Kekalahan besar pasukan Viking ini membuka jalan menuju kembalinya daerah Midlands dan Anglia Timur ke tangan bangsa Inggris pada dasawarsa berikutnya.[36] Puan Bangsa MerciaSetelah suaminya mangkat pada 911, Æthelflæd menjadi penguasa Æthelflæd dengan sebutan Myrcna hlædig ("Puan Bangsa Mercia", Inggris Modern: Lady of the Mercians).[12] Ian Walker menyebut berpindahnya takhta sebuah kerajaan Anglo-Saxon ke seorang penguasa wanita ini sebagai "salah satu peristiwa paling unik dalam sejarah abad pertengahan awal."[46] Di Wessex, para wanita dari keluarga kerajaan biasanya tidak memiliki peran politik. Ealhswith, istri Alfred, tidak diberi gelar ratu dan tidak pernah bertindak sebagai saksi untuk piagam-piagam kerajaan. Namun di Mercia, Æthelswith, saudari Alfred dan istri Raja Burgred, sering menjadi saksi piagam-piagam sebagai seorang ratu dan mengeluarkan piagam bersama dengan suaminya atau bahkan atas namanya sendiri. Æthelflæd memanfaatkan dan melanjutkan tradisi pentingnya seorang ratu di Mercia, dan ia memiliki peran penting di kerajaan tersebut sebagai Puan Bangsa Mercia, kedudukan yang bisa dibilang mustahil jika ia berada di Wessex.[47] Saat Æthelred meninggal, Edward mengambil alih kota London dan Oxford beserta daerah sekitarnya dari tangan Mercia.[12] Ian Walker berpendapat bahwa Æthelflæd menerima hal ini dengan syarat adiknya tersebut mengakui kekuasaannya di Mercia.[48] Semasa hidupnya, Alfred membangun jaringan burh atau kota-kota benteng untuk pertahanan Wessex, dan kini Edward bersama Æthelflæd memperbesarnya dengan memperkuat pertahanan dan membangun pangkalan untuk menyerang kaum Viking.[12] Menurut Frank Stenton, pada masa pemerintahannya, Æthelflæd merencanakan ekspedisi-ekspedisi militer dan memimpin sendiri tentara Mercia yang dikirim. Ia berkomentar bahwa "dengan mengandalkan kepengurusan [Æthelflæd] di Mercia ... [Edward] menjadi bebas untuk mulai maju melawan Bangsa Denmark di Inggris bagian selatan, yang merupakan ciri paling menonjol dalam pemerintahannya."[49] Æthelflæd telah memperkuat pertahanan di Bremesburh (kini lokasinya tidak diketahui) pada 910, dan membangun pertahanan di Bridgnorth pada 912 untuk mengawasi penyeberangan Sungai Severn.[12] Pada 913, ia membangun benteng di Tamworth untuk menghadapi para Viking Denmark di Leicester, dan di Stafford sebagai pertahanan dari arah Lembah Trent. Pada 914, tentara Mercia yang berasal dari Gloucester dan Hereford berhasil menghadang invasi Viking dari Bretagne (kini di barat laut Prancis), dan benteng bukit Eddisbury yang berasal dari zaman besi diperbaiki untuk menjadi pertahanan terhadap serangan dari arah Northumbria atau Cheshire. Kota Warwick juga diperkuat sebagai pertahanan melawan Viking Denmark di Leicester. Pada 914, struktur pertahanan juga dibangun di Hereford, dan mungkin juga Shrewsbury dan dua benteng lain, "Scergeat" serta "Weardbyrig", yang lokasinya tidak diketahui saat ini. Pada 915, pertahanan Chirbury juga diperkuat untuk mengantisipasi rute serangan dari Wales dan Runcorn di Sungai Mersey.[50] Pada 917, Æthelflæd menggagalkan invasi tiga pasukan besar Viking dengan mengirim tentara untuk merebut Derby dan daerah sekitarnya. Kota tersebut merupakan salah satu dari lima kota Viking terpenting di Mercia, bersama dengan Leicester, Lincoln, Nottingham dan Stamford. Derby merupakan kota pertama dari lima kota ini yang jatuh ke tangan Bangsa Inggris.