Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Sejarah Suranenggala atau dikenal dengan Bedulan berawal pada tahun 1556 yang saat itu tanah Bedulan masih merupakan hutan rimba yang tak berpenghuni dan dibawah kekuasaan kerajaan cirebon yang saat itu kerajaan cirebon diperintah oleh Sunan Gunung Jati atau yang bergelar Syeh Syarif Hidayatullah dan pada saat itu kerajaan Cirebon merupakan kerajaan islam pertama di Jawa Barat sehingga Cirebon membina hubungan diplomatik dengan Demak yang saat itu merupakan kerajaan Islam terbesar di tanah Jawa.[butuh rujukan]
Adanya keterkaitan Sejarah antara babad bedulan dengan astana Gunung Jati, Sehubungan dengan di rebutnya wilayah Jakarta atau saat itu yang bernama Sundakelapa oleh Portugis pada tahun 1561 Masehi. Kerajaan Demak yang saat itu diperintah oleh Raden Patah sangat khawatir dengan Portugis sehingga kerajaan Demak memerintahkan seorang panglimanya yang bernama Fatahillah dengan sekitar 30,000 tentaranya untuk mengusir Portugis dari Sundakelapa yang saat itu diubah namanya oleh Portugis Menjadi Repoblik Batav atau yang lebih dikenal dengan nama Batavia.[butuh rujukan]
Sehubungan hal tersebut, maka kesempatan tidak dilewatkan oleh pihak Cirebon untuk membantu pihak Demak yang ingin menyerang Sundakelapa, karena pihak Cirebon pun merasa terancam dengan adanya Portugis di Sundakelapa saat itu, sehingga pada tahun 1562 pihak kerajaan Cirebon mengutus seorang panglima wanita yang bernama Nyi,Mas Baduran untuk menyiapkan sebuah tempat yang akan di gunakan sebagai persinggahan sementara pasukan demak yang akan menyerang Batavia,[butuh rujukan]
Dengan diutusnya Nyi,Mas Baduran untuk menyiapkan tempat persinggahan tersebut dan dengan seizin dari Mbah Kuwu Cirebon atau pangeran Walang Sungsang bahwa Nyi,Mas Baduran di persilahkan menebang hutan yang tak bertuan yang terletak di sebelah utara pelabuhan Muara Jati atau yang sekarang Wilayah Celangcang. Sebelum berangkat Nyi,Mas Baduran di bekali jimat oleh Mbah Kuwu Cirebon Berupa Selendang, yang bernama Selendang Cinde (berwarna kuning keemasan), yang menurut Mbah Kuwu selendang itu akan sangat berguna bagiNyi,Mas Baduran dalam melaksanakan tugasnya untuk membuka lahan hutan tersebut. Sesampainya di wilayah hutan sebelah utara pelabuhan Muara jati Nyi,Mas Baduran menebang pohon dan mengumpulkan rerumputan kering yang kemudian sampai kelelahan dan berpikirlah Nyi,Mas Baduran seandainya ia seorang diri menebang pepohaonan rasanya tidak akan sanggup untuk menampung sejumlah pasukan demak yang sangat banyak sehingga ia berinisiatif untuk membakarnya dan setelah rerumputan ilalang yang terbakar membumbung asapnya ke angkasa kemudian Nyi,Mas Baduran menyabetkan selendangnya ke bara api tersebut agar api tersebut cepat merambat sambil menyabatkan selendang ia mengucap " sampai dimana bara api ini terjatuh maka tempat tersebut adalah tanah Baduran ".[butuh rujukan]
Setelah bara padam Nyi,Mas Baduran kemudian berkeliling untuk memastikan batas-batas wilayahnya dan akhirnya bara tersebut jatuh sampai wilayah Desa Bojong dan batas desa Bakung sehiingga Kigede Bakung merasa tersinggung terhadap Nyi,Mas Baduran, yang menurutnya telah merampas tanahnya, sehingga terjadi pertikaian atau perkelahian antara Kigede Bakung dengan Nyi,Mas Baduran di wilayah tapal batas Bakung dengan tanah Baduran. Konon katanya perkelaian itu sampai berlangsung berminggu-minggu sampai keduanya kehabisan tenaga dan kesaktian sehingga sampai pada saat Kigede Bakung merasa kalah dan mundur