Pulau Tinggilanga atau Tenggelanga adalah pulau yang terletak dalam wilayah administrasi desa Pulias, kecamatan Ogodeide, Kabupaten Toli-toli, Sulawesi Tengah. Pulau ini termasuk ke dalam pulau berpenduduk yang ditumbuhi mangrove di pesisir pulaunya dan sebagian pantainya berpasir. Nama pulau ini berasal dari bahasa Tolitoli yang berarti buah besar yang berkulit seperti kerang laut.[1]
Bentuk pulaunya memanjang dan berbukit. Vegetasi yang tumbuh adalah pohon berukuran sedang dan semak belukar. Selain itu juga terdapat perkebunan cengkeh dan kelapa di perbukitan dalam skala kecil.[1]
Gugusan pulau
Pulau Tinggilanga dikelilingi oleh pulau-pulau lain seperti Pulau Pulias, Pulau Bantayan, Pulau Sambujang, Pulau Sumangat, Pulau Bangko, Pulau Siomang Pulau Libutonsosi, Pulau Dua, Pulau Makabalu dan Pulau Abaling.
Pulau Pulias
Pulau Pulias merupakan pulau berpenduduk yang dihuni oleh 36 kepala keluarga (2014). Pulau ini berada di sebelah timur pulau Tinggilanga dan nama pulau ini berarti 'tersembunyi' dalam bahasa Tolitoli. Bentuk pulau ini adalah memanjang dan berbukit.
Pulau Batu merah
Pulau Batu merah adalah pulau kecil yang dikeliling oleh mangrove.
Pulau Bantayan
Pulau Bantayan adalah pulau yang berada di sebelah barat pulau Tinggilanga. Nama pulau ini dalam bahasa Tolitoli berarti 'tempat pembataian', hal ini dikarenakan pulau ini adalah tempat pembantaian pada zaman Kerajaan Toli-toli.
Pulau Sambujang
Pulau Sambujang adalah pulau yang berdekatan dengan pulau Bantayan. Pulau berpenduduk inhi memiliki arti 'pandan' yang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di pantai pulau dan memiliki getah putih. Pulau ini dihuni oleh 470 jiwa dengan 100 kepala keluarga (2014).
Pulau Sumangat
Nama pulau ini berasal dari bahasa Bajo yang berarti 'hantu'. Pulau Sumangat berdekatan dengan pulau Pulias. Bentuk pulau ini memanjang dengan bukit dari tanah merah dan merupakan pulau keramat oleh penduduk sekitar.
Pulau Bangko
Pulau Bangko adalah pulau yang dikeliling oleh pohon Bakau yang sering dijadikan kayu bakar oleh penduduk sekitar dan merupakan asal nama pulau ini. Pulau ini merupakan lokasi memancing masyarakat sekitar dan memiliki anak pulau yang dinamakan pulau Bangko kecil.
Pulau Siomang
Pulau ini terletak tidak jauh dari pulau Bangko dan masih masuk dalam wilayah administratif kecamatan Ogodeide. Arti nama pulau ini adalah 'akar karang yang seperti sapu ijuk'. Pulau Siomang termasuk dalam kategori pulau berpenduduk yang berbukit dan dikelilingi mangrove serta semak belukar di bagian tengah pulau.
Pulau Libutonsosi
Pulau Libutonsosi dikenal juga dengan nama pulau Burung dikarenakan dalam bahasa Tolitoli arti nama pulau ini adalah 'Burung'. Hal ini dikarenakan banyak ditemukan burung Libutonsosi yang mendiami pulau ini.
Pulau Dua
Pulau Dua memiliki gugusan pulau kecil lagi yaitu pulau Dua Barat dan Pulau Dua Timur. Penamaan pulau ini berasal dari cerita tentang sepasang suami istri yang berjanji hidup berdua selamanya, namun sang suami berakhir tewas karena ditimpa pohon besar. Sehingga menjadi nama pulau ini dan bukan karena jumlah pulaunya ada dua. Pulau Dua memiliki bentuk memanjang dan berbukit. Ketiga pulau ini merupakan pulau kecil tidak berpenduduk dan merupakan tempat masyarakat sekitar memancing.
Pulau Makabalu
Pulau Makabalu merupakan pulau tidak berpenghuni dengan nama pulau yang berarti 'Baru kawin' dalam bahasa Tolitoli. Hal ini dikarenakan pulau ini awalnya dihuni oleh sepasang pengantin baru yang hidup di kapal di dekat pulau ini. Bentuk pulau ini memanjang, berbukit dan dikelilingi mangrove.
Letak pulau Paligisan yang berdekatan dengan daratan Sulawesi
Pulau Paligisan
Pulau Paligisan ini merupakan pulau yang terletak di ujung barat daya gugusan pulau. Mayoritas penduduk adalah dari suku Bajo dan menggunakan bahasa Bajo sebagai bahasa sehari-hari. Arti nama pulau ini adalah 'selalu habis' yang diberikan oleh Andi Subehawa yang membuka pulau ini untuk dijadikan pemukiman dan secara administratif masuk ke dalam desa Labuan Lobo, Kecamatan Ogodeide, kabupaten Tolitoli. Arti 'selalu habis' ini merujuk pada keadan pulau yang selalu kehabisan makanan dan air selama tinggal di pulau ini.
Pemukiman penduduk berada di atas air di pinggiran pulau dan telah dihuni sejak 1942. Akses dari pulau Paligisan menuju daratan pulau Sulawesi bisa ditempuh dengan melewati jembatan penghubung. Saranan dan prasanan di pulau ini sudah cukup memadai, dengan adanya bangunan SD. Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan dan sebagian lainnya berkebun cengkih di daratan pulau dan pulau-pulau lainnya yang tidak berpenghuni.
Pulau Abaling
Pulau Abaling merupakan pulau tidak berpenghuni namun sering menjadi tempat nelayan menangkap ikan di perairan pulau ini. Pulau ini dikelilingi oleh mangrove dan bagian atasnya ditumbuhi semak belukar.
Referensi
- ^ a b Batubara, Rido; Yusuf, Muhammad; Sidqi, Muhandis; Sinaga, Simon; YB, Anang (2014). Laut Sulawesi dan Selat Makassar, Sulawesi Tengah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 23–41. ISBN 978-979-709-588-8.