Suku NuseSuku "Nak Nusé" merupakan sub-suku yang diyakini sebagai penduduk asli Pulau Nusa Penida. Dalam bahasa Bali, "Nak" berarti "orang" dan "Nusé" merujuk pada pulau Nusa Penida, sehingga "Nak Nusé" merujuk pada suku atau kelompok yang mendiami pulau Nusa Penida.
Masyarakat Nak Nusé umumnya mendiami daerah pedesaan dan memiliki hubungan erat dengan alam serta adat istiadat yang telah diwariskan turun-temurun. Meskipun suku ini terisolasi akibat perbedaan geografis Nusa Penida dari daratan utama Bali, masyarakat Nak Nusé tetap terhubung dengan budaya Bali yang lebih luas melalui perayaan adat, upacara keagamaan, dan interaksi dengan pulau-pulau sekitar. Asal UsulTidak diketahui dengan pasti mengenai asal muasal dari masyarakat Nusa Penida. Namun ada yang meyakini bahwa penghuni pertama pulau ini adalah masyarakat Bali Aga. Mereka merupakan kelompok etnis yang mendiami pulau Bali dan diduga pernah tinggal di pulau Nusa Penida. Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, banyak orang dari pulau Jawa yang berimigrasi ke Bali dan Nusa Penida sehingga terjadi asimilasi dan percampuran budaya dengan masyarakat Bali Aga. Hal ini menciptakan sebuah kebudayaan baru di pulau Nusa Penida dengan pengaruh orang Jawa Hindu dan bahasa Jawa masuk ke pulau tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kosa kata dalam dialek Nusa Penida yang mirip dengan bahasa Jawa. Meski dipengaruhi oleh budaya dan bahasa Jawa, sebagian besar budaya dan bahasa di Nusa Penida tetap dipengaruhi oleh masyarakat Bali daratan, khususnya dari Bali Aga. SejarahMasyarakat Nusa Penida telah sejak lama menentang raja-raja Bali yang banyak melakukan ekspedisi militer ke Nusa Penida. Namun pada abad ke-17, Nusa Penida berhasil ditaklukkan oleh ekspedisi Kerajaan Gelgel di Bali. Raja terakhir Nusa Penida, Dalem Bungkut tewas dalam pertempuran. Kemudian Kerajaan Klungkung yang merupakan penerus Kerajaan Gelgel menguasai pulau tersebut dan menjadikannya sebagai wilayah bawahan. Masyarakat Nusa Penida diharuskan membayar upeti dan bekerja untuk kerajaan Klungkung dan mengirimkan hasil panennya ke ibu kota Klungkung sebagai tanda penghormatan dan pengakuan atas kekuasaan Kerajaan Klungkung. Masyarakat Nusa Penida juga banyak berperan dalam peperangan untuk Kerajaan Klungkung. Karena kondisi geografis Nusa Penida yang tandus dan musim kemarau yang relatif panjang, kemudian dengan stereotip bahwa Nusa Penida pada saat itu adalah pusat ilmu hitam sehingga cocok dijadikan sebagai koloni tahanan. Peta Belanda yang dibuat pada tahun 1900an menyebut Nusa Penida sebagai Bandieten eiland 'pulau bandit'. Nama tersebut diberikan karena pulau ini dipandang sebagai daerah pengasingan yang potensial, yakni tempat pembuangan orang-orang yang dianggap bermasalah dari Klungkung, Gianyar, dan Bangli (Sedimen, 1984). Nusa Penida juga dinilai punya kelebihan lainnya, karena letaknya yang jauh dari daratan Bali, arus lautnya kencang dan ombaknya tinggi sehingga membuat para tahanan sulit untuk melarikan diri. |