Shinbutsu-shūgō (神仏習合, "penggabungan antara kami dan para Buddha"[1]), juga dikenal sebagai Shinbutsu-konkō (神仏混淆, "pencampuran antara kami dan para Buddha"[2]), adalah sinkretisasi antara Shinto dan Buddhisme yang mengacu kepada pencampuran kepercayaan asli Jepang dan agama Buddha untuk membentuk kembali sebuah sistem kepercayaan baru yang unik.[3]
Agama Buddha lahir di India dan masuk ke Jepang melalui Tiongkok dan Korea pada pertengahan abad ke-6, dengan kepercayaan Shinto sudah berkembang di Jepang pada saat itu. Karena Buddhisme bukanlah doktrin teistik dan Shinto pada prinsipnya memuja alam, tidak ada kontradiksi dalam menggabungkan kedua kepercayaan tersebut. Kecenderungan ini berlangsung lama setelah agama Buddha masuk Jepang, dengan kuil Shinto mendukung pembangunan kuil Buddha.[4]
Proses asimilasi, sinkretisme, dan konvergensi antara Buddhisme dan Shinto ini berlanjut hingga berakhirnya zaman Edo, ketika rezim Meiji mulai berkuasa pada tahun 1868.[5] Pada tahun 1868 itu juga, pemerintah Jepang memerintahkan pemisahan kedua kepercayaan tersebut, dan Shinto diproklamasikan sebagai agama negara,[6] yang kemudian ditafsirkan kembali menjadi suatu kultus nasional suprareligius.[7]
Lee, Kenneth Doo (2007). The Prince and the Monk: Shotoku Worship in Shinran's Buddhism. Albany, New York: State University of New York Press. ISBN978-0791470220.
Kuroda, Toshio; James Dobbins; Suzanne Gray (1981). Shinto in the History of Japanese Religion. 7, No. 1 (edisi ke-Journal of Japanese Studies). Society for Japanese Studies. JSTOR132163.
__________. "Shinto im Mittelalter" (dalam bahasa Jerman). University of Vienna. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-23. Diakses tanggal 2010-12-10.
Smyers, Karen Ann (1999). The Fox and the Jewel: Shared and Private Meanings in Contemporary Japanese Inari Worship. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN0-8248-2102-5. OCLC231775156.