Sejarah Huria Kristen Batak Protestan bermula pada Abad ke-19 ketika organisasi-organisasi misionaris dunia barat mulai mengirim para penginjil untuk memberitakan tentang kekristenan ke Tanah Batak.
Pendeta Samuel Munson dan Pendeta Henry Lyman datang ke tanah Batak diutus oleh American Board of Commissioners for Foreign Missions/Kongsi ZendingBoston, namun mereka ditolak oleh penduduk lokal dan mati dibunuh di desa Lobu Pining pada tanggal 28 Juni 1834.[2][3][4][5][6]
Herman van der Tuuk dari Amsterdam diutus oleh Persekutuan Bibel Netherland untuk meneliti Bahasa Batak (Toba). Beliau juga menulis dan menerjemahkan sebagian isi Alkitab ke dalam Aksara Batak. Selain itu beliau juga menulis tata Bahasa Batak (Toba) dan membuat kamus Bahasa Batak (Toba) – Belanda beserta kumpulan cerita-cerita rakyat.[2][7]
Setelah membaca surat yang datang dari Tanah Batak mengenai pekabaran Injil yang baru dirintis di Tanah Batak, maka Dr. Friedrich Fabri pimpinan dari Rheinische Zending Belanda memutuskan untuk memindahkan ke tanah Batak para penginjil yang sedang lowong di Banjarmasin karena telah diusir oleh penduduk lokal.[2]
Pada tanggal 31 Maret Baptisan perdana dilakukan oleh Pendeta Gerrit van Asselt kepada dua orang suku Batak, yaitu Jakobus Pohan (Tampubolon) dan seorang anak raja yang bernama Simon Siregar di Parau Sorat, Sipirok.[2][9]
Pada hari Minggu tanggal 29 Mei Pendeta Dr. I.L. Nommensen mengadakan kebaktian perdana di Gereja Hutadame. Hari tersebut kemudian dianggap sebagai hari berdirinya jemaat gereja Dame Saitnihuta, yaitu sebagai gereja pertama yang didirikan oleh Pendeta Dr. I.L. Nommensen di tanah Batak. Pada kebaktian tersebut turut hadir jemaat dari Desa Parbubu dan Hutagalung[2]
Berdiri Sekolah Guru di Parau Sorat, Sipirok. Murid pertama berjumlah 5 orang, yaitu: Thomas, Paulus, Markus, Johannes dan Epraim. Guru mereka adalah Dr. A. Schreiber dan Leipold.[2]
Pada tanggal 19 Juli diadakan penahbisan pendeta perdana dari suku Batak di HKBP Pearaja. Para penerima tahbisan adalah: Johannes Siregar, Markus Siregar, dan Petrus Nasution yang telah menyelesaikan studi di Sekolah Pendeta.[11]
Pada tanggal 13 Juli RMG mengutus Nona Hester Needham[note 1] melayani kaum ibu dan wanita di Silindung. Hal tersebut menjadi awal fokus pelayanan terhadap kaum wanita dan anak-anak di Tanah Batak. Pelayanan Nona Hester Needham kemudian dibantu oleh Nona Tora untuk melayani di Silindung dan Nona Nieman di Toba.[11]
Pada tanggal 8 Januari Nona Hester Needham memulai pelayanan di Pansur Napitu dengan fokus melayani anak-anak, kaum perempuan, dan para janda; serta turut juga membimbing murid-murid Sekolah Pendeta di Seminari Pansur Napitu.[11]
RMG menetapkan Pendeta Christian Philipp Schutz[note 2] sebagai Ephorus pembantu untuk membantu Ephorus Dr. I.L. Nommensen. Ditetapkan wilayah pelayanan Ephorus Schutz meliputi wilayah Angkola, yaitu dari daerah Simangumban hingga Sipiongot.[11]
Pada tanggal 16 Juli Nona Hester Needham berangkat menuju daerah pelayanan baru ke Muara Sipongi dan Kotanopan, didampingi oleh seorang gadis Batak Mandailing yang bernama Domi.[11]
Pada tanggal 3 Mei hingga 26 Juli - Nona Hester Needham melayani di Malintang, menginjili di tengah-tengah penganut agama lain.[11]
Pada bulan Juli, Nona Hester Needham melanjutkan pelayanannnya di Maga hingga akhir hayatnya. Beliau dimakamkan di Maga di tanah yang telah dibelinya[note 3].[11]
Awal mula gerakan Pardonganon Mission Batak yang didirikan orang para Kristen Batak dan dipimpin oleh Pendeta Henock Lumbantobing dengan tujuan menginjili daerah yang belum dijangkau oleh para penginjil sebelumnya, yaitu: kawasan Pulau Samosir, Simalungun, dan Dairi.[11]
Berdiri Sekolah Anak Raja dengan pengantar Bahasa Belanda di Narumonda Toba yang dididik oleh Guru Pohing dan Pendeta Otto Marcks. Di tempat yang sama kemudian berdiri Sekolah Tukang.[11]
^Andrew Causey Hard bargaining in Sumatra: western travelers and Toba Bataks in ... 2003 Page 80 "In that year, two American Baptist missionaries, Henry Lyman and Samuel Munson, went inland from Tapanooli (now called Sibolga), a port village on the west coast of Sumatra. Traveling with a retinue of porters and attendants, ..."
^The United States in Asia: a historical dictionary - David Shavit - 1990 Page 312 "Lyman graduated from Harvard University and the Imperial School of Mines (Paris), and studied at the Royal Academy ... Murdered June 28, 1834, in Sacca, Sumatra. References: ACAB; AndoverTS; EM; LC; Hannah Lyman, The Martyr of Sumatra ..."
^A biographical study of Ingwer Ludwig Nommensen, 1834-1918 Page 72 Martin E. Lehmann - 1996 "Leaving their wives behind in Batavia, Lyman and Munson set sail for the harbor of Padang on the west coast of Sumatra in April, 1834. At Padang they met Ward who approximately thirteen years before had visited the Bataks in the .."
^Memorials of Protestant missionaries to the Chinese Alexander Wylie - 1967 -"Munson and Lyman, was a tour of observation and inquiry among the islands of the Indian Archipelago, ... surrounded by a large party of Battak cannibals and immediately dispatched; Mr. Munson being run through the body with a spear,"