Tiroiditis
Tiroiditis adalah radang yang terjadi pada kelenjar tiroid, yang disebabkan oleh infeksi viral,[1] seperti HFV dan virus beguk pada tiroiditis subakut, HTLV-1, HFV, HIV dan SV40 pada penyakit Graves dan HTLV-1, enterovirus, rubela, virus beguk, HSV, EBV dan parvovirus pada tiroiditis Hashimoto; atau diinduksi oleh sitokina interferon,[2] atau amiodaron.[3] Di Amerika, tiroiditis Hashimoto adalah penyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan, sedangkan, tiroiditis pospartum yang menyebabkan tirotoksikosis dengan diikuti oleh hipotiroidisme transien, merupakan gejala yang lazim ditemukan pada ibu setelah persalinan. Pada semua kasus penyakit Tiroid, ditemukan plasma vitamin C yang rendah.[4] KlasifikasiKlasifikasi tiroiditis terbagi berdasarkan tradisi para pakar kelenjar tiroid, atau yang biasa disebut thyroidologist, sebagai berikut: Tiroiditis akutTiroiditis akut biasanya mengiringi infeksi berupa sifilis, tuberkulosis, aktinomikosis.[5] Tiroiditis sub-akutDalam bahasa Inggris sering disebut juga sebagai subacute granulomatous thyroiditis, SGT, sejenis radang tiroid disertai rasa sakit akut yang pertama kali ditemukan oleh Fritz De Quervain sebagai kelainan terbatas pada kelenjar tiroid oleh karena infeksi pada sistem pernapasan atas, atau sore throat, yang sering dijumpai pada wanita dengan simtoma berupa sakit leher yang mendadak dan tirotoksikosis, secara klinis radang sub-akut memiliki ciri serupa dengan infeksi viral lain, seperti mialgia, malaisa, letih. Luka yang terjadi diperkirakan sebagai akibat dari aktivitas sel T CD8 yang mengenali antigen virus atau sel hingga menyebabkan infiltrasi ke dalam jaringan folikel kelenjar tiroid. Sebagian besar penderita menunjukkan ekspresi HLA B-35 dan peningkatan antibodi viral 4 kali lipat, sehingga infeksi viral sering diperkirakan sebagai penyebabnya, meskipun belum terjadi tanda-tanda klinis. Hal ini diperkuat oleh endemik infeksi enterovirus seperti Echovirus, Coxsackievirus A dan B yang sering terjadi pada bulan Juni dan September and B di sebagian Eropa. HLA B-35 juga diteliti sebagai ekspresi hepatitis aktif dan akut, seperti hepatitis B, atau perkembangan AIDS dan infeksi parvovirus B-19. Respon kekebalan yang terjadi dapat berupa beberapa antibodi viral sekaligus, meliputi antibodi terhadap virus beguk, coxsackie, adenovirus dan influenza. Antibodi virus coxsackie paling banyak ditemukan, dengan diiringi peningkatan titer IgM dan IgG hingga 4 kali. Terjadi peningkatan antibodi terhadap virus influenza B saat SGT disertai tirotoksikosis. SGT juga dapat disebabkan oleh paramyxovirus dan virus Rubela. Tiroiditis otoimunDalam klasifikasi tiroiditis otoimun, AITD, ini termasuk tiroiditis Hashimoto beserta variannya yaitu painless thyroiditis / silent thyroiditis / subacute lymphocytic thyroiditis; dan penyakit Grave. Kedua penyakit tersebut masih ditandai oleh infiltrasi limfositik, dan adanya serum antibodi anti-tiroperoksidase dan/atau anti-tiroglobulin untuk tiroiditis Hashimoto, dan oto-antibodi pencerap TSH untuk penyakit Graves. Hipotesis higienis,[6] mengatakan bahwa sistem kekebalan dibangun sebagai akumulasi respon terhadap sering terpaparnya tubuh oleh infeksi, sehingga lingkungan yang higienis dengan frekuensi paparan infeksi yang minimal, terutama pada saat anak-anak, akan meningkatkan risiko terjangkit alergi atau penyakit otoimun dan acute lymphoblastic leukemia pada masa remaja. Hal paradoks serupa juga berlaku pada terapi antibiotik dan antipiretik dalam perawatan pediatrik, sehingga anak-anak yang didukung dengan sumber daya medikasi modern jarang mengalami demam. Padahal demam pada masa anak-anak, menurut penelitian, dapat mencegah terjadinya kanker pada masa remaja atau dewasa. Tiroiditis Hashimoto juga berada pada klasifikasi yang sama dengan penyakit otoimun lain seperti insulitis, IDDM, kolitis dan aterosklerosis sebagai penyakit akibat peradangan yang dikaitkan dengan berlebihnya ekspresi TLR-3/4, yang digunakan sebagai lintasan infeksi viral melalui pencerapan dsRNA viral. Ekspresi TLR-3 dapat diredam oleh phenylmethimazole.[7] Sering terjadinya kasus Tiroiditis Hashimoto pada wanita menjelang usia menopause menyebabkan diagnosa selalu mengarah pada penyakit degeneratif daripada penyakit akibat peradangan. Nama ilmiah tiroiditis Hashimoto adalah struma lymphomatosa, atau struma lymphosarcoma pada jenjang berikutnya meski jarang sekali terjadi. Biasanya tiroiditis ini akan berkembang menjadi myxoedema. Jika tiroiditis Hashimoto memicu hipotiroidisme, penyakit Grave memicu hipertiroidisme dengan ekspresi HLA-36.[8] Tiroiditis RiedelBentuk peradangan yang langka dengan nama medis struma fibrosa dan ciri berupa fibrosis dan infiltrasi mononuklir sel plasma IgG4+.[9] Penelitian menunjukkan korelasi antara tiroiditis Riedel dengan fibrosis mediastinal, retroperitoneal, periorbital, retroorbital dan paru, serta kolangitis sklerosing.[10] Tiroiditis deQuervainTiroiditis deQuervain sering disebut pseudotuberculous thyroiditis karena ukuran sel yang menjadi besar. Rujukan
|