Rheinische Missionsgesellschaft (disingkat RMG; bahasa Indonesia: Serikat Misionaris Rhein) adalah salah satu organisasi misionaris terbesar di Jerman. Nama "Rheinische" mengacu kepada sungai Rhein. Organisasi ini pada mulanya dibentuk dari misi-misi yang lebih kecil, yang didirikan sejak tahun 1799, tetapi secara resmi merupakan penyatuan tiga persatuan misi penginjilan di Elberfeld, Barmen dan Köln pada tanggal 23 September 1828. Saat itulah ditahbiskan misionaris pertama dan dikirimkan ke Afrika Selatan di akhir tahun 1828; saat itu London Missionary Society sudah aktif di daerah tersebut, sehingga terbentuklah kerjasama erat di antara kedua organisasi tersebut. Selain itu yayasan ini juga mengirimkan sejumlah misionaris ke Indonesia dan di beberapa wilayah, termasuk Sumatra dan Kalimantan dikenal sebagai "Zending Barmen". Organisasi ini berdiri sampai tahun 1971 dan terakhir berubah menjadi "Vereinte Evangelische Mission" atau sering juga disebut sebagai "United Evangelical Mission."[1][2]
Perkembangan
Organisasi ini mendirikan kantor misi pertamanya di kota Cederberg pada tahun 1829, dinamai "Wupperthal", yang 100 tahun kemudian menjadi nama kota Wuppertal di Jerman. Segera sesudahnya, para misionaris mulai berdatangan ke daerah lebih utara dari Afrika Selatan, memasuki wilayah yang gersang dan tidak mudah dihuni di Afrika bagian barat daya. Di sini mereka bertemu dengan sejumlah suku daerah seperti orang Herero, Namaqua (Nama) dan Damara. Seringkali mereka berada di tengah peperangan antar suku-suku tersebut. Para misionaris berusaha menjadi juru damai di antara para suku dan karenanya dianggap sebagai aset politik bagi suku-suku itu.
Pada saat yang sama, muncul perdebatan di Jerman mengenai wilayah koloni kerajaannya, dengan aktivitas RMG nun jauh di Afrika mengipasi imajinasi orang-orang. Kawasan yang tidak diklaim di utara Cape Colony diproklamirkan sebagai Afrika Barat Daya Jerman pada tahun 1880, tetapi segera menghadapi banyak persoalan, karena Jerman tidak berpengalaman mengurus kolonisasi. Pembantaian orang-orang Herero dan Namaqua (Herero and Namaqua Genocide) selama tahun 1904-1907 merupakan nadir kekuasaan mereka, dan ditambah efek Perang Dunia I, Jerman tidak dapat lagi memelihara tempat berpijak jauh dari tanah airnya. Afrika Selatan mengambil alih daerah tersebut pada tahun 1915, menamainya "South West Africa" (Afrika Barat Daya). Selama waktu ini, reaksi para misionaris berkisar dari belas kasih dan pertolongan pada suku-suku setempat, sampai kepada patriotisme dan dukungan terhadap kepentingan kolonial.
Di samping Afrika, RMG juga aktif di daerah-daerah lain di dunia. Pada tahun 1913 dengan pendanaan yang ada, RMG melayani 117 stasiun Misi dan 683 cabang-cabangnya, 839 sekolah-sekolah, 2 rumah sakit (Tungkun, Cina Timur, dan Pearaja, Sumatra) serta 3 rumah sakit pembantu di Sumatra dan satu di pulau Nias.[3]
Selama abad ke-20, organisasi ini memfokuskan pekerjaannya di Afrika bagian selatan. Organisasi ini akhirnya menyatukan semua stasiun misinya di Afrika Selatan di bawah Gereja Reformasi Belanda (Dutch Reformed Church), kecuali Wupperthal yang memilih untuk bergabung dengan Gereja Moravia (Moravian Church). Stasiun misi di Namibia menjadi bagian Evangelical Lutheran Church in Namibia.