[12] Tim Clarkson, yang menyebut Æthelflæd "terkenal sebagai pemimpin perang yang cakap", menganggap kemenangan di Derby ini sebagai kemenangan terbesar Æthelflæd.[51] Pada akhir 917, Bangsa Denmark di Anglia Timur ditundukkan oleh Edward. Pada awal 918, Æthelflæd menguasai Leicester tanpa menghadapi perlawanan, dan tentara Viking Denmark setempat menyerah padanya. Beberapa bulan kemudian, para pemimpin Viking Denmark di Jorvik (kerajaan Viking di selatan Northumbria) menawarkan untuk tunduk pada Æthelflæd, mungkin agar bisa meminta dukungannya melawan serangan Viking Norwegia dari Irlandia, tetapi Æthelflæd meninggal pada 12 Juni 918 sebelum tawaran ini ditindaklanjuti. Tidak ada tawaran serupa yang diketahui diberikan kepada Edward.[52] Menurut Tiga Fragmen, pada 918 Æthelflæd memimpin tentara berbangsa Skotlandia dan Inggris Northumbria melawan pasukan Viking Norwegia yang dipimpin Ragnall ua Ímair dalam pertempuran Corbridge di Northumbria. Para sejarawan menganggap kecil kemungkinan bahwa Æthelflæd benar-benar terlibat langsung dalam pertempuran ini, tetapi bisa jadi ia memang mengirim pasukan yang menjadi bagian tentara Inggris. Kedua pihak menyatakan diri sebagai pemenang pertempuran, tetapi Ragnall yang selanjutnya berhasil menjadi penguasa Northumbria.[53] Tiga Fragmen juga mencatat bahwa Æthelflæd membangun pakta pertahanan dengan bangsa Skotlandia dan suku Briton dari Strathclyde, dan Clarkson menganggap catatan ini dapat diterima.[54] Hubungan antara Æthelflæd dengan bangsa Wales tidak banyak diketahui. Satu-satunya peristiwa yang tercatat adalah ekspedisi yang dikirim Æthelflæd ke Wales untuk membalas pembunuhan seorang abbas Mercia beserta rombongannya. Pasukan Æthelflæd menghancurkan crannog (istana danau) kerajaan Brycheiniog di Danau Llangorse dan menawan ratunya beserta 23 anggota rombongannya.[55] Menurut versi Kronik Anglo-Saxon yang pro-Edward, setelah kematian Æthelflæd, raja-raja kecil di Wales, disebutkan bernama Hywel, Clydog, dan Idwal, maupun "seluruh bangsa Wales" ingin agar Edward menjadi raja mereka. Hywel Dda adalah raja Dyfed di Wales barat daya, Clydog ap Cadell mungkin adalah raja Powys di Wales tenggara, dan Idwal ab Anarawd adalah raja Gwynedd di barat laut. Sebuah kerajaan Wales lainnya, Gwent di daerah tenggara, telah berada di bawah naungan Wessex. Menurut Charles-Edward, catatan di atas mengenai kerajaan-kerajaan Wales lainnya menujukkan bahwa kerajaan-kerajaan tersebut berada di bawah naungan Mercia sebelum Edward menguasai Mercia pascakematian Æthelflæd.[56] Tidak ada koin yang mencantumkan nama Æthelred maupun Æthelflæd, tetapi koin-koin perak yang dicetak di Mercia bagian barat pada tahun 910-an memiliki desain hiasan yang tidak biasa di bagian belakangnya. Hal ini mungkin menunjukkan keinginan Æthelflæd membedakan mata uang yang dari wilayahnya dengan mata uang dari wilayah Edward. Setelah meninggalnya Æthelflæd, bagian belakang koin-koin di Mercia barat kembali sama dengan koin-koin yang dicetak di Wessex.