Silase dibuat dengan teknik yang sama dalam pembuatan sauerkraut; pakan hijauan telah diawetkan untuk pakan hewan di sebagian Jerman sejak permulaan abad ke 19, dan pembuatan silase jagung telah dilakukan di Maryland pada tahun 1876 dengan menggunakan lubang yang digali di tanah.[8] Hasil yang sesuai harapan telah memicu perluasan sistem ini di Inggris.[9]
Manfaat
Manfaat silase adalah sebagai berikut:
Selama fermentasi, bakteri yang berperan di dalamnya bekerja pada kandungan selulosa dan karbohidrat pada pakan untuk menghasilkan asam lemak volatil seperti asam asetat, propionat, laktat, dan butirat. Keberadaan asam lemak menurunkan pH sehingga menciptakan lingkungan di mana bakteri perusak tidak bisa hidup. Sehingga asam lemak volatil berperan sebagai pengawet alami. Pengawetan ini merupakan hal yang penting dilakukan ketika pakan hijauan tidak tersedia di musim dingin.
Ketika melalui proses fermentasi, selulosa dari hijauan pecah sehingga ketika dimakan oleh hewan ternak, jalur pencernaan pada perut ruminansia menjadi lebih singkat sehingga mempercepat penyerapan nutrisi.[10][11]
Silase dapat ditambah dengan berbagai bahan seperti bekatul selama proses pembuatannya, untuk menambah nutrisi dan memperbaiki karakteristik fisik dan kimiawi silase.[13]
Fermentasi menghasilkan panas, karena energi kimia dari pakan hijauan digunakan oleh bakteri untuk melakukan fermentasi. Sehingga kandungan energi silase umumnya lebih rendah daripada hijauan. Namun kekurangan ini dapat diabaikan mengingat begitu banyaknya manfaat silase. Selain itu, dengan pecahnya selulosa, energi yang digunakan hewan ruminansia untuk mencerna silase menjadi lebih sedikit.
Silase yang tidak terkonsumsi karena berlebih atau rusak, dapati dijadikan stok untuk pembuatan biogas melalui digesti anaerobik.[14] Gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, pemanas ruangan, dan penerangan.
Silase sendiri tidak membahayakan. Faktor keamanan yang harus diperhatikan adalah pada proses pembuatan dan keamanan fasilitas pembuatan silase. Silo, fasilitas yang digunakan dalam pembuatan silase, merupakan struktur yang dapat runtuh dan menyebabkan kematian, terutama jika silo kelebihan muatan.[15] Pengisian dan pengeluaran muatan perlu diperhatikan.[16] Ketika silo diisi, partikulat dari bahan dapat terbakar dengan mudah dan menimbulkan reaksi berantai hingga menyebabkan ledakan, karena luas permukaan partikulat yang tinggi sehingga memudahkan reaksi oksidasi.
Proses fermentasi juga dapat menimbulkan bahaya bagi pernafasan. Gas NO yang dihasilkan pada tahap awal fermentasi mampu bereaksi dengan oksigen menghasilkan NO2 yang bersifat racun.[17]
^"1". Bulletin of the Maryland Agricultural Experiment Station. Maryland Agricultural Experiment Station (121-145): 6. 1907. Diakses tanggal 2012-12-01.
^Filipe Santos et al. High-Level Folate Production in Fermented Foods by the B12 Producer Lactobacillus reuteri JCM1112. APPLIED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, May 2008, Vol. 74, No. 10, p. 3291–3294. http://aem.asm.org/content/74/10/3291.full.pdfDiarsipkan 2018-07-21 di Wayback Machine..
"The Owner-Built Homestead" by Barbara and Ken Kern, New York: Scribner, 1977. ISBN 0684149222
Zhou, Yiqin. Compar[ison of] Fresh or Ensiled Fodders (e.g., Grass, Legume, Corn) on the Production of Greenhouse Gases Following Enteric Fermentation in Beef Cattle. Rouyn-Noranda, Qué.: Université du Québec en Abitibi-Témiscamingue, 2011. N.B.: Research report.