Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng8°10′24″S 114°29′39″E / 8.173281°S 114.494032°E
Desa Sumberklampok (bahasa Bali: ᬤᬾᬲ ᬲᬸᬫ᭄ᬩᭂᬃᬓ᭄ᬮᬫ᭄ᬧᭀᬓ᭄᭟, translit. Deṣa Sumbĕklampok, disebut juga Sumber Klampok) adalah desa di kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali, Indonesia. Desa Sumberklampok memiliki masyarakat yang majemuk dari berbagai suku, agama, adat istiadat, serta budaya. Di paling ujung barat Provinsi Bali terdapat Pura Kahyangan Jagat Segara Rupek yang berbatasan dengan Selat Bali di bagian barat, dengan sebagian besar wilayahnya masuk di Taman Nasional Bali Barat. Selain itu, dilintasi oleh jalan antar kabupaten yakni Singaraja - Gilimanuk. Desa Sumberklampok berjarak 40 kilometer dari ibukota kecamatan (Desa Gerokgak), 80 kilometer dari ibukota kabupaten (Kota Singaraja), dan 160 kilometer dari ibukota provinsi (Kota Denpasar).[3] SejarahPada tahun 1922, Desa Sumberklampok berawal ketika kawasan tersebut masih berupa hutan belantara yang belum berpenghuni. Pada masa itu, Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Seorang Belanda bernama AW Remmert datang dengan tujuan membuka hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa di hutan Bali Barat. Awalnya, AW Remmert terdampar di sebuah pulau bernama Pulau Menjangan dan berlabuh di teluk yang kemudian disebut Teluk Terima. AW Remmert dibantu oleh sekitar 62 pekerja dari Pulau Madura untuk membuka hutan tersebut. Setelah hutan dibuka, mereka menanaminya dengan kelapa, pisang, dan tanaman rempah. Kawasan ini kemudian diberi nama Gedebung Bunyu. Namun, bukan hanya AW Remmert yang membuka hutan. Johan J. Powneel dan Gerrit Van Schermbeek juga membuka kawasan tersebut menjadi perkebunan kelapa dan kapuk. Sekitar tahun 1930, pemerintah Belanda memberikan izin perkebunan (Persil Onderneming) kepada mereka. Masa Penjajahan Jepang dan Kemerdekaan IndonesiaKetika Jepang menjajah Indonesia setelah Belanda, mereka merusak seluruh tatanan pemukiman yang ada. Masyarakat diharuskan menggunakan karung goni dan mengonsumsi singkong setiap hari. Pada masa ini, terjadi wabah malaria yang hebat. Kondisi ini tidak banyak berubah setelah Indonesia merdeka. Seluruh perkebunan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan perkebunan. Beberapa pergantian perusahaan perkebunan terjadi, dan akhirnya perkebunan dikelola oleh PT Margarana dan Dharma Jati. Masyarakat merasa terusir secara perlahan dengan dibatasinya lingkup jangkauan mereka dalam bidang pertanian dan kesejahteraannya. Setelah Indonesia merdeka, semakin banyak penduduk yang berdatangan dari daerah Madura, Banyuwangi, Pulau Nusa, dan Karangasem. Nama Gedebung Bunyu kemudian diubah menjadi Sumberklampok karena nama tersebut dianggap tidak membawa berkah dan dirasa akan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Nama Sumberklampok dipilih karena banyaknya pohon jambu klampoak yang tumbuh di daerah tersebut dan adanya sumber mata air yang sering digunakan oleh masyarakat setempat, meskipun airnya agak payau. Administrasi dan Pembentukan DesaSebelumnya, Gedebung Bunyu masih menjadi Banjar dan berperbekelan ke Desa Sumberkima dan Pejarakan. Menurut cerita, masyarakat Hindu berperbekelan ke Desa Sumberkima, sedangkan masyarakat Islam berperbekelan ke Desa Pejarakan. Atas saran pemuka masyarakat, pada tahun 1967, diadakan pemilihan Kepala Desa untuk pertama kalinya, dan Desa Sumberklampok diakui sebagai desa pada 1 Juni 1967 dengan kepala desa pertama bernama Pawiro Sentono. Sejak saat itu, mulai dibangun gedung sekolah dasar, kantor desa, tempat ibadah, dan fasilitas umum lainnya. Pemerintah mulai melihat keberadaan Desa Sumberklampok dengan mendatangkan sumbangan untuk pembangunan desa. Secara administratif, Desa Sumberklampok dibagi menjadi tiga dusun, yaitu Tegal Bunder, Sumberklampok, dan Sumber Batok, sedangkan satu banjar yaitu Teluk Terima menjadi satu dusun dengan Sumberbatok. Kepala desa pertama yang dipilih adalah Pawiro Sentono. Dua tahun kemudian, diangkat Carik (Sekretaris Desa) bernama Mandor Tamin, yang merupakan mandor kehutanan, untuk membantu tugas-tugas kepala desa.[4] GeografiDesa Sumberklampok berada di ketinggian rata-rata 50 meter dari permukaan laut (MdPL). Secara administratif, Desa Sumberklampok memiliki luas wilayah 28,96 Km. Wilayah Desa Sumberklampok terbagi atas tiga Banjar Dinas, yang meliputi : Bajar Dinas Tegalbunder , Banjar Dinas Sumberklampok, dan Banjar Dinas Sumberbatok. Desa Sumberklampok terletak pada posisi -8 Lintang selatan dan 114 Bujur Timur.[3] TopografiDesa Sumberklampok merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 s/d 17 meter di atas permukaan laut, berlaku iklim tropis yang pada umumnya terdiri dari 5 bulan musim hujan dan 7 bulan musim kemarau, dan curah hujan per tahun : 123 mm/th, suhu rata-rata 27 – 35 0C.[3] Batas Wilayah
DemografiPada semester 1 tahun 2024, menurut Data Kementerian Dalam Negeri, Desa Sumberklampok memiliki jumlah penduduk sejumlah 3.601 jiwa. Terdapat 1.180 Kepala Keluarga (KK), perpindahan penduduk sebanyak 11 orang, serta terdapat 2 orang yang meninggal dunia. Selain itu, dirincikan penduduk menurut jenis kelamin dengan laki-laki sebanyak 1.834 jiwa dan perempuan sebanyak 1.767 jiwa. Kemudian status perkawinan di desa ini tahun 2024, menunjukkan bahwa terdapat 1.562 orang yang belum kawin, 1.835 orang yang sudah kawin, 31 orang yang berstatus cerai hidup, dan 173 orang yang berstatus cerai mati.[5] Pada sensus tahun 2010, Penduduk desa Sumberklampok berjumlah 2.886 jiwa terdiri dari 1.478 laki-laki dan 1.408 perempuan dengan rasio sex 105. Jumlah kepala keluarga di desa ini mencapai 892.[6] AgamaMenurut data Kementerian Dalam Negeri semester 1 tahun 2024, sebanyak 60,8% penduduk Desa Sumberklampok menganut agama Hindu. Untuk yang beragama Islam sebanyak 38,7%, kemudian penduduk yang beragama Kristen Protestan sebanyak 0,3%. Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 9 Pura, 1 masjid, 2 mushola.
Pendidikan
PemerintahanDari tingkatan administratif Desa Sumberklampok terbagi atas tiga Banjar Dinas, yang meliputi : Bajar Dinas Tegalbunder , Banjar Dinas Sumberklampok, dan Banjar Dinas Sumberbatok. Selain itu, Terdapat 9 Nama Kepala Desa/Perbekel yang pernah memimpin Desa Sumberklampok.[4]
Ekonomi
Referensi
Pranala luar
|