Solo Raya[1]
atau kadang disebut sebagai Subosukowonosraten
(bahasa Jawa: ꦱꦸꦧꦺꦴꦱꦸꦏꦮꦤꦱꦿꦠꦺꦤ꧀); akronim dari Surakarta-Boyolali-Sukoharjo-Wonogiri-Klaten-Sragen adalah salah satu wilayah metropolitan di Indonesia yang sebelumnya bekas Karasidenan Surakarta dan Daerah Istimewa Surakarta berdiri.[2] Wilayah ini meliputi Kota Surakarta dan daerah penyangganya seperti Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten, sering disebut juga sebagai eks-Karesidenan Surakarta.[3]
Sejarah
Masa Kerajaan
Berdirinya Surakarta berawal dari peristiwa Geger Pacinan di Batavia pada tahun 1740-an. Pangeran pemberontak dibantu etnis Tionghoa menyerang keraton Mataram Kartasura, membuat keraton tersebut hancur lebur. Mataram yang saat itu dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono II harus memindahkan keraton ke tempat lain. Ia memilih desa Sala untuk dijadikan tempat pemerintahan yang baru. Setelah mendapatkan restu dari Ki Gede Sala selaku penguasa setempat, ia membangun keraton di wilayah tersebut.
Beberapa tahun kemudian, Pakubuwono II meninggal dunia, dan digantikan oleh anaknya yakni Susuhunan Pakubuwono III. Disini terjadi pecahnya Mataram, yang dituangkan dalam Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Mataram dibagi menjadi dua, Pakubuwono III memimpin Surakarta dan Pangeran Mangkubumi memimpin Yogyakarta. Pakubuwono III mendapat wilayah bagian timur Mataram, sedangkan Mangkubumi (kelak menjadi Sultan Hamengkubuwono I) mendapat wilayah bagian barat. Kedua wilayah tersebut dibatasi oleh Sungai Opak.
Beberapa tahun kemudian kembali terjadi pergolakan, kali ini dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa. Pergolakan ini memunculkan hasil Perjanjian Salatiga, di mana Sambernyawa berhak atas sebagian wilayah Kasunanan Surakarta dan diangkat menjadi pemimpin wilayah tersebut, dengan gelar Pangeran Adipati. Wilayahnya bernama Praja Mangkunagaran.
Masa Kolonial Belanda
Keresidenan Surakarta dibentuk dari gabungan wilayah Kasunanan dan Mangkunagaran. Wilayahnya meliputi daerah inti Surakarta yaitu: Kawedanan Kasunanan , Kawedanan Kartasura , Kawedanan Larangan , Kawedanan Bekonang (Sekarang bagian dari Kotamadya Surakarta & Kabupaten Sukoharjo ) , Kabupaten Karanganyar termasuk kecamatan Banjarsari Solo, Kabupaten Sukowati (kini Sragen), Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali.
Surakarta dan Mangkunagara juga dimasukkan kedalam vorstenlanden, sebuah wilayah otonomi Hindia Belanda yang di mana wilayah ini berhak mengatur rumah tangganya sendiri.
Masa Kemerdekaan dan Republik
Daerah Istimewa Surakarta
Pada tanggal 18-19 Agustus 1945, Kasunanan dan Mangkunagaran mengirimkan kawat ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya pada 1 September 1945, SISKS Pakubuwana XII dan KGPAA Mangkunagara VIII, secara terpisah mengeluarkan dekret resmi kerajaan, di mana dekret tersebut berisi tentang negara Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran adalah bagian dari Republik Indonesia.
Sayangnya wilayah istimewa Surakarta dan Mangkunagaran harus dihapus pada Juli 1946, dikarenakan maraknya gerakan anti swapraja di Surakarta. Untuk mengatasi keadaan genting tersebut pemerintah mengeluarkan UU No. 16/SD/1946 yang memutuskan bahwa Surakarta kembali menjadi daerah keresidenan di bawah seorang residen dan merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Beberapa tahun kemudian, Menteri dalam negeri melalui keputusan tanggal 3 Maret 1950 menyatakan bahwa wilayah Kesunanan dan Mangkunegaran secara administratif menjadi bagian dari provinsi Jawa Tengah. Kedua aturan tersebut mengakhiri status istimewa Surakarta.
Masa kini
Perda Jawa Tengah no 6 tahun 2010 tentang rencana pengembangan tata ruang dan wilayah tahun 2009-2039, menetapkan Solo Raya (Subosukawonosraten) sebagai wilayah pengembangan pembangunan, dengan fungsi pengembangan sebagai Pusat Pelayanan Lokal, Provinsi, Nasional dan Internasional.[4]
Referensi
Lihat pula
Pranala luar