[57] Kematian dan kejadian selanjutnyaÆthelflæd meninggal di Tamworth pada 12 Juni 918 dan jenazahnya dibawa sekitar 120 kilometer ke Gloucester untuk dimakamkan bersama suaminya di Minster Santo Oswald, yang mereka bangun bersama.[12] Menurut Catatan Mercia, ia dikuburkan di porticus (ruang kecil) di timur gereja tersebut. Sebuah bangunan yang mungkin adalah mausoleum seorang raja ditemukan dalam penelitian arkeologi di ujung timur gereja ini, dan mungkin merupakan makam Santo Oswald. Jika benar, makam Æthelred dan Æthelflæd terletak di tempat yang sangat terhormat karena berada di sebelah tempat persemayaman seorang santo. William dari Malmesbury menulis bahwa makam mereka justru ditemukan di porticus selatan selama proyek pembangunan di awal abad ke-12. Ada kemungkinan bahwa William mendapat informasi yang salah, dan kemungkinan lain adalah bahwa makam pasangan ini dipindahkan posisinya karena mereka menjadi tidak terlalu dikenal seiring perjalanan waktu, atau karena raja-raja Inggris selanjutnya berusaha mengurangi tingginya kehormatan yang diberikan kepada pasangan Mercia ini.[58] Pilihan tempat pemakaman ini memiliki nilai simbolis. Victoria Thompson berpendapat bahwa jika Æthelflæd memilih mausoleum milik Edward di Winchester sebagai tempat pemakamannya dan suaminya, pilihan ini dapat menonjolkan status Mercia sebagai bawahan Wessex, sedangkan pilihan yang lebih sesuai adat raja-raja Mercia seperti Repton dapat dianggap sebagai tindakan provokasi separatis. Gloucester, dekat dengan perbatasan Wessex, menjadi jalan tengah.[59] Martin Ryan menganggap pendirian gereja ini sebagai "semacam mausoleum raja-raja, bermaksud menggantikan mausoleum di Repton (Derbyshire) yang telah dihancurkan tentara Viking."[60] Æthelflæd menjemput ajalnya beberapa bulan sebelum selesainya penaklukan Danelaw selatan oleh Edward.[7] Ia digantikan oleh putrinya Ælfwynn sebagai Puan Bangsa Mercia. Namun beberapa bulan kemudian, Edward melengserkannya dan mengambil alih Mercia sebagai wilayah kekuasaannya pada Desember 918.[13] Banyak orang Mercia yang tidak menyukai turunnya status Mercia yang sebelumnya adalah kerajaan kuno, dan menurut Wainwright, para penulis kronik Mercia menyebut lengsernya Ælfwynn "dengan kebencian yang besar".[61] Edward meninggal pada 924 di Farndon, Chesire, beberapa hari setelah menundukkan pemberontakan bangsa Mercia dan bangsa Wales di Chester.[62] Peninggalan dan evaluasi sejarahDalam versi Kronik Anglo-Saxon yang pro-Wessex, Æthelflæd hanya digambarkan sebagai kakak dari Raja Edward, sedangkan dalam Catatan Mercia ia digambarkan sebagai Puan Bangsa Mercia. Tarikh-tarikh Bangsa Irlandia dan Wales menyebutkannya layaknya seorang ratu, dan Tawarikh Ulster (yang bahkan tidak mencatat kematian Alfred dan Edward) menyebut Æthelflæd sebagai famosissima regina Saxonum (Ratu Saxon yang amat ternama).[63][64] Ia juga dipuji oleh sejarawan Inggris pada zaman Norman seperti John dari Worcester dan William dari Malmesbury, yang menyebutnya sebagai "sumber kesenangan rakyatnya, ketakutan musuhnya dan seorang wanita berjiwa besar." Menurut Nick Higham, "penulis abad pertengahan dan modern cukup terpikat olehnya" dan menyebabkan berkurangnya reputasi adiknya Edward.[10] Sejarawan abad ke-12 Henry dari Huntington menulis puisi untuknya, menyebutnya "heroik" dan "hebat dalam ketenaran perang".