tetapi kemudian ada tanaman labu hitam yang tersangkut di kaki Nyi,Mas Baduran, sehingga terjatuh. Melihat hal seperti itu Kigede Bakung menghunuskan kerisnya sehingga Nyi,Mas Baduran terluka, tetapi Nyi,Mas Baduran tidak hanya diam ia sempat juga menusukan kerisnya ke tubuh Kigede Bakung sehingga Ki Gede Bakung tewas di tempat itu tetapi luka taklama setelah Kigede Bakung meninggal, Nyi,Mas Baduran pun menyusul tidak kuat. Tetapi sebelum Nyi,Mas Baduran meninggal ia sempat berpesan kepada anak cucu agar kelak jangan menanam pohon labu hitam tersebut di tanah Baduran sehingga sampai sekarang masyarakat bedulan tidak ada yang berani menanamnya.[butuh rujukan]
Mendengar kabar Nyi,Mas Baduran telah meninggal pihak keraton Cirebon sangat menyayangkan hal tersebut sehingga di utuslah putri dari Nyi,Mas Baduran sendiri yang bernama Nyiu,Mas Pulung Ayu dengan didampingi Pangeran Jaya Lelana untuk menguburkanya secara layak dan meneruskan tugasnya untuk mempersiapakan sebuah padukuan sebagai persinggahan pasukan Demak yang akan tiba dan kemudian dirampungkanlah tugas Nyi,Mas Baduran oleh Pangeran Jaya Lelana bersama dengan Nyi,Mas Pulung Ayu dan setelah itu Nyi Mas Pulung Ayu memutuskan untuk tinggal di daerah Baduran untuk meneruskan dan merawat kuburan ibunya.[butuh rujukan]
Setelah itu pada tahun 1563 datanglah tentara Demak yang di pimpin oleh Fatahillah dan di seranglah Batavia dan Portugispun dapat dikalahkan dan kemudian Repoblik Batav di ganti namanya menjadi Jaya Karta yang artinya Kota kemenangan dan Jaya Karta sekarang dikenal dengan nama Jakarta setelah di taklukanya Batavia pada tahun 1563 maka banyak dari tentara Demak yang memilih untuk tinggal di padukuan Baduran sehingga padukuan Baduran yang sebelumya hanya tempat persinggahan kini menjadi sebuah pedukuan yang ramai akan penduduknya dan pada tahun 1565 Baduran resmi menjadi sebuah desa yang di kepalai oleh seorang akuwu yaitu kuwu WERTU kemudian pada tahun 1576 desa Baduran di naikan statusnya menjadi Pademangan dengan seorang Demang Pangeran Jaya Lelana yang bergelar Adipati Suranenggala.[butuh rujukan]
Kemudian pada tahun 1782 pihak kerajaan Cirebon yang saat itu sudah lemah wilayahnya sedikit demi sedikit dikuasai oleh pihak Belanda atau VOC Saat itu jendral Van Hotman sebagai ajudan dari Dendles memerintahkan agar pademangan Baduran dihilangkan dan diambil alih kekuasaanya oleh Residen Cirebon yang bermarkas di Krucuk sekarang dan tanah Baduran di bagi dua menjadi Karangreja dan tanah Baduran dan mulai saat itu nama Baduran berganti menjadi Bedulan menggunakan logat Belanda dan Bedulan menjadi desa kembali.[butuh rujukan]
Kemudian pada tahun 1952 bedulan di pecah menjadi dua bagian yaitu desa Suranenggala Kidul atau Bedulan Kidul dan Surangenggala Lor atau Bedulan Lor[butuh rujukan]
Kemudian pada tahun 1982 Bedulan Lor dipecah kembali menjadi dua desa yaitu Suranenggala Lor Dan Suranenggala[butuh rujukan]
dan Bedulan Kidul dipecah menjadi dua desa pula yaitu desa Suranenggala Kidul dan Suranenggala Kulon.[butuh rujukan]
Dan menurut Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 17 tahun 2006 Suranenggala dijadikan nama Kecamatan secara resmi[butuh rujukan]
Dan sampai sekarang Suranenggala adalah nama desa dan kecamatan.[butuh rujukan]
Sedangkan nama bedulan adalah nama dari persatuan dari desa-desa tersebut.[butuh rujukan]
Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan penduduk dilakukan antara lain dengan meningkatkan fasilitas dan sarana kesehatan.[butuh rujukan]