[65] Beberapa sejarawan menganggap bahwa Æthelred dan Æthelflæd bertakhta sebagai penguasa merdeka. Dalam Handbook of British Chronology, David Dumville menyebutnya "Q. Æthelflæd" (Q. adalah singkatan dari queen, "ratu") dan berkomentar "Gelar yang diberikan padanya oleh seluruh sumber (hlæfdige, regina) menunjukkan bahwa ia memiliki kekuasaan dan kewenangan seorang raja."[66] Alex Woolf setuju;[67] Pauline Stafford menyebutnya "ratu Mercia terakhir" dan mengutip redaksi-redaksi seperti "yang dengan rahmat Kristus memerintah bangsa Mercia" dalam berbagai piagam. yang mengacu kepada Æthelflæd. Stafford berpendapat bahwa Æthelred dan Æthelflæd berkuasa layaknya raja dan ratu setelah meninggalnya Alfred, tetapi tidak menyatakannya dengan resmi karena dapat dianggap sebagai provokasi, terutama setelah pemberontakan Æthelwold. Stafford menilainya sebagai "ratu pendekar", yang "seperti ... Elizabeth I menjadi sesosok yang menakjubkan."[68] Menurut Charles Insley:
Wainwright menilai Æthelflæd rela menerima kedudukan yang lebih rendah dibanding adiknya Edward dan menyetujui rencananya untuk menyatukan Wessex dan Mercia. Wainwright berpendapat bahwa Edward mengirim putra sulungnya Æthelstan untuk dibesarkan di Mercia agar ia kelak lebih diterima bangsa Mercia sebagai raja; selain itu, Æthelflæd juga sepertinya tidak berusaha mencari suami untuk putrinya Ælfwynn, yang diperkirakan hampir berusia 30 tahun pada tahun 918.[70] Menurut Wainwright, Æthelflæd banyak diabaikan oleh sumber-sumber sejarah Wessex akibat kekhawatiran bahwa mengakui pencapaian-pencapaiannya dapat mengobarkan separatisme di Mercia:
Simon Keynes menulis bahwa semua koin ditulis atas nama Edward; walaupun ada piagam-piagam yang ditulis Æthelred dan Æthelflæd atas wewenangnya sendiri, piagam-piagam lain mengakui wewenang Edward. Pada 903, seorang ealdorman Mercia "mengajukan permohonannya pada Raja Edward, dan juga Æthelred dan Æthelflæd yang ketika itu memegang kekuasaan atas bangsa Mercia di bawah raja tersebut." Keynes berpendapat bahwa sebuah entitas politik yang baru telah terbentuk ketika Æthelred menyatakan tunduk pada Alfred pada tahun 880an, dengan wilayah yang mencakup Wessex dan Mercia barat yang dikuasai bangsa Inggris. Menurut Keynes, entitas kerajaan Alfred atas seluruh bangsa Anglo-Saxon berlanjut hingga awal abad ke-10, dan dengan demikian bangsa Mercia berada di bawah kekuasaan Edward sejak ia naik takhta; Keynes menambahkan bahwa kesimpulan ini "tak terelakkan lagi".[72] Sementara itu, Martin Ryan berpendapat bahwa pasangan penguasa Mercia ini "memiliki sebagian dari wewenang raja" namun pada intinya wewenang ini berstatus di bawah wewenang Wessex.[60] Menurut Higham, Keynes telah mengemukakan argumen yang kuat untuk menopang pendapatnya bahwa Edward menguasai sebuah negara Anglo-Saxon yang semakin bersatu dari segi ideologis dan administratif, tetapi Æthelflæd dan Æthelred juga melakukan banyak hal untuk menjaga dan mengembangkan identitas Mercia yang terpisah, seperti mendirikan kultus orang-orang suci Mercia di berbagai burh yang baru didirikan, serta melalui penghormatan terhadap Santo Oswald di Gloucester:
Catatan
Referensi
Catatan kaki
Daftar pustaka
|